spot_img
Friday, June 20, 2025
spot_img

Membunuh Mikroba Dengan Sinar

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Kita tentu mengetahui bahwa lampu UV (ultra-violet atau ultra-ungu) mendadak populer saat pandemi. Lampu UV dijadikan lampu portable, ditambahkan pada penghisap debu, bahkan didesain dalam kotak sterilisasi untuk membunuh kuman pada telepon genggam, uang, hingga bahan makanan.           Seketika masyarakat menjadi sangat takut terhadap virus dan bakteri, sehingga berlomba-lomba memiliki peralatan disinfeksi. Namun, apa kabar semua peralatan itu saat ini? Apakah memang hanya sinar UV saja yang mampu membunuh mikroba?

Energi dalam Sinar UV

Sinar merupakan suatu gelombang elektromagnetik. Panjang gelombang suatu sinar akan menentukan warna yang terlihat oleh mata. Panjang gelombang sinar UV adalah 100-400 nm dan menunjukkan warna ungu. Sinar dengan panjang gelombang 400-700 nm disebut sinar tampak dan memiliki warna pelangi (biru, hijau, kuning, jingga, merah).

Semakin sempit panjang gelombangnya, sinar akan membawa energi yang lebih besar. Sebaliknya, sinar dengan panjang gelombang yang lebih lebar akan membawa energi yang lebih rendah.

Energi tinggi dalam sinar UV dapat merusak molekul DNA dan protein dalam sel mikroba. Akibatnya, sel mikroba akan mati dan tidak lagi mampu berkembang biak. Namun, perlu diwaspadai bahwa paparan sinar UV juga dapat mengganggu DNA pada sel kulit kita sehingga menyebabkan munculnya tanda penuaan dini serta meningkatnya risiko kanker kulit. Itu sebabnya, peralatan dengan lampu UV biasanya didesain tertutup untuk menghindari kontak langsung dengan manusia.

Apakah sinar UV aman digunakan untuk membunuh virus dan bakteri pada bahan makanan? Sejumlah data riset membuktikan bahwa radiasi UV pada bahan pangan ternyata juga dapat menyebabkan kerusakan zat gizi, seperti vitamin A, B2, C, dan E, sehingga aktivitasnya menurun. Selain itu, penggunaan sinar UV juga dapat menyebabkan warna bahan makanan menjadi pudar dan lebih gelap, misalnya pada selada, wortel, dan apel.

Penggunaan Sinar Non-UV

Pengendalian pertumbuhan mikroba sebenarnya tidak hanya bisa dilakukan dengan sinar UV saja, namun juga dengan sinar merah ataupun biru, yang diketahui membawa energi lebih kecil dan lebih aman dibandingkan UV. Metode ini dikenal dengan istilah terapi fotodinamika (photodynamic therapy). Untuk membunuh mikroba, sinar merah atau biru dikombinasikan dengan senyawa peka cahaya yang disebut sensitizer, untuk menghasilkan zat radikal yang dapat menyebabkan kematian sel mikroba. Senyawa sensitizer tersebut dapat berasal dari ekstrak tumbuhan yang bersifat alami dan aman bagi tubuh.

Menurut publikasi pada jurnal Comprehensive Reviews in Food Science and Food Safety dari The Institute of Food Technologist (IFT), penggunaan terapi fotodinamika pada bahan pangan mulai ditemukan tahun 2003 dan terus berkembang hingga saat ini.

Target mikroba yang dituju antara lain adalah Listeria monocytogenes, Escherichia coli, Staphylococcus aureus, Salmonella sp., serta spora bakteri dan jamur kapang, yang seringkali menyebabkan penyakit apabila masuk dalam tubuh kita bersama dengan makanan.

Perlu diingat bahwa Indonesia masih menjadi negara endemik sejumlah penyakit yang disebabkan mikroba. Di antaranya, kasus tipes dan hepatitis paling sering muncul akibat konsumsi makanan yang kurang bersih. Menjaga kebersihan bahan makanan dari mikroba berbahaya sangatlah penting, apalagi saat kita mengonsumsi makanan mentah atau diproses minimal tanpa pemasakan, seperti sayuran dan buah-buahan.

Komoditas pangan yang telah diuji coba dengan metode fotodinamika antara lain adalah buah-buahan, daging unggas, sayuran, buah kering, serta biji-bijian. Menurut terbitan terkini di jurnal Food Research International, metode ini menjadi tren baru dalam teknologi pengolahan pangan.

Kelebihan dari metode ini adalah tidak melibatkan pemanasan bahan makanan dan tidak menggunakan zat kimia sintetik. Dengan demikian, metode fotodinamika sangat cocok diterapkan pada bahan pangan segar, sehingga lebih awet dan lebih aman untuk dikonsumsi.

Menariknya, penggunaan cahaya merah ternyata juga mampu mempertahankan warna hijau sayuran lebih lama selama penyimpanan. Jadi, metode ini tak hanya membunuh mikroba berbahaya pada bahan pangan, tetapi juga mempertahankan kualitas bahan makanan.

Uji coba pada stroberi segar menunjukkan hasil yang sangat baik. Stroberi segar yang disimpan di bawah pencahayaan lampu biru ternyata tidak mudah berjamur, warnanya tidak berubah, dan umur simpannya bertambah 2-3 hari. Bahan sensitizer yang digunakan berasal dari bahan alami seperti ekstrak kunyit, klorofil atau zat hijau daun, serta riboflavin atau vitamin B2.

Adapun kelemahan metode ini adalah penggunaan cahaya dan sensitizer yang masih terbatas efektif pada permukaan bahan pangan, sehingga desain peralatan dan jenis komoditas bahan makanan yang dapat diterapkan masih terbatas. Namun, seiring dengan perkembangan riset dan teknologi, bukan mustahil suatu hari peralatan dengan sinar UV akan disaingi dengan sinar merah ataupun biru.(*)

Berita Lainnya

Berita Terbaru

- Advertisement -spot_img

RP8888