Membangun itu lebih mudah ketimbang merawatnya. Pembangunan yang ramah lingkungan tentu tidak semudah membalik telapak tangan. Butuh komitmen bersama para multistakholders agar Pembangunan tak serampangan. Pembangunan berkelanjutan menjadi keniscayaan. Pembangunan tak sakadar membangun dalam aspek ekonomi semata, tetapi juga aspek sosial dan lingkungan yang tak bisa dipisahkan. Sehingga nantinya pembangunan tak hanya mengejar keuntungan dalam aspek ekonomi tetapi abai dalam pelestarian lingkungan
Tanda-tanda pembangunan yang berorientasi ekononomi an sich mulai mengemuka dan menyeruak ke permukaan. Terbukti ruang-ruang terbuka publik yang sejatinya menjadi ruang terbuka hijau harus luruh dengan kepentingan ekonomi semata dengan dalih Pendapatan Asli Daerah (PAD).
Dus, pembangunan mall, hotel semakin berkontribusi nyata dan mengancam kelestarian lingkungan. Terbukti banyak pembangunan hotel di Kota Malang belum memiliki dokumen amdal. Pengelolaan sampah yang tidak tertata semakin membuktikan bahwa pembangunan berkelanjutan sekadar terma usang yang sulit diwujudkan. Fakta ini sejatinya tidak sekadar urusan pemerintah semata. Lebih dari itu, kolaborasi semua pihak menjadi jalan tunggal yang tidak bisa dielakkan.
Pembuangan sampah sembarangan oleh warga menjadi bukti sohih bahwa permasalahan sampah menjadi persoalan kita semua. Menuntaskan penyakit akut ini harus dimulai dari hulu sampai hilir. Banyak warga yang membuang sampah di lahan kosong, sehingga menimbulkan pemandangan yang kurang elok dan asri.
Sampah menjadi ancaman kita semua, pengelolaan sampah yang tidak melibatkan semua pihak tentu banyak kendala. Sebagaimana disampaikan oleh Wahyu Setianto Kepala Dinas Lingkungan Hidup Kota Malang bahwa volume sampah naik 10 persen berasal dari rumah tangga, dan setiap hari sampah mencapai 600 ton (14/2/22).
Secara normatif komitmen Kota Malang dalam memerangi sampah perlu diapresiasi, meskipun hanya diatur dalam surat edaran Wali Kota Nomor 8 Tahun 2021 Tentang Pengurangan Sampah Plastik. Tentu perlu ditingkatkan dari sekadar Surat Edaran menjadi Peraturan Daerah (Perda) sebagai wujud Political Will untuk mengurangi sampah
Pembangunan yang hanya berorientasi keuntungan tetapi abai terhadap persoalan sosial dan lingkungan, maka sewaktu-waktu akan menjadi bom waktu. Kesehatan terancam, produktifitas dan angka harapan hidup menjadi taruhannya.
Pembangunan berkelanjutan sudah diatur dalam Peraturan Presiden No 59 tahun 2017. Tetapi akan mandul dan jauh panggang dari api jika dalam tataran praksis tidak dibarengi dengan iktikad baik oleh pemerintah provinsi dan kota/ kabupaten. Dan pada gililarannya menguap bersama ruang dan waktu
Tampaknya pemerintah terlalu renta jika pembangunan dipundakkan terhadap pemerintah saja. Pembangunan yang ramah lingkungan dan inklusif harus melibatkan semua pihak. Gerakan civil society dan pegiat lingkungan, aktivis mahasiswa, perguruan tinggi bahkan ormas keagamaan harus memiliki satu ritme dan irama agar pembangunan mau tidak mau harus memiliki spirit keberlanjutan.
Para aktivis mahasiswa sudah saatnya tidak sekadar merespon isu-isu politik kebijakan nasional. Lebih dari itu, aksi gerakannya lebih menitikberatkan pada persoalan lokal yang setiap detik mengancam kesehatan kita.
Sebagai agen perubahan sosial tentu kiprah mahasiswa dalam memerangi sampah utamanya sampah plastik menjadi aksi nyata dan mendesak. Ini menjadi bukti konkrit tentang sensitifitas gerakan mahasiswa untuk menyelamatkan masa depan Indonesia
Untuk memutus mata rantai dosa sosial, intelektual yang berjibaku dengan keilmuan, mengampanyekan pembangunan berkelanjutan tidak bisa ditawar. Salah satu ancaman nyata dan mendesak adalah bagaimana kampus sudah tidak menggunakan bahan plastik di setiap momen kegiatan kampus. Hal ini penting dilakukan karena sampah plastik masih menjadi pemandangan sehari-hari setiap ada kegiatan atau menjadi menu sehari-hari.
Kampus harus menjadi imam gerakan pembangunan berkelanjutan. Jumlah kampus yang ada di Malang berjumlah 62 yang tersebar di Kota Malang maupun Kabupaten. Secara kalkulatif, berapa sampah yang dihasilkan oleh perguruan tinggi baik negeri maupun swasta.
Jika diurai lebih cermat, kita tidak bisa membayangkan berapa volume sampah plastik yang dihasilkan dari kegiatan di kampus baik kegiatan dosen-karyawan bahkan mahasiswa. Sementara pengelolaan sampah organik dan an organik hanya diatur tempat pembuangan sampah sementara, belum ditata sampai pada tempat pembuangan sampah akhir (TPS)
Sementara efek dari sampah plastik berimplikasi terhadap kerusakan lingkungan. Karena plastik mengandung racun-racun partikel plastik yang masuk ke dalam tanah yang kemudian membunuh hewan pengurai seperti cacing. Bahan poliklorinasi (polychlorinated biphenyl atau PCB).
Tak hanya itu sampah plastik juga berkontribusi terhadap pemanasan global, banjir rantai makanan dan polusi udara. Karena sampah plastik yang dibakar tidak sempurna menyebabkan partikel-partikelnya tidak terurai dengan sempurna sehingga menjadi dioksin udara. Akibatnya ancaman penyakit kanker bagi manusia tak terbantahkan.
Berpijak pada fakta itulah, maka kolaborasi semua pihak dalam menuntaskan persoalan sampah menjadi mutlak adanya. Regulasi tanpa dibarengi dengan kesadaran bersama hanya menjadi pepesan kosong tanpa makna.
Perguruan tinggi tidak sekadar bermain narasi imajiner dan tidak terlibat secara langsung dalam kerja-kerja pengorganisasian masyarakat. Intervensi kesadaran masyarakat menjadi keniscayaan bagi sivitas akademik. Keterlibatan langsung (live in) dan sustainable menjadi solusi nyata agar Masyarakat terjaga dari tidur panjanganya bahwa sampah plastik menjadi ancaman dalam kehidupan kita.
Ada adagium dahsyat yang patut dicontoh oleh kita semua. Satu keteladanan lebih berarti ketimbang seribu ceramah. Tampaknya ini menjadi otokritik bagi kita semua yang seringkali menyampaikan pentingnya pembangunan berkelanjutan, ramah lingkungan, melestarikan lingkungan sementara kita masih mengonsumsi dengan menggunakan botol berbahan plastik.
Sejatinya, ini harus menjadi kesadaran kolektif dalam kerja kolaboratif bahwa memerangi ancaman sampah harus dilakukan bersama-sama. Para pelaku usaha (UMKM) hotel, mall dan semua elemen masyarakat untuk bersama-sama berkomitmen untuk memerangi sampah. Pun, pengelola pendidikan dari PAUD sampai perguruan tinggi menjadi teladan bagi masyarakat bahkan para elit politik negeri ini, plastik akan membunuhmu.(*)