spot_img
Wednesday, July 2, 2025
spot_img

Mental Juara Piala Dunia

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Look who we are, we are the dreamer’s

We make it happen, ‘cause we belive it

Look who we are, we are the dreamer’s

We make it happen, ‘cause we can see it

          Sudah akrab tentunya lirik tersebut di teliga kita, sebagai penggemar bola ataupun masyarakat dunia pada umumnya, lagu yang populer saat helatan pentas tertinggi sepak bola dunia, Piala Dunia yang diselenggarakan di Qatar, salah satu negara di semenanjung kecil Jazirah Arab, sebuah negeri tanpa tradisi sepak bola.

          Namun, dengan cadangan gas alam dan minyak yang menempati posisi tertinggi ketiga di dunia (Wikipedia, 2022) menjadikan negara ini memiliki pendapatan perkapita yang tinggi pula. Pengaruhnya yang kuat di jazirah Arab bahkan dalam ekonomi dunia menjadikannya negara Arab pertama yang menjadi tuan rumah piala dunia. 

          Setiap soundtrack Piala Dunia selalu melekat di hati masyarakat dunia, masih ingat tentunya ‘Livin La Vida Loca’ oleh Ricky Martin di Piala Dunia 1998, ‘Work of Heaven’ oleh musisi tanah air, Padi di 2002, dan ‘Waka Waka’ tahun 2010. Semuanya punya spirit dalam perhelatan setiap piala dunia dan membuat memori yang seakan membawa kembali ke dalamnya. 

          Kembali lagi ke lagu yang dipopulerkan Jungkook, anggota termudaboy band BTS asal semenanjung Korea. Debut pertamanya menyanyikan lagu ini saat opening ceremony Piala Dunia bersama penyanyi Qatar, Fahad Al Kubaisi. Lirik lagu yang dinyanyikannya terdengar optimis, menggelora, membangkitkan semangat, memotivasi tidak hanya atlet yang berlaga saja melainkan pendengar pada umumnya.

          Seperti artinya, dreamers berarti ‘sang pemimpi’, yang tidak pernah patah menggapai impiannya, ‘lihatah siapa kita, kita adalah para pemimpi, kita akan mewujudkannya, karena kita mempercayainya, lihatah siapa kita, kita adalah para pemimpi, kita akan mewujudkannya, karena kita melihatnya’ kurang lebih begitulah artinya. 

          Tidak hanya di dunia sepak bola, lagu itu dapat memberikan semangat bagi setiap orang untuk tidak patah semangat menggapai dan mewujudkan keinginannya. Perpaduan irama dan melodi easy listening khas Kpop beradu dengan backing vocal khas timur tengah, menyatu membuat musik itu begitu harmonis, menyatukan perbedaan berbagai negara, sama halnya dengan sepak bola.

          Sepak bola menyatukan berbagai bangsa di belahan bumi dalam Piala Dunia. Masih ingat juga tentunya dalam opening ceremonyyang digelar di Stadion Al Bayt, Minggu 20 November 2022, pertama kali dilantunkannya ayat Al Qur’an dalam pesta tertinggi sepak bola oleh Ghanim Al Muftah asal Qatar, seorang penyandang disabilitas dan disusul terjemahannya oleh aktor asal Amerika Serikat Morgan Freeman.

          Surat Al Hujurat, Ayat 13, yang berarti ‘Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kalian dari seorang laki-laki dan seorang perempuan, serta menjadikan kalian berbangsa-bangsa dan bersuku suku supaya kalian saling mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kalian di sisi Allah ialah orang yang paling takwa. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal’(QS. Al Hujurat:13).

          Ayat tersebut memiliki makna toleransi, perdamaian, saling menghargai dan persaudaraan antar umat manusia di tengah tengah perbedaan dunia, keragaman suku dan budaya setiap negara agar saling mengenal dan menjalin persaudaraan. Bahwa yang membedakan manusia di mata Tuhan adalah nilai ketakwaannya, bukan superioritasnya sebagai ras ataupun suku ataupun bangsa dimana dia berasal.

          Tidak terasa pesta tertinggi bola itu sudah berakhir, beberapa hari lalu dengan kemenangan Argentina atas Prancis dalam adu penalti dengan skor 4-2 melalui sebuah game seru penuh perjuangan, drama bahkan airmata.

          Mental juara para pemain seperti semangat, pantang menyerah sampai detik akhir, suportif, mau mengakui kekalahan, menghormati dan menghargai tim lawan ketika menang. Itulah yang perlu diteladani oleh kita, oleh anak-anak muda kita.

          Semangat pantang menyerah yang ditunjukkan tim Prancis meskipun sudah tertinggal 2 gol atas Argentina gigih dipertontonkan seakan menunjukkan pada anak muda dunia, berusahalah yang giat pasti ada jalan. Sikap yang dikenal sebagai resiliens atau tangguh ini sangat perlu diteladani generasi kita saat ini yang sering kita dengar sebagai generasi strawberry, terlihat cantik di luar, memiliki ide-ide brillian, kreativitasnya tinggi namun mudah rapuh, lumer, manja dan tidak tahan banting.

          Menghormati dan menghargai dapat dilihat dari sikap pemain saat mendengarkan arahan dari coachnya, menjalin komunikasi yang baik dengan rekan setimnya. Bahkan pemain hebat dengan harga transfer jutaan euro begitu rendah hati dan menerima keputusan coach saat tidak dimainkan, menghargai tim lawan yang menang dengan selebrasi yang tidak memancing emosi lawan, menghormati keputusan wasit yang memimpin pertandingan dan karakter baik lainnya dalam sepak bola patut diteladani generasi muda.

          Hal inilah yang sangat perlu ditanamkan dan dikuatkan pada anak-anak kita. Tentu mendidik ini tidak hanya menjadi tanggung jawab pendidik atau guru atau sekolah semata, sebagaimana pesan guru bangsa, Ki Hajar Dewantara, “Di dalam hidupnya anak-anak ada tiga tempat pergaulan yang menjadi pusat pendidikan yang amat penting baginya, yaitu alam keluarga, alam perguruan, dan alam pergerakan pemuda”  (Karya Ki Hadjar Dewantara bagian pertama: Pendidikan, Yogyakarta).

          Dari konsep inilah lahir tri pusat pendidikan, bahwa pendidikan adalah tanggung jawab keluarga, sekolah dan masyarakat. Ketiga komponen itu bertanggungjawab dan saling support menanamkan dan membentuk karakter anak-anak kita. Sebagai contoh di rumah dan di sekolah sudah ditananamkan nilai-nilai yang baik, tapi di masyarakat di media sosial dipertontonkan hal-hal sebaliknya, tentu saling bertentangan.

          Berkaca dari peristiwa kelam 01102022, mari berbenah diri sesuai peran kita masing-masing, sebagai pendidik marilah kita didik anak-anak kita menjadi suporter bola yang sportif. Marilah kita didik anak-anak kita menjadi aparat yang baik. Kita didik anak-anak kita menjadi panpel pertandingan yang bertanggungjawab tidak hanya meraup keuntungan semata dengan menyisihkan rasa kemanusiaan.

          Mari kita didik anak-anak kita menjadi awak media yang mendidik bangsa. Kita tanamkan nilai-nilai karakter utama, semoga benar-benar menjadi pelajaran bagi kita semua, bagi dunia sepak bola Indonesia pada khususnya untuk menjadi lebih dewasa, menjadi lebih baik dan pantas ikut berlaga dalam pentas tertinggi bola dunia. Semoga. (*)

Berita Lainnya

Berita Terbaru

- Advertisement -spot_img