Oleh : Prof. Dr. H. Maskuri Bakri, M.Si
Rektor Universitas Islam Malang
Para pakar memaknai kurban sebagai suatu sarana mendekatkan diri (taqarrub) kepada Allah SWT. Kurban dalam makna khusus sebagai penyembelihan hewan ternak yang dilaksanakan atas perintah Allah SWT pada Hari Raya Idul Adha dan hari-hari tasyriq (ayyam al-tasyriq), yakni tanggal 11, 12 dan 13 Dhulhijjah, dengan tujuan mendekatkan diri kepada Allah SWT dan menjauhkan dari sifat-sifat kebinatangan.
Berkurban merupakan bukti syiarnya agama Islam, hal ini terbukti seluruh umat Islam menyelenggarakan pemotongan hewan kurban. Bahkan berkurban sebagai wujud kepedulian terhadap sesama manusia, di mana hasil pemotongannya dibagikan kepada orang fakir dan miskin. Berkurban sebagai bukti ketaatannya kepada Allah SWT, hal ini sebagaimana dikisahkan nabi Ibrahim dan Ismail, di mana nabi Ibrahim sampai tega mengorbankan anak kesayangannya untuk disembelih (dikorbankan) demi mewujudkan ketaatannya kepada Allah SWT.
Di sini ajaran agama berperan menuntun perasaan manusia dalam nuansa agamis-sosiologis menurut keridhaan Allah. Dalam Islam, sikap ketaatan, ketundukan dan kepatuhan terhadap perintah Allah dan melaksanakan perintah Allah itu sebagaimana adanya merupakan bagian dari esensi keimanan. Di luar aspek ubudiyah, ajaran Islam sangat terbuka terhadap penalaran dan ijtihad kemanusiaan yang membawa kemajuan dan kemaslahatan.
Fungsi kurban sebagai sarana untuk mengurangi akan keburukan-keburukan atau dosa-dosa, hal ini sebagaimana hadits Rasulullah SAW yang artinya: “Ketahuilah sesungguhnya kurban-kurban yang kalian lakukan (kurbankan) akan menjadi penyelamat bagi kalian (para pelaku kurban) dari keburukan dunia dan keburukan akhirat”. Di sisi lain Rasulullah SAW sangat membenci dan mengancam orang-orang yang tidak mau atau enggan berkurban, hal ini sebagaimana hadits Rasulullah SAW yang artinya: “Barang siapa yang memiliki kemampuan untuk berkurban tetapi tidak mau berkurban, maka mati sajalah ia sebagai orang Yahudi atau orang Nasrani”.
Dalam hadits yang lain Rasulullah SAW juga bersabda: “Barangsiapa yang memiliki kemampuan untuk berkurban tetapi tidak mau berkurban, maka jangan sekali-kali mendekati tempat shalat”.
Dalam hadits lain Rasulullah mengatakan kepada puterinya Fatimah; “Hadirilah kurbanmu dan saksikanlah, sesungguhnya dengan kurban itu engkau akan mendapat ampunan dari dosa yang engkau perbuat pada permulaan tetesan darahnya.” (HR Al-Hakim, Baihaqi, dan Tabrani).
Kurban mengandung dua aspek. Pertama, aspek ‘ubudiyah, dimana orang yang melakukan sembelihan kurban itu akan mendapat pahala, yang akan menjadi simpanan untuk kebahagiaan dan kenikmatan rohaniah di hari akhirat kelak. Kedua, mengandung nilai-nilai ijtima’iyah, kemasyarakatan, karena dengan sembelihan hewan kurban itu yang harus dibagi-bagikan sebagian dagingnya kepada kaum fakir miskin dan anak yatim, maka kita telah dapat melaksanakan amaliah sosial, menyantuni orang-orang yang miskin.
Pelaksanaan kurban mengandung makna simbolik menyembelih “sifat-sifat kehewanan”. Seperti keserakahan dan kerakusan yang merusak kehidupan manusia baik secara pribadi maupun kolektif serta menodai kemuliaan sifat manusia sebagai khalifah Allah di muka bumi. Ibadah kurban juga merefleksikan ketaatan manusia kepada syariat Allah Penguasa Tunggal di alam semesta. Dalam QS. 22:37 dinyatakan “bukanlah daging hewan kurban dan darahnya itu yang sampai kepada Allah, tetapi yang sampai kepada-Nya ialah ketakwaan umat yang berkurban”.
