Malang Posco Media – Sejalan dengan akan dilaksanakan pesta demokrasi tahun 2024, baik pemilihan legislatif maupun eksekutif, kiranya dapat mengingatkan kembali kita semua, sehingga masing-masing pihak dan komponen masyarakat dapat menahan diri dari sikap dan perilaku yang secara langsung maupun tidak langsung dapat mengurangi dan menodai makna demokrasi sesungguhnya, yang pada akhirnya dapat merugikan masyarakat secara keseluruhan.
Bahkan sedapat mungkin proses demokrasi yang dilaksanakan bisa dijustifikasi dari sudut legitimasi etis, sebagai tanda-tanda kondisi sosial yang orientasinya pada nilai kebenaran menurut dimensi sifat-sifat kemanusiaan. Demokrasi sebagai salah satu cara mekanisme seleksi kepemimpinan politik sampai saat ini masih dianggap relevan. Untuk mengimplementasikan proses demokrasi sebenarnya banyak model, sistem kepartaian hanyalah salah satu saja dari model tersebut, jika sekiranya para elit politik dan komponen masyarakat mau mengembangkannya.
Demokrasi bukan dewa yang serta merta dapat menyejahterakan dan memakmurkan masyarakatnya, tetapi masih perlu banyak persyaratan untuk mencapai hal itu, di antaranya: jumlah kelas menengah independen cukup proporsional, pranata ekonomi memadai dan efektifnya penegakan hukum.
Para elit politik, fungsionaris, partisipan partai maupun elemen masyarakat perlu memahami disertai kemauan untuk memaknai bahwa demokrasi bukan sebagai “tujuan” tetapi sebagai “cara.’’ Kemayoritasan dalam demokrasi hakekatnya tidak selalu identik dengan kebenaran.
Jadi cara untuk menyeleksi pemimpin yang berkualitas, sehingga mampu membuat kebijakan dan melaksanakannya dengan penuh ketulusan, serta menganggap kekuasaan sebagai amanah yang harus dijalankan untuk mendapatkan keridhoan Allah SWT.
Tugas demokrasi adalah memberikan kepada setiap orang peluang-peluang untuk tumbuh dan dewasa. Demokratis tidaknya suatu negara tergantung pada ada tidaknya peluang, kemauan dan kemampuan rakyat untuk mengontrol pemerintah, elit politik, partai politik dan lembaga peradilan.
Demokrasi tidak tergantung pada suatu corak pranata manapun. Semangat dan keyakinan-keyakinannya jauh lebih penting ketimbang perangkat atau instrumen yang dipergunakan untuk mengungkapkan semangat itu.
Indikator penyelenggaraan pemilu/pemilukada yang berkualitas selain disandarkan pada aspek akuntabilitas dan legitimasi hukum maupun non hukum (budaya dan moral), pemilu/pemilukada juga harus mewujudkan prinsip keterwakilan dan partisipasi seluruh rakyat (independen dengan pertimbangan nurani) serta mempunyai kedudukan hukum yang sama dengan warga negara lainnya.
Untuk mewujudkan penyelenggaraan pemilu yang legitimate, acountable dan representative, maka tata penyelenggaraan pemilu harus mengedepankan aspek kemudahan, keadilan, kebebasan dan jaminan kerahasiaan pilihan. Elemen-elemen tersebut secara ideal harus diterapkan pada semua rangkaian penyelengaraan pemilu. Mulai tahap penyusunan dan penetapan sistem regulasi dan kelembagaan penyelenggara pemilu, proses pendataan/pendaftaran, sosialisasi hingga tahap pelaksanaan, pemantauan dan evaluasinya. Komitmen untuk menyejajarkan diri dengan bangsa beradab lainnya, maka harus mampu meletakkan kerangka dasar dalam pola sikap dan pola tindak berdemokrasi.
Unsur terpenting dari komitmen ini tidak lain adalah terbangunnya kondisi kehidupan berbangsa dan bernegara dalam bingkai good governance. Apabila good governance dikaitkan dengan urgensi pemenuhan hak politik masyarakat dalam pemilu, maka terlihat suatu sistem yang terhubung satu sama lain, dimana good governance selain sebagai alat perekat dan katalisator pembangunan yang berbasis pemilih, juga amat berfungsi sebagai bahan inspirasi untuk mengukur kualitas dan efektivitas penyelenggaraan pemilu dan keberdayaan hak politik masyarakat pada umumnya.
Pola strategi dan aktivitas yang dimainkan oleh para partai politik dan pendukungnya sangat menentukan kualitas proses berdemokrasi serta hasil yang akan didapat bagi pihak masyarakat. Banyak elemen masyarakat sering berpikir, andaikan seseorang mempunyai ambisi untuk maju menjadi anggota DPR, DPRD, Kepala Daerah maupun DPD berapa dana yang dibutuhkan?
Untuk kegiatan apa, dan dari mana dana tersebut diperoleh? Misal saja dibutuhkan sekian rupiah untuk partai yang mencalonkan, resmi ataupun tidak resmi. Sekian rupiah lagi untuk biaya kampanye, sehingga jumlah nilainya menjadi sangat besar. Padahal penghasilan yang diterima pasti tidak akan sebanding dengan pengorbanan yang telah dikeluarkan.
Dari cerita singkat ini saja, mudah ditebak, kondisi itu akan mendorong elit politik yang bersangkutan selama menjabat berupaya mencari peluang mengembalikan biaya yang sudah dikeluarkan.
Meski didukung sponsor baik individu maupun perusahaan, belum lagi kemungkinan imbalan yang diminta oleh para sponsor tersebut. Demi kepentingan masyarakat dan terwujudnya bangunan demokrasi yang indah (memiliki legitimasi etis).
Sebenarnya melalui partai diharapkan akan bermunculan kader kader pemimpin bangsa yang mempunyai kredibilitas dan kapabilitas yang tinggi. Sebagian dari mereka akan mengisi kepengurusan partai, sebagian lagi menjadi anggota dewan, sebagian lagi mengisi lembaga eksekutif serta ada juga yang mengisi lembaga yudikatif. Bayangkan andaikan semuanya diisi oleh putra putri terbaik bangsa dan semua partai melakukan hal yang sama yakni menominasi putra putri terbaik, bisa diyakini proses mendapatkan dan menjalankan kekuasaan untuk semata-mata kepentingan masyarakat dan bangsa akan dilakukan dengan amanah.
Oleh karena itu, menjadi penting kiranya partai membangun sistem nominasi dengan governance yang baik (menyeleksi putra-putri terbaik bangsa). Banyak elemen masyarakat yang mencermati dan menyayangkan proses pemilihan tersebut terkadang dijadikan ajang menjual tiket pencalonan, sehingga partai bukan menjalankan amanah para pemilihnya, justru sebaliknya partai politik memanfaatkannya guna mencari dana dengan dalih untuk pembiayaan pengembangan partai.
Jadi menyukseskan pemilu/pemilukada merupakan bentuk pertanggungjawaban partai politik terhadap pemilihnya untuk mencari dan menempatkan putra-putri terbaiknya, dalam memimpin bangsa dan negara. Jadi manakala proses demokrasi tidak dapat berjalan sebagaimana mestinya (ditunda pemilu) atau tidak dapat menghasilkan pemimpin yang amanah dan tidak mampu menyejahterakan masyarakatnya, maka yang harus digugat adalah partai politik beserta para elit partainya. Bila demikian maka apapun alasannya partai-partai tersebut tidak bermanfaat bagi bangsa dan negara ini.(*)