spot_img
Tuesday, April 29, 2025
spot_img

Mempertanyakan Survei Beasiswa KIP-K

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Viralnya kasus penerima beasiswa pendidikan Kartu Indonesia Pintar Kuliah (KIP-K) kembali mencuat. Ketimpangan menggurita tatkala oknum penerima beasiswa KIP-K bergaya hedon. Efek viral di media sosial itu berawal  dari sebuah akun di media sosial yang mengunggah informasi adanya mahasiswa penerima KIP-K, namun memiliki gaya hidup yang mewah.

Fenomena ini mulai menjadi perbincangan publik dimana beasiswa KIP-K yang sepantasnya harus diterimakan pada mahasiswa yang tidak mampu atau keterbatasan finansial justru diberikan kepada mahasiswa berkecukupan yang kerap membagikan gaya hidup yang mewah termasuk foto-foto gadget di akun media sosialnya.

-Advertisement- HUT

Beasiswa KIP-K yang seharusnya diterima pada siswa pandai dan berprestasi dari latar belakang kaum miskin justru salah sasaran. Ironisnya yang menerima dari keluarga mampu dari finansial.

Senyampang proses perkuliahan yang memerlukan modal biaya yang tidak sedikit, dapat dianalogkan bahwa pendidikan memiliki peranan yang sangat penting bagi perkembangan pengetahuan seseorang. Banyak sekali faktor yang memengaruhi prestasi belajar, yaitu dari dalam diri secara internal dan eksternal.

Permasalahan ekonomi dalam keluarga sebetulnya mengganggu kelancaran pendidikan bagi seorang anak terlebih jika dalam pembelajaran menggunakan media elektronik yang mungkin kurang bisa mereka jangkau. Banyak siswa yang terpaksa berhenti sekolah karena masalah biaya dan mereka harus mencari pekerjaan untuk membantu orang tua memenuhi kebutuhan hidup.

Berdasarkan Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 10 Tahun 2020 tentang Program Indonesia Pintar, KIP-K merupakan salah satu bentuk dari Program Indonesia Pintar (PIP). Program ini dijalankan berdasarkan Undang-Undang Nomor 12 tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi (UU Pendidikan Tinggi) yang menjelaskan bahwa pemerintah wajib memastikan kesempatan yang sama dalam pendidikan bagi seluruh warga negaranya.   Tujuan dari KIP-K ini adalah untuk memberikan bantuan biaya perkuliahan kepada anak-anak dengan kompetensi akademik dari keluarga yang memiliki kendala ekonomi. Selain bantuan biaya kuliah, penerima KIP-K juga akan mendapatkan bantuan biaya hidup per bulannya.

Dalam basis data terpadu adalah calon penerima beasiswa KIP-K juga harus tercatat dalam data Percepatan Penghapusan Kemiskinan Ekstrem (PPKE) dan terekam pada Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS) adalah dua sistem data penting yang digunakan dalam menentukan kelayakan penerima beasiswa KIP Kuliah.

Rekaman DTKS menjadi rujukan utama bagi pemerintah dalam menyalurkan berbagai bantuan sosial, termasuk KIP-K. Data PPKE digunakan sebagai salah satu kriteria dalam menentukan kelayakan penerima KIP-K terutama untuk mereka yang berada dalam desil 1-3 (desil terendah). 

Survei Ketat KIP-K

Survei ke rumah merupakan bagian dari proses verifikasi calon penerima, agar KIP Kuliah tepat sasaran. Selain survei langsung, beberapa perguruan tinggi juga melakukan wawancara secara online dan offline sebagai bagian dari proses verifikasi. Survei ke rumah calon penerima KIP-K bertujuan untuk memverifikasi berkas yang telah diunggah oleh pelamar.

Selain itu, tim KIP-K juga melakukan wawancara kepada orangtua atau warga setempat yang berkaitan tentang calon penerima beasiswa KIP-K. Survei tersebut juga untuk mengetahui dan memastikan kelayakan calon mahasiswa penerima beasiswa KIP-K dalam menerima bantuan biaya pendidikan.

Protes mahasiswa miskin yang tidak mendapatkan KIP-K seringkali muncul karena adanya ketidaktepatan sasaran penerima KIP-K dimana beasiswa tersebut justru diterima oleh mahasiswa yang tidak memenuhi persyaratan, yaitu berasal dari keluarga yang mampu secara ekonomi. Bentuk penyalahgunaan KIP-K ini tidak hanya merugikan secara finansial, tetapi juga merusak goodwill atau nama baik program KIP-K dari Kementerian itu sendiri dimana ini membuktikan kecacatan dari program tersebut.

Penyaluran dana KIP-K yang tidak tepat sasaran juga dapat menumbuhkan rasa ketidakpercayaan masyarakat terhadap program pemerintah. Dana yang seharusnya membantu mahasiswa yang kurang mampu untuk melanjutkan pendidikan tinggi ini justru disalahgunakan oleh oknum-oknum yang tidak bertanggung jawab.

Perlunya survei yang lebih teliti dalam mencermati dokumen, aset kekayaan, kondisi penghasilan orangtua, status orangtua terkadang janda, terkadang tidak bekerja karena sakit. Lokasi rumah yang terluar, terisolasi dengan medan yang sulit menjadi pertimbangan tersendiri. Calon penerima KIP-K yang sudah memiliki Kartu KIP di SMA bukan jaminan mereka untuk lolos. Sebaliknya jika keberadaannya dipandang mampu dari aset kekayaan, maka bukan menjamin mahasiswa tersebut untuk diloloskan.  

Survei dilakukan untuk memastikan kesesuaian data faktual dengan data dokumen yang disetor oleh mahasiswa. Temuan ketidaksesuaian antara dokumen dengan fakta di lapangan, tentu akan mengurangi poin penilaian. Penampakan foto rumah yang di dokumen berbeda dengan keadaan rumah saat diverifikasi, sehingga ini menjadi pertimbangan layak atau tidak layak untuk diloloskan. 

Bisa jadi foto rumah yang diunggah adalah foto rumah tetangganya. Oleh karena itu dalam menjalankan survei yang obyektif, jujur, dan prosedural agar bisa mendapatkan data otentik yang menjadi dasar dalam penilaian layak atau tidaknya mahasiswa menerima beasiswa KIP-K, semestinya yang diharapkan dan dinantikan masyarakat tidak mampu.(*)

-Advertisement-.

Berita Lainnya

Berita Terbaru

- Advertisement -spot_img