Oleh : Fahrurozi Attamimi, MH.
Penyuluh Agama Islam Kemenag Kota Malang
Kita wajib bersyukur kepada Allah SWT yang telah menjadikan kita sebagai ummat Rasulullah SAW, ummat yang terbaik. Rasulullah SAW sosok yang identik dengan rahmat atau kasih sayang. Allah Swt berfirman, Artinya: “Dan tidaklah kami mengutusmu kecuali sebagai rahmat bagi sekalian alam. (QS. Al-Anbiya: 107)
Rasulullah SAW amat besar cinta dan kasih sayang beliau kepada ummatnya. Dan beliau pun mengajarkan kepada kita ummatnya untuk saling mengasihi dan menyayangi. Harus menebar rahmat bukan menebar laknat. Beliau bahkan tidak bersikap keras atau melaknati orang-orang yang kufur. Pernah suatu ketika para sahabat Rasulullah SAW meminta beliau agar mendoakan kebinasaan orang-orang musyrik yang sudah keterlaluan. Mereka mencaci maki, memfitnah dan menzhalimi Kanjeng Nabi SAW. Tapi malah menjawab, Lam ub’ats la’aanan innamaa bu’itstu rahmatan. (Tidaklah aku diutus sebagai pelaknat, tetapi aku diutus sebagai rahmat)
Allah Yang Maha segalanya tetap mengedepankan Rahmat atau kasih sayang-Nya. Dan dengan tegas pula dinyatakan oleh Allah, warohmati gholabat ghodobi, (Dan, rahmat-Ku mengalahkan kemurkaan-Ku).
Salah satu bukti nyata betapa sifat Rahmat dan kasih sayang Allah yang lebih dominan, bisa dilihat pada surat Al-Fatihah. Dimana dari 99 nama-nama-Nya yang Indah, Asmaul Husna, Allah memilih nama Ar-Rahman dan Arrahiiim, yang disebutkan dalam surat Fatihah yang merupakan Ummul Qur’an. Bahkan Allah SWT mengulanginya dua kali. Pada ayat pertama, Bismillahirrahmanirrahim dan ayat ketiga, Arrah maanirrahim.
Pemilik rahmat adalah Allah SWT sedangkan Rasulullah adalah distributor tunggal rahmat Allah SWT. Kehadiran beliau dengan ajaran agama yang dibawanya betul-betul menjadi rahmat, kebaikan bagi seluruh makhluk Allah SWT. Maka kita sebagai ummat beliau harus menjadi agen-agen atau penyalur daripada rahmat Allah SWT. Menebar kasih sayang dan kebaikan sesuai kapasitas yang kita miliki. Sesuai maqom atau kedudukan yang kita.
Kita harus berusaha agar menjadi orang yang baik dan sekaligus bermanfaat. Sholeh secara individual maupun sholeh secara sosial. Dengan menjadi orang yang sholeh secara individual paling tidak kehadiran dan keberadaan kita di tengah keluarga, di sebuah komunitas, di tengah masyarakat atau pun dalam sebuah bangsa tidak menjadi masalah atau problema bagi orang lain. Minimal keberadaan kita tidak menyusahkan atau merugikan bagi orang lain. Ini sudah menjadi salah satu point positif. Dan, Rasulullah SAW juga sudah mengingatkan kepada kita agar jangan sekali-kali menjadi sosok yang merugikan apalagi menzhalimi orang lain.
Menjadi sholeh individual tentu baik, namun akan lebih baik jika bisa menjadi manusia yang shaleh secara sosial. Maksudnya menjadi manusia yang bisa memberikan manfaat bagi orang lain. Sekecil apapun. Sesuai kapasitas dan kapabilitas yang dimilikinya. Ada manusia yang paling bermanfaat. Sebagaimana disabdakan oleh Rasulullah SAW, Artinya: “Sebaik-baik manusia adalah yang paling bermanfaat bagi manusia” (HR. Ahmad, ath-Thabrani, ad-Daruqutni)
Setiap orang memiliki kemampuan yang berbeda-beda. Ada yang bisa memberikan manfaat berupa ilmu. Ada yang memberikan manfaat dalam bentuk harta kekayaan. Ada yang memberikan manfaat berupa tenaga. Bahkan bisa pula memberikan manfaat meskipun hanya berupa do’a. Orang-orang yang menjadi perantara datangnya rahmat dan kebaikan kepada makhluk Allah, lebih-lebih kepada sesama manusia adalah para agen rahmat Allah.
Allah SWT akan memberikan balasan berlipat ganda bagi mereka yang menjadi perantara rahmat Allah bagi hamba-hamba-Nya. Ada sekian banyak janji Allah SWT yang disampaikan melalui lisan Rasulullah SAW bagi mereka yang memberikan kontribusi atau manfaat positif kepada orang lain.
Dari Abu Hurairah RA, Nabi SAW bersabda, Artinya: “Siapa yang melapangkan satu kesusahan dunia dari seorang Mukmin, maka Allah melapangkan darinya satu kesusahan di hari Kiamat. Siapa memudahkan (urusan) orang yang kesulitan, maka Allah memudahkan baginya (dari kesulitan) di dunia dan akhirat. Siapa menutupi (aib) seorang Muslim, maka Allâh akan menutup (aib)nya di dunia dan akhirat. Allah senantiasa menolong seorang hamba selama hamba tersebut menolong saudaranya…” (HR. Muslim). (*)