Membangun Kemuliaan Hidup
Sebagai aktualisasi semangat berkurban yang diajarkan agama, setiap muslim perlu memupuk jiwa pengorbanan untuk kemuliaan hidup. Sejarah mencatat pengorbanan tak dapat dipisahkan dari perjuangan hidup orang-orang besar dan bangsa-bangsa di dunia. Dalam khazanah sastra dikenal ungkapan; tiada keberhasilan tanpa pengorbanan, berakit-rakit ke hulu berenang-renang ke tepian, bersakit-sakit dahulu bersenang-senang kemudian.
Pengorbanan di jalan Allah dan berkorban karena Allah adalah suatu kemuliaan. Tetapi mengorbankan orang lain untuk kepentingan diri dan kelompok sendiri adalah kejahatan. Di tengah arus materialisme, individualisme dan hedonisme yang melanda dunia, umat Islam dan semua umat beragama perlu menghidupkan idealisme dan semangat pengorbanan sampai akhir zaman. Semangat pengorbanan mendorong kebiasaan baik, seperti memberi, berbagi dan peduli sesama.
Jika ditelaah lebih jauh syariat kurban mengajarkan banyak hikmah untuk kemajuan umat. Salah satu contoh konkrit, permintaan hewan kurban setiap tahun membangkitkan kesadaran umat untuk mengembangkan industri peternakan halal dan mewujudkan swasembada ternak milik rakyat. Usaha ternak hewan kurban tentu saja harus dilakukan secara amanah, profesional dan tanggungjawab yang besar.
Selain itu, daging kurban haruslah terdistribusi terutama kepada warga kurang mampu, anak yatim dan sebagian dinikmati oleh pekurban. Kurban membawa hikmah untuk perbaikan gizi dan kualitas konsumsi masyarakat. Daging kurban tidak boleh diperjual-belikan dengan alasan apapun. Pelaksanaan kurban memberi inspirasi kepada umat Islam bagaimana pentingnya pendataan penduduk, statistik sosial dan pendistribusian yang tepat sasaran dan luas manfaatnya. Pengolahan daging kurban dalam kemasan kaleng merupakan salah satu inovasi umat untuk meluaskan manfaat kurban.
Sisi lain berkurban dapat menjadi sarana penyempurna ibadah. Dengan demikian bahwa berkurban bisa menjadi sarana sosial sekaligus menjadi sarana ibadah. Untuk itu berkurban jangan hanya dipahami secara tekstual saja, tetapi juga harus dipahami secara konstekstual. Secara luas berkurban tidak serta merta hanya dapat diwujudkan dalam bentuk pemotongan hewan sebagaimana yang biasa dilakukan setiap hari raya idul adha dan hari-hari tasyriq, tetapi berkurban juga bisa diwujudkan dalam bentuk-bentuk yang lain (harta, tenaga, pikiran/ide, waktu, egoisme dan lain-lain). Hal ini sebagaimana hadis Rasulullah SAW yang artinya “Barangsiapa yang mempunyai ilmu, maka berikanlah ilmunya, barangsiapa yang mempunyai harta, maka berikanlah hartanya, dan barangsiapa yang mempunyai kekuatan/tenaga, maka berikanlah kekuatan/tenaganya”.
Ibadah kurban sebagai ritual ketundukan sekaligus inspirator pengembangan kesalehan sosial bagi orang muslim, sehingga ibadah kurban tidak hanya menjadi kegiatan rutinitas yang sifatnya sekedar bagi-bagi daging, melainkan ibadah kurban dapat mengandung 3 (tiga) makna yang dalam; Pertama, ibadah kurban merupakan bentuk kesediaan manusia untuk mengorbankan harta bendanya demi menuju jalan Allah. Kedua, ibadah kurban dilakukan demi membela dan membantu kaum dhuafa’, khususnya fakir dan miskin. Ketiga, ibadah kurban dapat dijadikan spirit atau motivasi untuk menuju kehidupan yang lebih baik. (*)