Mencari sosok presiden dan wakil presiden memang tak gampang. Seorang pemimpin negeri ini harus orang yang perkasa dan bijaksana. Walaupun sejatinya mereka adalah manusia biasa, namun sang presiden idealnya adalah sosok yang punya banyak kelebihan di atas rata-rata manusia biasa. Ibaratnya, kalau sang presiden itu tak bisa seperti dewa, minimal bisa serupa manusia setengah dewa.
Seperti dalam lagu bertajuk “Manusia Setengah Dewa” oleh Iwan Fals (2004) dalam penggalan syairnya dikatakan, “Wahai presiden kami yang baru, kamu harus dengar suara ini. Suara yang keluar dari dalam goa, goa yang penuh lumut kebosanan. Walau hidup adalah permainan, walau hidup adalah hiburan. Tetapi kami tak mau dipermainkan, dan kami juga bukan hiburan. Turunkan harga secepatnya, Berikan kami pekerjaan. Pasti kuangkat engkau, menjadi manusia setengah dewa. Masalah moral masalah akhlak, biar kami cari sendiri. Urus saja moralmu urus saja akhlakmu, peraturan yang sehat yang kami mau. Tegakkan hukum setegak-tegaknya, adil dan tegas tak pandang bulu. Pasti kuangkat engkau, menjadi manusia setengah dewa.”
Presiden adalah pemimpin negara. Dalam negara yang menganut sistem presidensial, negara biasa dipimpin oleh seorang presiden, bukan perdana menteri, juga bukan raja atau ratu. Serupa dengan raja, ratu, atau perdana menteri, presiden punya kekuasaan yang besar. Presiden punya power yang luar biasa untuk mengendalikan semua instrumen bangsa. Presiden adalah orang nomor satu di suatu negeri yang titahnya tak mudah ditolak. Presiden juga panglima tertinggi yang wajib dipatuhi komandonya.
Bisa saja sang presiden bertubuh kecil dan berbadan kurus, namun dia bisa sangat powerful. Bukan melalui penampilan fisiknya untuk mengukur kekuatan seorang presiden, namun lewat posisi dan kewenangannyalah yang bisa menjadikan sang presiden perkasa.
Orang-orang dekat di sekeliling presiden bisa jadi juga turut memengaruhi keperkasaan sang presiden. “Bisikan” orang-orang dekat presiden tak jarang harus didengar oleh presiden demi menjadikannya semakin perkasa.
Di Indonesia, presiden dipilih oleh rakyat lewat pemilu. Dalam pemilu 2024 mendatang, prosesnya cukup rumit dan panjang, biayanya pun mahal. Mencari sosok presiden untuk lima tahun ke depan memang harus dibayar mahal. Tak hanya perlu harta dan tenaga, nyawa juga bisa melayang demi proses pencarian pemimpin. Harapan seluruh rakyat Indonesia agar dapat menemukan presiden yang terbaik tentu sangat besar.
Kekuasaan Presiden
Berdasarkan pada UUD 1945, kedudukan Presiden Republik Indonesia sangat kuat sebagai Kepala Negara sekaligus Kepala Pemerintahan. Kedudukan lain presiden juga disebut dalam UUD 1945 dalam Pasal 10 yang menyatakan bahwa “Presiden memegang kekuasaan yang tertinggi atas Angkatan Darat, Angkatan Laut, dan Angkatan Udara.” Kedudukan ini biasanya presiden disebut sebagai Panglima Tertinggi atas ketiga angkatan bersenjata atau ketiga angkatan Tentara Nasional Indonesia.
Keperkasaan presiden juga didukung oleh kekuatan kepolisian. Seperti yang termaktub dalam UUD 1945 Pasal 10A, yang menyatakan bahwa “Presiden memegang kekuasaan tertinggi atas Kepolisian Negara Republik Indonesia.”
