Friday, February 21, 2025

Menyeimbangkan Pariwisata Perkotaan

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Malang Kota Wisata, begitu kata banyak sumber ternama. Terminologi ini merujuk pada tiga daerah di Malang, tepatnya Malang Raya yang terdiri dari Kota Malang, Kota Batu dan Kabupaten Malang. Apabila Kota Batu dan Kabupaten Malang menawarkan pesona wisata alamnya, mulai dari gunung hingga pesisir, maka Kota Malang mengembangkan konsep edu-wisata, ide wisata tematik. Mulai dari sport-tourism seperti lomba lari yang banyak digemari muda-mudi hingga lokasi ikonik seperti Kampung Warna Warni Jodipan, Kayutangan Heritage dan sejenisnya.

          Tak heran, begitu musim liburan tiba, atau long-weekend saja, maka jalanan di Malang akan dijejali oleh kendaraan ber-plat non-N. Banyak masyarakat bersuka cita, namun sebagian juga menyisakan duka. Gembira tatkala omset meningkat, pendapatan naik dan tentu akan berdampak pada taraf kesejahteraan masyarakat.

-Advertisement- Pengumuman

          Namun, ada pula pedihnya, ketika macet dimana-mana, tumpukan sampah menggunung, hingga laka yang tak bisa dihindari misalnya. Tentu, agar tidak terjebak pada euforia Malang Kota Wisata, perlu dibuat regulasi yang memihak masyarakat, menjaga ekosistem alam dan yang penting win-win solution.

          Data dari Disporapar Kota Malang, terdapat 3,1 juta wisatawan yang mengunjungi Kota Malang di tahun 2024. Data tersebut melampaui target 3 juta wisatawan. Surplus wisatawan tersebut tentu membanggakan. Namun, pemerintah dan masyarakat tak lantas harus jumawa dan terjebak euforia. Akan ada harga yang harus dibayar dari banyaknya kunjungan tersebut, misalnya soal dampak lingkungan, dan yang lebih mengkhawatirkan lagi tentang dampak budaya.

          Lingkungan yang jelas terdampak adalah soal sampah, yang bisa saja sewaktu-waktu menyebabkan banjir dan pencemaran lingkungan berupa bau. Belum lagi, beberapa tahun terakhir terdapat pula bencana alam seperti banjir maupun longsor di daerah Malang Selatan dan di Songgoriti Kota Batu.

          Tentu, ini hanyalah peringatan awal. Apabila tidak segera direspon dengan langkah strategis, bisa jadi ini menjadi oleh-oleh tahunan dari alam untuk warga Malang. Karena terlalu sibuk “menjamu” wisatawan, hutan digunduli, sampah berserakan dibiarkan, pengaturan pengelolaan lokasi wisata diabaikan, maka dampaknya bisa berkelanjutan.

          Forkopimda, Dispar dan stakeholder terkait perlu duduk bersama. Jika memungkinkan, segera dibuat Perda atau minimal Surat Keputusan Bersama antara 3 Pemda, Kota Malang, Kota Batu dan Kabupaten Malang. Jangan sampai karena faktor cuan, rakyat dikorbankan, lingkungan dibiarkan.

          Optik hukum menyoal pengelolaan pariwisata berkelanjutan memang tengah menjadi isu dan masuk dalam Prolegnas Prioritas Tahun 2025 ini. Namun apakah direspon melalui Prolegda di masing-masing daerah? Jawabannya sepertinya tidak. Kita tak boleh terlena dengan euforia Malang Kota Wisata. Kita harus memikirkan dampak keberlanjutan untuk anak cucu dan generasi setelah kita.

          Eksploitasi berlebih terhadap alam, bisa berdampak pada degradasi kualitas lingkungan. Terlebih, fenomena pagar laut membuka mata kita, bahwa memang banyak pengusaha nakal dengan segala privilege dan uang mereka, bisa merubah segalanya. Masak iya laut punya SHGB, bahkan yang lebih mengerikan di salah satu daerah di Madura ada laut ber-SHM.

          Jangan sampai FOMO pengusaha model demikian ikut masuk ke Malang. Malang adalah daerah dingin nan sejuk, dengan keindahan alam yang terjaga. Jangan biarkan vandalisme dan tangan-tangan kotor itu merusak keindahan alam kita. Jangan sampai budaya yang tidak baik itu masuk ke Malang bersama dengan derasnya arus wisatawan yang konon punya banyak uang.

          Uang bisa dicari, tapi generasi Malang mendatang perlu diperbaiki. Cuan boleh saja, tapi jangan sampai kita gadaikan keindahan Malang Raya. Degradasi ekologis dan moral di depan mata, membayangi potensi naiknya PAD Malang Raya dari sektor pariwisata. Mari duduk bersama, buat regulasi untuk melindungi Malang Raya dari ancaman wisata murah meriah yang merusak generasi dan ekosistem alam.

          Dari fenomena tersebut, patut dipahami bahwa konsep pariwisata perkotaan menghadirkan tantangan dan peluang bagi kota-kota yang ingin memanfaatkan aset budaya, ekonomi, dan sosialnya untuk menarik pengunjung. Integrasi praktik pariwisata berkelanjutan sangat penting untuk mengelola dinamika ini secara efektif.

          Kota-kota seperti Kairo, London, Singapura, dan Dubai menunjukkan sifat ganda dari pariwisata perkotaan, dimana potensi pertumbuhan ekonomi dan pertukaran budaya diimbangi oleh tantangan keberlanjutan dan pengelolaan. Meskipun pariwisata perkotaan menawarkan peluang besar bagi pembangunan ekonomi dan budaya, hal ini juga menimbulkan tantangan besar yang memerlukan perencanaan strategis dan praktik berkelanjutan. Menyeimbangkan aspek-aspek ini sangat penting agar kota dapat berkembang sebagai tujuan wisata sekaligus memastikan kesejahteraan masyarakat lokal dan lingkungan.

          Upaya menyeimbangkan konsep pariwisata perkotaan inilah yang harus menjadi tanggungjawab bersama, bukan hanya pemerintah atau dinas terkait, tapi juga masyarakat dan pengusaha atau swasta. Semua sektor harus mendukung. Misalnya dalam konteks vandalisme terhadap identitas di Kayutangan, maka masyarakat yang melihat harus turut serta melarang pelaku vandalisme. Jangan hanya menunggu pemerintah yang turun tangan. Ini milik kita bersama.

          Perlu ditumbuhkan sense of belonging, rasa memiliki bersama. Pengusaha dan swasta juga jangan hanya memikirkan untung semata. Dana CSR bisa dikeluarkan untuk pembangunan pariwisata perkotaan berkelanjutan. Pemerintah, menerbitkan izin dan menertibkan yang belum selaras sejalan. Kolaborasi antar sektor inilah kunci kesuksesan pembangunan dan pengelolaan Malang sebagai Kota Wisata.(*)

Berita Lainnya

Berita Terbaru

- Advertisement -spot_img
- Advertisement -spot_img