Stres akademik? Bagaimana munculnya? Bagaimana cara penyelesaiannya?. Masalah sering kali muncul dalam kehidupan kita. Karena pada dasarnya manusia tidak terlepas dari masalah, baik masalah yang ringan hingga berat. Setiap permasalahan yang dihadapi tidak bisa diabaikan dan perlu untuk sesegera mungkin diselesaikan.
Penyelesaian masalah didapatkan dengan proses yang panjang dengan berkali-kali mencoba. Apabila suatu cara atau strategi gagal untuk menyelesaikan sebuah masalah maka hendaknya dicoba dengan cara yang lain untuk menyelesaikannya.
Masalah tidak memilih kepada siapa harus muncul, baik anak, remaja hingga orang dewasa. Semua kalangan pasti pernah bertemu dengan masalah, termasuk siswa. Utamanya pada kondisi pandemi Covid-19 yang memberikan dampak yang sangat signifikan bagi pelaksanaan kegiatan belajar yang dilakukan siswa.
Proses transisi pelaksanaan pembelajaran tatap muka ke pembelajaran online memiliki dampak yang signifikan bagi siswa dan memerlukan upaya yang adaptif. Problematika yang harus dihadapi oleh siswa pun bertambah dengan adanya pandemi Covid-19 saat ini. Tidak hanya karena tuntutan belajar namun pola pembelajaran yang berbeda yang segera disesuaikan.
Tuntutan belajar siswa seperti inilah yang akan memicu munculnya stres. Padahal jika menilik kembali perkembangan manusia, siswa SMA berada pada masa remaja akhir yang berusia sekitar 15 sampai 18 tahun. Dari usia tersebut mereka tergolong generasi Z yang akrab dengan pemanfaatan gadget dan internet yang sedang menjalani transisi, perkembangan remaja akhir ke perkembangan kemandirian dewasa awal. Baik secara fisik maupun psikis. Sehingga siswa SMA dituntut mandiri baik secara fisik maupun secara psikologis. Padahal mereka juga masih perlu pendampingan.
Kemandirian siswa secara fisik maupun secara psikologis ini terkadang memunculkan anggapan bahwa siswa selalu bisa menyelesaikan masalahnya juga secara mandiri. Secara garis besar masalah yang muncul pada siswa berkaitan dibagi atas empat macam. Masalah pribadi (hubungan intrapersonal), sosial (hubungan interpersonal), belajar (akademik), dan karir (perencanaan masa depan). Semua permasalahan tersebut biasanya saling berkaitan dan perlu segera mungkin diselesaikan agar tidak berefek pada kehidupan siswa di sekolah. Padahal tidak semua siswa bisa menyelesaikan permasalahan tersebut secara mandiri, banyak juga yang perlu peran dan bantuan orang lain.
Sering kali yang menjadi permasalahan siswa adalah stres akademik. Stres secara umum merupakan kondisi di mana seseorang mengalami tekanan pada hidupnya yang diakibatkan oleh ketidaksesuaian antara apa yang diinginkan dengan kondisi yang saat ini terjadi yang biasanya muncul pada kondisi biologis, psikologis dan sistem sosial yang dialami individu.
Sedangkan stres akademik diartikan kondisi siswa atau mahasiswa tidak dapat menghadapi tuntutan akademik dan mempersepsikan tuntutan akademik yang diartikan sebagai gangguan pada harapan dan keadaan belajar.
Beberapa faktor penyebab terjadinya stres akademik antara lain harapan diri sendiri atas akademiknya, harapan orang tua terhadap kemampuan akademik anak, ujian, kurangnya prestasi, penundaan penyelesaian tugas, pekerjaan rumah, iklim belajar, manajemen belajar, keyakinanan dan kemauan belajar.
Secara singkat dapat disimpulkan bahwa stres akademik muncul dikarenakan harapan siswa terkait pencapaian dalam pelaksanaan kegiatan akademik atau kegiatan belajar tidak sesuai dengan ekspektasinya. Stres akademik diakibatkan oleh berbagai faktor, baik dari internal siswa maupun dari faktor eksternal yang lebih mengarah pada lingkungan belajar.
Stres akademik semakin diperparah dengan kondisi pandemi Covid-19. Pada masa ini, dengan kondisi yang tidak menentu siswa dituntut untuk menyesuaikan dengan pola belajar yang sebelumnya tidak terantisipasi. Setelah lama (1.5 tahun) melaksanakan daring dan sempat belajar normal kembali beberapa bulan siswa kembali dihadapkan kondisi pembelajaran daring kembali.
Pola belajar yang secara biologis tertata untuk belajar secara tatap muka kembali dihadapkan kepada pembelajaran daring. Bahkan mungkin dengan pembelajaran daring fasilitas untuk belajar yang telah tersedia dan lingkungan yang mendukung di sekolah saat PTM mungkin belum tentu ada. Dan jikalau ada mungkin mendukung sebagaimana yang dibutuhkan siswa.
