.
Thursday, December 12, 2024

Menghindari Jebakan Pola Asuh Ketat: Kunci Kesejahteraan Anak dalam Keluarga

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Malang Posco Media – Menjadi orang tua yang baik memerlukan dedikasi tambahan karena teknik pengasuhan anak yang paling berhasil tidak selalu merupakan kemampuan bawaan. Banyak orang tua yang peduli meyakini bahwa dengan menetapkan serta menegakkan batasan dengan tegas, mereka berusaha memberikan yang terbaik bagi anak-anak mereka.

Akan tetapi, penggunaan pola asuh yang sangat ketat dapat menimbulkan masalah perilaku pada anak, meskipun kadang-kadang diperlukan untuk memastikan ketaatan mereka dalam jangka waktu tertentu.

Dikutip dari laman Hindustan Times, Rabu (6/12), dalam sebuah penelitian pada tahun 2015, para peneliti di Royal University of Phnom Penh menemukan bahwa lebih dari 60 persen mahasiswa dan staf menderita kecemasan atau depresi, dan beberapa orang mengaitkan kondisi ini dengan pola asuh yang keras.

Pola asuh otoriter bersifat kaku dan dikaitkan dengan hasil yang buruk. Pada pola asuh ini, orang tua tidak ingin membicarakannya atau mendengar apa yang dikatakan anaknya.

Ahli Ontologi, Pakar Kesehatan Mental & Hubungan Aashmeen Munjaal mengatakan ekspektasi yang berlebihan dan perhatian yang terbatas biasanya merupakan karakteristik dari pola asuh yang ketat. Hal ini mungkin berdampak buruk pada pertumbuhan dan kesejahteraan anak-anak dalam jangka panjang.

“Meskipun ketertiban dan disiplin diperlukan untuk mengasuh anak secara efektif, pendekatan yang terlalu ketat mungkin mempunyai akibat buruk yang berdampak pada kesejahteraan sosial, psikologis, emosional, dan mental anak,” katanya.

Dalam hal dampak emosional, pengasuhan yang kaku menyebabkan rendahnya harga diri karena kebijakan ini mengutamakan pembatasan dan kepatuhan dibandingkan menumbuhkan rasa kemandirian pada anak. Hal ini membatasi lebih dari sekadar kehidupan.

Hal ini juga dapat menghalangi anak untuk mengambil inisiatif dan mewujudkan potensi penuh mereka, selain membatasi mereka untuk hidup sesuai dengan stereotip yang ada.

Lebih lanjut ia mengatakan anak-anak yang diasuh dengan ketat lebih mungkin mengalami kecemasan dan ketegangan psikologis karena mereka tumbuh dalam lingkungan yang selalu penuh tekanan.

Fobia yang melumpuhkan secara emosional karena melakukan kesalahan atau menanggung akibatnya mungkin muncul. Hal ini juga mungkin membuat sulit untuk mengkomunikasikan perasaan dan emosi mereka.

“Tumbuh di lingkungan yang kaku dapat menyulitkan anak-anak memperoleh keterampilan sosial dan juga berkontribusi pada kurangnya komunikasi antarpribadi, yang dapat mempersulit pembentukan dan mempertahankan hubungan, atas dasar emosional dan mungkin terlihat jauh atau kaku bagi orang lain,” tambah Munjaal.

Praktik pola asuh yang terlalu ketat juga bisa membuat anak mudah memberontak seiring bertambahnya usia remaja dan bersentuhan dengan kekuasaan dengan hal-hal negatif dan pembatasan.

Suasana yang membatasi ini dapat menghambat kapasitas anak untuk berpikir logis dan mengatasi situasi dengan kreativitas, yang dapat menghambat perkembangan kognitif, kata Aashmeen.

Dampak lainnya dari pola asuh ketat antara lain rendahnya harga diri, pencarian validasi eksternal di luar rumah, berkurangnya empati karena sifat yang kaku, hubungan yang tegang antar teman, menarik diri dari komunikasi dengan orang tua, depresi dan mengembangkan kepribadian ganda pada anak.(ntr/mpm)

Berita Lainnya

Berita Terbaru

- Advertisement -spot_img
- Advertisement -spot_img