Sementara pada Pasal 11 mengatur mengenai kewenangan presiden untuk menyatakan perang dan damai serta kewenangan untuk membuat perjanjian dengan negara lain. Pasal 12 berkenaan dengan kewenangan menyatakan keadaan bahaya. Pasal 13 berkenaan dengan pengangkatan dan penerimaan Duta Besar dan Konsul. Pasal 14 mengenai pemberian grasi dan rehabilitasi, serta pemberian amnesti dan abolisi, dan Pasal 15 mengenai pemberian gelar, tanda jasa, dan tanda kehormatan lainnya.
Beberapa kedudukan presiden ini menjadikan presiden sebagai sosok yang sangat berkuasa dan ditakuti. Menjalankan kekuasaan yang begitu besar tentu tak mudah. Berbagai godaan terhadap penyelewengan kekuasaan sangat mungkin terjadi.
Apalagi kalau orang-orang dekat di sekeliling sang presiden sering “bisik-bisik jahat” demi kepentingan partai politik atau kepentingan pribadi atau kelompok tertentu. Ingat, kata Lord Acton (1834-1902) yang menyatakan bahwa kekuasaan cenderung korup.
Lord Acton menulis, “… Power tends to corrupt and absolute power corrupts absolutely…” Orang yang cenderung punya kekuasaan cenderung jahat dan apabila kekuasaan itu sangat besar dan banyak, maka kecenderungan kekuasaan itu akan disalahgunakan semakin besar.
Untuk itu kekuasaan harus dikontrol. Kekuasaan presiden yang besar perlu partisipasi publik agar turut mengontrol kekuasaan yang besar itu agar tak korup. Agar sang presiden tak menganggap kekuasaan yang melekat pada dirinya itu kekuasaan yang absolut.
Setengah Dewa
Kalau Iwan Fals mengumpamakan presiden sebagai manusia setengah dewa sebagai bentuk penghormatan karena presiden dinilai sebagai sosok yang lebih sempurna ketimbang rakyat kebanyakan. Presiden juga punya kuasa seperti yang telah di atur dalam Undang-undang. Presiden tak bisa menggunakan kekuasaanya secara absolut dan semena-mena. Kekuasaan presiden harus dibatasi dan dikontrol.
Tugas presiden adalah menyelesaikan persoalan rakyat. Masalah lapangan pekerjaan, masalah harga yang tak terjangkau, urusan penegakan hukun yang seadil-adilnya dan tak pandang bulu, soal intervensi asing, soal kesejahteraan, soal kerukunan umat, toleransi, dan kebersamaan menjaga NKRI, dan beragam permasalahan bangsa yang lain.
Itu sudah menjadi tugas yang harus diemban sang presiden dengan para pembantunya. Presiden harus mengutamakan kepentingan rakyat di atas kepentingan pribadi dan kelompoknya. Karena kekuasaan presiden sangat besar maka perlu peran serta rakyat dalam mengontrol jalannya pemerintahan.
Masyarakat harus selalu mengingatkan jangan-jangan sang presiden tertipu ulah Sengkuni jahat yang berusaha memalingkan presiden menjauh dari tujuan membela kepentingan rakyatnya. Kalau hal itu sampai terjadi tentu itu bukan seperti sifat dewa yang bijaksana.
Semoga dalam audisi pencarian presiden dan wakilnya lewat pemilu 2024 kita dapat menemukan sosok pemimpin yang mampu mewujudkan rakyat yang adil makmur dan sejahtera. Masyarakat yang rukun dan cinta damai juga semoga bisa tercipta. Segala kemajemukan dan perbedaan semoga tak menjadi alasan untuk berseteru, namun kebinekaan itu menjadi sarana untuk menyatu.
Presiden setengah dewa merupakan harapan pada presiden baru yang mampu bertindak bak dewa. Presiden setengah dewa adalah kerinduan akan sosok presiden yang bisa menyelesaikan semua persoalan yang sekarang sedang melanda negeri ini. Karena persoalan di negari ini sangat luar biasa besarnya dan ketika presiden mampu menyelesaikan semua persoalan itu maka bisa jadi kita menyebutnya sebagai presiden setengah dewa.(*)