Pada era teknologi informasi dan komunikasi yang semakin pesat, pemerintahan dituntut bekerja cepat dan cerdas. Salah satu bentuk adaptasi dari organisasi publik adalah melakukan inovasi atau inovasi sektor publik. Hadirnya inovasi tentu menjadi “oase” di tengah kekakuan birokrasi yang selama ini kita kenal (Turner et al., 2022). Menurut Demircioglu, (2023) studi inovasi pada organisasi publik berangkat dari prinsip swasta yang lekat dengan inovasi dan kreativitas sebagai core bisnisnya (New Public Management). Model bisnis itu berusaha dimodifikasi ke dalam organisasi publik agar memiliki kemanfaatan dalam memberikan layanan publik kepada masyarakat.
Inovasi sektor publik dimaknai sebagai ide, praktik atau mekanisme baru yang dikembangkan oleh organisasi publik dalam rangka meningkatkan kualitas dan efektifitas layanan kepada masyarakat (Bekkers & Tummers, 2018). Inovasi menjadi strategi pemerintah dalam meningkatkan kepercayaan dan kepuasan masyarakat dalam menyelesaikan permasalahan sosial.
Hadirnya inovasi sektor publik dalam tata kelola pemerintahan di Indonesia menjadi harapan besar bagi seluruh elemen masyarakat. Meskipun demikian, inovasi sektor publik tidak serta merta memberikan jaminan akan tujuan-tujuan baik yang diharapkan.
Keberlanjutan
Inovasi sektor publik harus memiliki prinsip keberlanjutan, siapapun pemimpinnya dan bagaimanapun proses penyelenggaraan pemerintahannya. Hal itu patut kita pertegas, karena pola pemerintahan di Indonesia yang sering berganti pemimpin berganti kebijakan dan sebagainya. Banyaknya inovasi sektor publik, khususnya inovasi layanan publik berbasis aplikasi dan teknologi di berbagai level pemerintahan mandek begitu saja.
Bahkan tercatat pada tahun 2024 terdapat 27.000 aplikasi layanan digital pemerintahan. Anggaran yang telah dikeluarkan untuk aplikasi layanan pemerintah pun cukup fantastis, mencapai Rp 6.2 triliun. Jumlah ini tentu sangat besar dan berdampak pada pembengkakan anggaran yang dibutuhkan. Pertanyaan selanjutnya, bagaimana potensi inovasi sektor publik pemerintahan Prabowo?
Kegagalan atau berhentinya sebuah inovasi seringkali disebabkan oleh kurangnya perhitungan yang matang dari pembuat kebijakan mengenai mekanisme proses dan kerangka berpikir mengenai inovasi sektor publik. Selain itu, inovasi tidak diikuti dengan peran kepemimpinan yang mendukung secara total yang dibuktikan dengan penguatan faktor-faktor internal organisasi di antaranya anggaran, kapasitas aparatur, budaya organisasi dan regulasi yang mengatur.
Hal itu diperkuat oleh hasil studi oleh Van der Wal & Demircioglu (2020) yang mengatakan pengaruh kepemimpinan, etik dan moral dari organisasi yang berpengaruh kuat terhadap sebuah inovasi.
Keberlanjutan inovasi menjadi titik krusial yang perlu menjadi perhatian bagi pemerintahan Prabowo, mengingat sumber daya yang dihabiskan tidak sedikit. Tidak hanya itu, dampak yang dirasakan oleh masyarakat akan menjadi indikator utama keberhasilan inovasi sektor publik. Tanpa itu, inovasi sektor publik tak ubahnya hanya merubah cara saja. Sehingga upaya sistematis dan logis perlu menjadi pertimbangan pemerintah era Presiden Prabowo dalam replikasi, modifikasi, dan difusi inovasi sektor publik dalam berbagai program pemerintah.
Beberapa program pemerintah yang selama ini mendorong inovasi sektor publik di antaranya Smart City oleh Kemterian Komunikasi dan Informasi (Kominfo RI), Innovative Government Award (IGA) oleh Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) dan lomba inovasi publik oleh Kementerian Pendayagunaan Aparatur Sipil Negara dan Reformasi Birokrasi perlu merubah mekanisme prosesnya sehingga sifat inovasi ini dijamin pelaksanannya dalam jangka panjang.
Di samping itu, para pemimpin publik perlu meredifinisi inovasi dalam terminologi jangka panjang. Sehingga inovasi dapat dipastikan keberlanjutannya dan muaranya kebermanfataan yang diperoleh masyarakat semakin luas.
Memperkuat Organisasi dan Aparatur
Untuk memperluas kemanfaatan dari adanya inovasi sektor publik, organisasi pemerintahan perlu meningkatkan kapasistas organisasi dan aparaturnya. Kapasitas organisasi ini dapat berupa sifat organisasi yang terbuka atas kritik dan saran. Sehingga upaya perbaikan bisa dilakukan terus menerus untuk mewujudkan service of excellent.
Tidak hanya itu kultur organisasi yang dimiliki juga harus kondusif dan mendorong terciptanya inovasi sektor publik. Selama ini banyak narasi yang berkembang bahwa inovasi sektor publik bisa hadir karena peran dari pemimpinnya. Narasi ini tidak sepenuhnya benar, akan tetapi perlu dilengkapi dengan tim dan perangkat organisasi yang mampu mendukung keputusan pemimpinnya.
Inovasi tidak seperti intuisi yang datang tiba-tiba dalam benak kita dan saat itu juga harus dilakukan. Artinya hadirnya inovasi harus didukung dengan mekanisme kerja yang sistematis dan kreatif. Tidak mungkin inovasi hadir pada organisasi publik yang toxic dan patologis. Jika pun bisa, saya berkeyakinan inovasi itu tidak akan berdampak besar dan berjangka panjang.
Individu-individu dalam organisasi publik atau yang disebut aparatur harus diberikan ruang yang nyaman dalam merumuskan inovasi sekaligus merawat inovasi yang telah dilaksanakan. Sebagai bentuk awal bahwa inovasi adalah sesuatu yang baru maka para pembuat kebijakan (policy maker) perlu menjamin bahwa aparatur yang ada dalam organisasi itu memiliki sifat adaptif dan agile terhadap perubahan. Resistensi yang ada justru akan merusak inovasi dari dalam tubuh organisasi yang bersangkutan.
Pola award dan punishment dapat menjadi alternatif menjaga konsistensi aparatur selain juga upaya penyadaran bahwa dalam jatidiri aparatur itu terdapat tugas melayani kepada masyarakat. Dengan mekanisme ini, tentu inovasi sektor publik yang akan dan dirumuskan akan memiliki dampak signifikan. Artinya tidak hanya merubah cara, atau penggunaan teknologi baru, tapi yang terpenting adalah dampak inovasi sektor publik dapat dirasakan oleh masyarakat luas.(*)