Cerita liburan musim panas di Portugal berlanjut. Yakni menikmati Porto, kota kedua terbesar di Portugal. Porto salah satu pusat Eropa tertua, situs warisan dunia oleh UNESCO sebagai “Historic Centre of Porto, Luiz I Bridge and Monastery of Serra do Pillar”.
Destinasi wisata hari kedua di Porto sudah disiapkan. Tak terlalu padat, hanya mengunjungi pusat kota menggunakan bus City Sight Seeing Portugal. Lebih simple, tidak perlu nyetir mobil sendiri dan mencari parkir.
Porto di pagi hari tampak begitu cerah dan panas. Seakan-akan mengubah ramalan cuaca yang diprediksikan turun hujan. Hati senang dan gembira. Niat naik kapal di Duoro River sepertinya akan terwujud.
Pagi hari perut harus dalam kondisi kenyang, wajib sarapan demi energi di pagi hari.
Palacio Hotel memberikan sajian menu sarapan yang beragam standar hotel bintang lima. Aneka menu cereal, roti, keju, buah, jus, sandwich, salad semua menu bule komplit.
Bergegas menuju pemberhentian bus pariwisata di titik no 8 yaitu Bessa – tepat di depan hotel sekitar pukul 10.15 WEST (West European Summer Time). Bus hop off hop in Portugal ini tidak memiliki aplikasi real time yang menunjukkan di mana posisi bus berada. Hanya diberikan estimasi jadwal kedatangan. Bisa lebih cepat, bisa lebih lambat. Berbeda dengan TOOT Bus yang pernah dinaiki di Paris – Perancis memiliki aplikasi tracking dari HP. Sehingga memperkecil kemungkinan ketinggalan bus.
Nota pemesanan bus dari hotel diberikan ke sopir bus untuk ditukarkan menjadi tiket yang berlaku untuk 48 jam atau dua hari. Bus melaju cepat karena terpantau jalanan masih sepi, berpindah dari satu titik ke titik lain dengan rute Casa de Serralves, Parque de Cidade, Castelo do Queijo, Foz, Cais do Ouro, Massarelos, Ribeira dan pemberhentian terakhir Sao Bento (terminal). Tujuan kami di Ribeira (titik no 15). Sayangnya di bus ini tidak ada speaker suara maupun monitor tempat dimana kita berhenti. Di tempat bus berhenti juga tidak ada papan halte yang menunjukkan lokasi. Alhasil kami kebablasan yang harusnya turun di Ribeira untuk naik kapal malah ke Sao Bento (terminal). Haha. Dari depan hotel ke Sao Bento diperlukan waktu sekitar 50-60 menit.
Sao Bento Terminal Porto yang diresmikan tahun 1916 digadang-gadang menjadi stasiun kereta tercantik di dunia. Dengan nuansa dinding berwarna biru putih hampir di seluruh penjuru area menjadi ciri khas Portugal. Aula utama yang mempesona dengan lebih dari 20.000 ubin yang mencerminkan sejarah Portugal. Tidak hanya penumpang kereta yang singgah ke Sao Bento namun banyak turis yang berfoto-foto dengan ornamen ini. Termasuk saya salah satunya.
350 meter dari Sao Bento Terminal Porto terlihat sebuah bangunan megah. Yakni Se do Porto atau Porto Cathedral. Meskipun terlihat dekat namun jalan agak sedikit menanjak. Cuaca yang mendung hampir mendekati rintik-rintik membuat kami cepat bergegas menuju Porto Cathedral. Itu merupakan bangunan tertua di Porto yang sudah berumur 912 tahun. Prediksi Google sungguh tepat, di pagi hari cerah, siang hari hujan. Kami memutuskan kembali ke dalam bus menuju Ribeira tempat untuk naik kapal. Siapa tahu setelah makan siang langit kembali cerah.
Dari titik Sao Bento kami naik bus Red Line menuju tempat pemberhentian ketiga yaitu Igreja S. Francisco. Ada dua jenis rute bus yang kami tumpangi yaitu Red Line dan Blue Line. Dengan harga tiket dewasa 30 Euro dan anak-anak 15 Euro. 1 Euro = Rp 15.500. Kami bisa bebas memilih rute mana saja. Turun dari bus hujan malah semakin deras, untung ada satu restoran yang terlihat sepi dan nyaman untuk singgah. Kami memesan garlic butter shrimp seharga 15 Euro seporsi yang ternyata enak sekaliiiiii. Tidak terlupa pesan nasi putih dan kentang goreng. Meskipun penyajiannya lama tapi tidak apa-apa yang penting bisa berteduh dari hujan. Hehe.
