Malang Posco Media – Di era sekarang banyak sekali berita yang memaparkan tentang kesehatan mental dan gangguan mental yang justru dialami oleh orang yang waras secara fisik. Kesehatan mental ini menjadi topik yang terkini karena banyak sekali kasus yang mengakibatkan hilangnya nyawa akibat kondisi mental yang kurang sehat.
Mental Health atau kesehatan mental merupakan suatu kondisi dimana seseorang tidak mengalami perasaan bersalah terhadap dirinya sendiri, memiliki estimasi yang realistis terhadap dirinya sendiri dan dapat menerima kekurangan dan kelemahannya, kemampuan menghadapi masalah dalam hidupnya, memiliki kepuasan dalam kehidupan sosialnya serta memiliki kebahagiaan dalam hidupnya (Pieper dan Uden: 2006).
Dalam mendefisisikan sebuah mental health akan sangat dipengaruhi oleh kultur di mana seseorang tersebut tinggal. Suatu budaya tertentu bisa jadi adalah hal biasa untuk dilakukan akan tetapi tidak normal menurut budaya yang lain atau sebaliknya.
World Federation for Mental Health juga mengatakan bahwa kesehatan mental merupakan suatu kondisi yang memungkinkan adanya perkembangan yang optimal baik secara fisik, intelektual dan emosional, sepanjang hal itu sesuai dengan keadaan orang lain.
Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) Indonesia tahun 2020 menujukkan data yang cukup memprihatinkan, di mana ada lebih dari 19 juta penduduk berusia lebih dari 15 tahun mengalami gangguan mental emosional, dan lebih dari 12 juta penduduk berusia lebih dari 15 tahun mengalami depresi.
Bisa disimpulkan bahwa kasus gangguan kesehatan mental ini masih tinggi terjadi di Indonesia. Sehingga bisa dikatakan bahwa perlu banyak sekali lingkungan yang seharusnya mendukung agar usia remaja anak Indonesia tumbuh secara optimal. Karena kesehatan mental adalah kesesuaian diri dengan lingkungannya tumbuh dan berkembangnya secara positif serta matang hidupnya, menerima tanggung jawab dan memelihara aturan sosial di dalam lingkungannya.
Karena kesehatan mental sangat erat kaitannya dengan kultur kebudayaan yang berlaku di mana sebuah individu itu bertempat, maka sebuah masyarakat yang sehat secara mental adalah masyarakat yang membolehkan anggota masyarakatnya berkembang sesuai kemampuannya.
Berarti dari sini sudah cukup jelas bahwa kesehatan mental itu tidak cukup dalam pandangan seorang individu saja setapi sekaligus mendapatkan dukungan dari masyarakatnya untuk berkembang secara optimal.
Menumbuhkan mental yang sehat secara optimal itu bukan berarti seorang individu harus terus dimengerti oleh lingkungan masyarakat, akan tetapi harus berusaha dari dalam dirinya untuk menyehatkan mentalnya sendiri dengan berbagai cara. Salah satunya adalah dengan menulis.
Menulis merupakan kegiatan yang melahirkan pikiran dan perasaan (KBBI:2011). Melahirkan pikiran dan perasaan di sini bisa dimaksudkan adalah proses mengeluarkan segala sesuatu yang ada di dalam pikiran dan perasaan untuk dituangkan dalam hal yang positif melalui tulisan.
Menulis bisa menjadi salah satu alternatif di era overworking untuk merawat kesehatan mental tanpa perlu beranjak dari meja kerja atau bahkan pergi liburan. Banyak sekali penelitian yang mengungkapkan bahwa menulis terbukti efektif untuk menjaga dan memperbaiki mental seseorang. Baik untuk menurunkan emosi, memberikan ketenangan, hingga mengobati luka batin dan trauma yang terjadi dalam hidup seseorang.
Luka batin dan trauma merupakan penyebab ganguan kesehatan mental yang sering terjadi dalam masyarakat. Dan penyumbang gangguan kesehatan mental itu sendiri adalah dari lingkungan masyarakat karena bentuk tekanan di dalamnya.
Manusia disebut sebagai makhluk sosial sehingga membutuhkan orang lain untuk hidup, dalam prosesnya dibutuhkan keseimbangan dan sinkronitas yang baik untuk hidup berdampingan. Namun realitanya adalah dalam hubungan tersebut tidak terlepas dari konflik yang pada kasus tertentu seseorang bisa saja mengalami cemas, depresi, cenderung menyalahkan diri sendiri hingga trauma dalam kejadian tertentu.
Semua masalah yang muncul ini dapat diminimalisir dengan menulis. Di mana semua masalah yang ada bisa diuraikan dan dikeluarkan dalam bentuk tulisan. Kusuma danarti N, Sugiarto A & Sunarko 2018 dalam tulisannya berjudul Pengaruh Expressive Writing Terhadap Penurunan Depresi, Cemas, Dan Stress Pada Remaja (Jurnal ilmu keperawatan jiwa Vol 1 Hal. 48-61) menuliskan penelitian yang dilakukan oleh seorang mahasiswa keperawatan Politeknik Kesehatan Kemenkes Semarang terhadap 25 remaja yang sedang mengalami rehabilitasi sosial, ditemukan sebuah fakta yang menyebutkan jika pemberian terapi menulis ekspresif dapat dijadikan intervensi dalam proses penurunan depresi, cemas, dan stres pada remaja yang sedang mengalami rehabilitasi sosial. Dari sampel tersebut dinyatakan sebanyak 65 persen kecenderungan penurunan depresi setelah mengalami terapi menulis ekspresif.
Expressive writing atau menulis ekspresif merupakan intervensi berbentuk prikoterapi kognitif yang dapat mengatasi masalah depresi, cemas dan stres karena membantu merefleksikan pemikiran dan perasaan terhadap peristiwa yang tidak menyenangkan (Sugianto:2018).
Mudahnya lagi adalah ekspressive writing ini bisa dilakukan secara mandiri maupun dengan bantuan oleh terapis. Menuangkan perasaan dengan expressive writing bisa dilakukan dengan mudah misalnya menulis diary. Dalam menulis diary sangat diberikan kebebasan apapun yang dituliskan dan dituangkan di dalamnya, sehingga emosi yang muncul bisa disalurkan dengan tepat tanpa perlu merugikan orang lain.
Membiasakan menyalurkan emosi dengan baik dapat membantu mengontrol emosi yang tujuannya tidak lain adalah untuk melanggengkan kesehatan mental kita. Menulis akan membantu kita untuk belajar mindful atau menyadari apa yang sedang kita rasakan sebenarnya, sehingga mengetahui apa yang sedang fisik dan psikis kita butuhkan.
Melalui kegiatan menulis kita bisa menyelamatkan hidup kita sendiri. Menyehatkan mental kita agar perasaan ringan dan tenang dalam hidup muncul dan berkembang menjadi energi positif terhadap lingkungan sekitar.(*)