Pesta demokrasi Pemilihan Presiden (Pilpres) 2024 telah usai. Terlepas dari berbagai kontroversi sepanjang prosesi pilpres berlangsung, termasuk kemungkinan adanya upaya hukum pasangan calon (paslon) lain. Faktanya hasil hasil hitung cepat (quick count) dari semua lembaga survei yang sangat kredibel mengungkap paslon nomor urut dua, Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka, menang telak.
Dari hasil real count di situs resmi Komisi Pemilihan Umum (KPU) yakni pemilu2024.kpu.go.id, Senin (26/2/2024) pukul 07.00 WIB, menunjukkan paslon nomor urut 2, unggul sementara dengan raihan 58,84 persen suara. Data yang ditampilkan berasal dari 634.374 TPS atau 77.06 persen dari total 823.236 TPS yang ada di Indonesia.
Tugas dan peran utama masyarakat saat ini adalah mengawal mandat tersebut serta menunggu realisasi dari janji-janji besar dari paslon yang memenangkan pilpres 2024. Salah satu janji penting dan yang paling populis yakni program makan siang gratis.
Belajar dari Bharat
Dari sekitar 76 negara yang telah menyediakan makan siang gratis di sekolah, maka salah satu negara yang bisa dijadikan kiblat dalam pelaksanaan makan siang gratis adalah Bharat, sebutan lain dari negara India.
Nature Communication, sebuah jurnal internasional bergengsi dengan kualitas tertinggi (Q1), melalui sebuah artikel hasil riset ilmiah bertajuk Intergenerational nutrition benefits of India’s national school feeding program (2021), menyebutkan bahwa dampak dari program makan siang gratis di sekolah-sekolah di India yang disebut Mid Day Meal/MDM, berhasil memperbaiki kondisi antargenerasi dalam pertumbuhan linier anak.
Riset tersebut menggunakan data nasional dari tahun 1993 hingga 2016, melibatkan penerima manfaat termasuk ibu-ibu serta anak-anaknya. Terbukti bahwa anak-anak yang lahir dari ibu yang mengikuti program MDM, memiliki skor HAZ yang lebih tinggi. Skor HAZ adalah rasio tinggi badan terhadap umur (Height-for-Age Z-score/HAZ), merupakan indikator utama dampak program MDM. Semakin tinggi skor HAZ semakin baik tingkat pertumbuhan anak.
Namun demikian, ada beberapa hal yang perlu dicermati lebih jauh terkait pelaksanaan program makan siang gratis ini. Pertama, tahap pelaksanaan. Tidak ada program yang bersifat massive di negara manapun di seluruh dunia yang berhasil secara instan. Diperlukan waktu dan tahapan yang panjang untuk mencapai tujuan akhirnya. Bahkan India memerlukan waktu hingga 10 tahun (2006-2016) untuk mencapai kenaikan skor HAZ sebesar 13-32 persen.
Kedua, perlunya payung hukum serta kepastian anggaran untuk pelaksanaan dan keberlanjutan dari program makan siang gratis. Sebagai contoh, di India, Mahkamah Agung mengeluarkan perintah khusus untuk memastikan pemerintah menjalankan program tersebut. Selanjutnya India mampu mengukir kisah sukses implementasi program MDM sehingga sanggup mendorong terjadinya perubahan di sektor pertanian secara bermakna. Penyediaan pangan lokal meningkat pesat. Bahkan produksi susu segar dalam negeri meningkat secara tajam, berubah dari negara importir menjadi eksportir susu.
Menurut dataindonesia.id (2022), total produksi susu dan produk susu di India diestimasikan mencapai 210,48 juta ton pada 2021. Jumlah itu menjadikan India sebagai produsen susu terbesar di dunia
Bijak dengan Anggaran Negara
Anggaran untuk makan siang gratis tergolong jumbo, sebesar Rp 450 triliun, nyaris sama dengan rencana total anggaran untuk proyek pembangunan Ibu Kota Nusantara (IKN) sebesar Rp 466 triliun. Angka yang akan sulit terpenuhi tanpa komitmen politik anggaran yang mumpuni. Masalah timbul jika tidak ada upaya kreatif untuk meningkatkan pendapatan negara sehingga terjadi kenaikan tax ratio atau rasio pajak secara signifikan. Rasio pajak merupakan perbandingan antara besarnya pajak yang berhasil dihimpun negara terhadap produk domestik bruto (PDB).
Jika persoalan seperti ini yang terjadi, maka pada akhirnya yang muncul hanyalah utak-atik atau sekadar realokasi, yang akhirnya akan membebani Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) yang sudah ada.
Penggunaan instrumen fiskal berupa kenaikan bea masuk impor komoditas seperti gandum, berpotensi menjadi cara kreatif dan bisa menambah pundi-pundi anggaran. Sejauh ini, gandum yang pemenuhannya 100 persen dari impor, hanya dikenai bea masuk sebesar nol hingga lima persen, termasuk yang terendah di dunia. Selanjutnya, penerapan cukai terhadap minuman berpemanis dalam kemasan (MBDK), yang selalu ditunda selama tujuh tahun sejak diwacanakan 2016, bisa menjadi celah untuk membantu melonggarkan ruang fiskal yang ada. Konsumsi gula yang berlebihan menjadi salah satu sebab utama terjadinya obesitas dan lebih jauh lagi diabetes melitus (DM) tipe-2. Jangan sampai penerapan cukai MBDK menjadi paradoks, dianggap penting tetapi selalu ditangguhkan penerapannya.
Para pakar ekonomi juga memberikan opsi lain penerimaan negara, misalnya lewat dana dari hasil putusan pengadilan yang sudah inkracht, seperti dana lelang aset BLBI. Opsi lain, mengejar objek pajak baru, seperti penerapan pajak kekayaan (windfall profit tax) untuk perusahaan di sektor komoditas primer.
Harapan masyarakat luas, mudah-mudahan tidak hanya janji makan siang gratis yang bisa terwujud dengan paripurna, tetapi juga program-program penting lainnya, dengan tetap bijak dalam menggunakan anggaran negara. Mari kita kawal secara bersama-sama.(*)