.
Saturday, December 14, 2024

WEEKEND STORY

Menerbangkan Asa di Paralayang

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Tekad Tekun

Tekad yang kuat membawa Shaira Adya ke olahraga dirgantara. Tekun berlatih menghasilkan prestasi di cabang olahraga paralayang. Namun pendidikan tak boleh ditinggalkan karena bekal hidup. ***

MALANG POSCO MEDIA-Tak pernah dibayangkan sebelumnya oleh Shaira Adya. Ia kini dikenal karena prestasinya. Yakni sebagai atlet paralayang. Itu berangkat dari rasa penasaran terhadap olahraga dirgantara ini.

“Awalnya aku tidak kenal sama paralayang dan sempat penasaran paralayang itu seperti apa,” kata  Ara, sapaan akrab Shaira Adya memulai ceritanya kepada Malang Posco Media.

Ia menceritakan, perkenalannya dengan olah raga paralayang setelah diajak ke paralayang oleh sang ibu. Saat itu  Ara masih jadi atlet renang Kota Batu.

“Setiap aku pulang renang selalu minta lihat paralayang ke mama aku dan selalu dituruti,” ujarnya. 

Hingga pada akhirnya, ia meminta untuk terbang tandem. Setelah tandem ternyata Ara mulai tertarik karena menurutnya sangat menantang dan seru. Meski diakui awalnya sempat mual saat terbang.

“Waktu itu aku cuma  mikir kapan lagi sih ada cewe suka tantangan. Tidak berpikir panjang aku langsung minta ke mama buat ikut paralayang,” ingatnya.

Gayung bersambut, apa yang diinginkannya mendapat dukungan dari sang ibu. Meski ayahnya sempat ragu karena olah raga paralayang terlalu ekstrim bagi perempuan.

Tak ingin cita-citanya putus di tengah jalan, Ara selalu meyakinkan kedua orangnya bahwa ia bisa. Hingga pada akhirnya di kenalkan kepada pelatih Paralayang Alap Alap School yang bernama Bayu Krisna.

“Saat bertemu dengan Pak Bayu kami ngobrol banyak. Beliau mulai menjelaskan bagaimana sih paralayang itu dan apa saja alat yang di butuhkan,” tuturnya.

Meski sudah tahu dasarnya, diungkap Ara, orang tuanya masih merasa ragu. Selain olah raganya yang ekstrim. Peralatannya juga mahal.

“Tapi saya tetap bersikeras meyakinkan orang tua saya dan saya berbicara kepada orang tua saya bahwa saya bisa dan saya pasti bisa lebih hebat di paralayang,” ceritanya.

Keteguhan Ara pada akhirnya membuat kedua orang tuanya luluh. Terutama sang ayah. Saat belajar masih memakai alat pinjaman dari

Paralayang Alap Alap School. 

Ia pun belajar dasar paralayang atau ground handling seperti latihan mengangkat parasut, latihan mengoreksi parasut, mengoperasikan parasut hingga cara menghadapi atau menangani gagal take off dan masih banyak lagi.

Setelah dua bulan lamanya belajar, Ara akhirnya terbang perdana pada April 2016.  “Rasanya sangat deg-degan bercampur perasaan senang akhirnya saya mengudara,” kenangnya sembari tersenyum.

Ia pun  mendapat lisensi setelah 40 kali terbang agar bisa mengikuti kejuaraan.  Batu Liga Jatim merupakan ajang perdana  yang ia ikuti. Pertama ikut kejuaraan paralayang dikenangnya sangat berkesan. Karena banyak lawannya yang sudah profesional.

“Tapi mama saya selalu berpesan kalau di kejuaraan pasti ada menang dan kalah. Selagi kita bisa berusahalah, jangan dengarkan yang lain. Karena menang adalah bonus dan kalah adalah pengalaman terhebat,” katanya.

Kejuaraan demi kejuaraan diikutinya. Namun prestasi masih belum bisa diraih. Hingga akhirnya bersama dengan rekannya Syahdana Revi, Ara meraih medali perunggu dalam kelas ketepatan mendarat beregu putri dan meraih perunggu dalam Porprov VI Jatim.

“Ini sangat membanggakan. Karena dari semua proses yang saya lalui bisa membuat orang tua bangga,” pungkasnya. (eri/van)

Berita Lainnya

Berita Terbaru

- Advertisement -spot_img
- Advertisement -spot_img