Hari sudah kembali cerah dan panas, namun ternyata anak-anak ingin kembali pulang ke hotel. Mungkin badan terasa tidak enak karena sedikit hujan-hujan. Tidak ingin mengambil risiko mereka sakit maka sore hari sudah kembali ke hotel dan menikmati pemandangan kota Porto dari rooftop hotel. Karena masih suasana ulang tahun suami saya, Papi Fariz (Fariz Hidayat ST MT) maka sekali-kali bolehlah dinner sedikit mewah di restoran hotel bintang lima.
Hari ketiga langsung cus menuju Ribeira. Penasaran sekali dengan suasana di tepi Duoro River yang selalu direkomendasikan oleh teman dan situs di Google. Pukul 11.00 WEST sudah keluar hotel dan check out. Namun koper dan mobil masih dititipkan di hotel. Duoro River ini versi besarnya dari sungai Kalimas di depan Surabaya Mall Plaza atau Delta Plaza. Kalau di Surabaya bayar Rp 5000, di sini bayar 15 Euro untuk 50 menit melewati enam jembatan yang ada di Porto. Air sungai tidak berwarna hijau dan jernih seperti di Swiss. Satu kapal bisa muat hingga 40 orang. Ini menjadi kali pertama DoubleZ (dua putra kami, Omera Zirco Okfarizi dan Orion Zygmund Okfarizi) naik kapal. Untungnya tidak rewel dan tak takut. Menjadi perhatian di sudut tepian Duoro River terlihat McD dengan desain yang tidak biasa.
Untuk makan siang kami memilih pergi ke restoran Postigo do Carvao yang terletak di R. da Fonte Taurina 24, 4050-269 Porto. Restoran ini merupakan rekomendasi dari teman yang tinggal di Porto sudah beberapa tahun lamanya. Awalnya pelayan restoran berkata bahwa tempat sudah full booked oleh rombongan. Sudah siap-siap keluar dari restoran ternyata dipanggil lagi mau tidak kursi berempat di pojokan begitu. Langsung kami say yes karena DoubleZ sudah waktunya makan. Kami memesan menu salmon dan nasi bebek ala Portugis. Rasanya enak sekali. Dengan harga per porsi 15 Euro bisa dibungkus dibawa pulang karena saking banyaknya untuk kami berempat.
Tidak sempat memesan dessert karena perut sudah full dan kami harus balik ke Lisbon. Waktu sudah menunjukkan pukul 15.30 WEST. Kembali naik bus Red Line ke hotel sekitar 20 menit. Menuju perjalanan hotel kami melihat suatu daerah yang terlihat cantik. Di dekat Igreja Torre dos Clerigos. Ini seperti tempat wajib turis yang dikunjungi. Ada juga sebuah toko buku bernama Livraria Lello (Lello Bookstore). Lello Bookstore di desain oleh Xavier Esteves pada tahun 1906. Di depan pintu masuk terlihat antrean mengular panjang. Mengapa bisa ramai sekali? Kabarnya karena toko buku ini sumber inspirasi JK Rowling saat membuat cerita Harry Potter. JK Rowling pernah tinggal di Porto dan bekerja sebagai guru Bahasa Inggris. Untuk masuk ke toko buku ini wajib membeli tiket seharga 5 Euro. Nanti akan dipotong menjadi diskon apabila membeli buku di sana.
Perjalanan dari Porto ke Cascais memakan waktu sekitar empat jam. Kami berhenti di tempat peristirahatan untuk makan malam. Alhamdulillah tepat sebelum maghrib pukul 21.00 WEST kami sudah tiba di apartemen. Sudah lama tidak perjalanan jauh menggunakan mobil sendiri, terasa sangat capek sekali. Dulu setiap liburan di Swiss selalu naik kereta dan bus. Rasa capeknya berbeda, kalau dulu capek lari-lari karena takut tertinggal jadwal kereta. Tapi naik mobil memang lebih fleksibel jadwal dan tujuan, jadi kangen nyetir Surabaya – Malang nih. (opp/van)