Di samping itu, tingkat stres akademik siswa akan semakin tinggi seiring dengan tingkatan kelas siswa, terutama bagi siswa yang berada di kelas XII SMA. Karena siswa yang berada di kelas XII SMA, tidak hanya dihadapkan dengan pembelajaran dan capaiannya saja, tapi juga dihadapkan kepada perencanan untuk mempersiapakan studi lanjutnya.
Persaingan, harapan orang tua, pilihan studi akan terus menjadi tekanan kepada siswa. Selain tingkatan kelas, stres akademik menjadi lebih rentan muncul terhadap siswa yang memiliki pandangan negatif tentang segala sesuatu yang terkait kegiatan belajar dan pembelajaran.
Guna memudahkan mengenali gejala stres akademik siswa berdasarkan bahasan stres akademik siswa dan penyebabnya di atas maka dapat disimpulkan bahwa anatomi stres akademik siswa terdiri atas tekanan pelajaran (pressure from study), beban tugas (workload), kekhawatiran terhadap nilai yang diperoleh dari mata pelajaran (worry about grade), harapan diri (self-expectation), dan kesedihan (despondency) (Bower et al., 2001).
Lalu bagaimana mereduksi stres akademik siswa?. Salah satu yang bisa dilakukan adalah dengan cara memanfaatkan fasilitas yang sudah ada di sekolah yakni layanan konseling siswa. Kecanggihan zaman dan karena kondisi pembatasan saat ini konseling tidak selalu tatap muka langsung maka bisa berbasis virtual. Sehingga siswa bisa memanfaatkan layanan konseling di rumah.
Hal ini sering kita dengar dengan nama cybercounseling. Peranan bimbingan dan konseling sangat dibutuhkan untuk mereduksi tingkat stres akademik siswa. Karena tugas bimbingan dan konseling adalah memfasilitasi perkembangan peserta didik mencapai perkembangan yang optimal. Karena pelayanan bimbingan dan konseling kepada siswa selaras dengan masalah yang biasanya muncul yakni mencakup aspek pribadi, sosial, belajar dan karir.
Bisa juga dengan memanfaatkan macam-macam pendekatan layanan bimbingan. Luaran yang diharapkan muncul adalah suatu keterampilan yang bisa diaplikasikan siswa saat tingkat stres akademik tinggi. Upaya yang bisa dilakuka adalah proses penyelesaian masalah (stres akademik) namun sebelumnya memerlukan analisa yang tepat.
Dimulai dari menganalisa penyebab permasalahan (stres akademik) hingga menentukan solusi dari masalah yang dihadapi. Serangkaian kegiatan yang dilakukan untuk memecahkan masalah tersebut menjadikan individu memeroleh suatu keterampilan baru yang sering disebut keterampilan memecahkan masalah.
Perlu runtutan tahapan konseling kepada siswa sebagai upaya mereduksi stres akademik. Pertama, Tahap Memahami Masalah. Pada tahap ini siswa menetapkan tujuan melakukan pemecahan masalah secara kreatif serta menentukan masalah dari stres akademik sesuai dengan kondisinya. Apakah berkaitan tekanan pelajaran (pressure from study), beban tugas (workload), kekhawatiran terhadap nilai yang diperoleh dari mata pelajaran (worry about grade), harapan diri (self-expectation), atau bahkan kesedihan (despondency).
Kedua, Tahap Menciptakan Ide. Setelah fokus masalah telah didapat, langkah selanjutnya membangkitkan ide pemecahan masalah sekreatif mungkin. Pada tahap ini guru bimbingan dan konseling mendorong siswa untuk menemukan gagasan yang variatif dan sebanyak-banyaknya. menemukan fakta dilakukan dengan mengidentifikasi semua fakta yang diketahui dan berhubungan dengan stres akademik yang dialami. Hal ini bertujuan untuk menemukan informasi yang tidak diketahui tetapi penting untuk dicari.
Ketiga, Tahap Merencanakan Penyelesaian/tindakan. Tahap di mana siswa menemukan masalah, siswa diupayakan agar dapat mengidentifikasi semua kemungkinan pernyataan masalah dan kemudian memilih masalah yang penting atau apa yang mendasari munculnya stres akademik.
Keempat, Pada tahap ini siswa diajak untuk melihat kembali gagasan pemecahan masalah yang telah ditetapkan pada tahap sebelumnya dengan dua kegiatan. Yaitu (1) Membangun solusi, yaitu mengkaji ide-ide yang paling mungkin untuk dijadikan solusi dan membentuk ide-ide tersebut menjadi solusi potensial.
(2) Membangun penerimaan, yaitu mengeksplorasi solusi yang sudah didapatkan dengan mencari sumber lainnya yang mendukung. Kemudian menyusun rencana tindakan, memantau tindakan, merevisi seperlunya dan mengimplementasikan solusi tersebut. Hingga titik akhirnya mengarah pada tereduksinya tingkat stres akademik siswa.(*)