spot_img
Wednesday, February 5, 2025
spot_img

’Minggir Lu Miskin’

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Oleh: Rachma Bhakti Utami
Dosen Administrasi Bisnis
Politeknik Negeri Malang

          Masih terngiang ungkapan “Minggir lu miskin” yang diucapkan oleh YouTuber asal Amerika Serikat, Darren Jason Watkins Jr. atau yang dikenal sebagai IShowSpeed saat di Yogyakarta September lalu. IShowSpeed mengucapkan kalimat tersebut setelah melihat komentar warganet yang meminta dirinya untuk mengatakan “minggir lu miskin” jika sedang berada di keramaian. 

-Advertisement-

          Ungkapan ini tidak serta merta membuat publik meradang, sebaliknya justru membuat masyarakat makin senang dan terhibur. Padahal bisa jadi jumlah warga miskin di Indonesia akan semakin bertambah seiring kebijakan kenaikan PPN sesaat lagi.

          Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat – Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia (LPEM FEB UI) menilai langkah pemerintah untuk menaikkan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12 persen dapat memberikan dampak negatif ke daya beli. Efek domino dari kenaikan tarif tersebut bisa berakibat pada kenaikan jumlah masyarakat miskin.

          Pada 1 April 2022, Indonesia resmi menaikkan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dari 10 persen menjadi 11 persen. Sedangkan tarif PPN sebesar 12 persen mulai berlaku paling lambat pada tanggal 1 Januari 2025. Kenaikan tarif PPN ini dijalankan berdasarkan Undang Undang Nomor 7 Tahun 2022 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan. Kebijakan ini mengundang perdebatan, terutama terkait dampaknya terhadap masyarakat, khususnya pada sektor konsumsi.

          Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS) jumlah penduduk miskin di Indonesia pada Maret 2024 adalah 25,22 juta orang atau sekitar 9,03 persen dari total penduduk. Meskipun angka kemiskinan telah mengalami penurunan dibandingkan tahun-tahun sebelumnya, jumlah penduduk miskin ini masih cukup tinggi. Kemiskinan di Indonesia sering kali diukur berdasarkan dua indikator utama: pendapatan dan akses terhadap kebutuhan dasar.

          Kelompok miskin di Indonesia tidak hanya mencakup mereka yang berpenghasilan rendah, tetapi juga mereka yang kesulitan memenuhi kebutuhan dasar seperti sandang, pangan, pendidikan, dan kesehatan. Hal ini menjadikan kelompok ini sangat rentan terhadap kebijakan yang meningkatkan harga barang dan jasa.

          Penting untuk membedakan kategori miskin dalam konteks konsumsi. Dalam teori ekonomi, konsumsi dapat dibedakan menjadi dua jenis: konsumsi kebutuhan dasar dan konsumsi tambahan. Bagi kelompok masyarakat miskin, konsumsi lebih banyak dialokasikan untuk kebutuhan dasar seperti sandang, pangan dan papan. Kenaikan PPN yang diterapkan pada barang dan jasa konsumsi dasar tentu akan langsung mempengaruhi daya beli.

          Menurut model Life-Cycle Hypothesis oleh Franco Modigliani dan Richard Brumberg (1954), konsumsi individu sangat dipengaruhi oleh pendapatan dan perencanaan jangka panjang. Mereka yang berada pada kelompok miskin biasanya memiliki kemampuan tabungan yang sangat terbatas, dan kenaikan harga akibat PPN akan memaksa mereka untuk mengurangi konsumsi yang tidak esensial, bahkan untuk kebutuhan dasar sekalipun.

          Peningkatan PPN ini juga dapat mempengaruhi pola konsumsi secara keseluruhan. Dalam teori price elasticity of demand (kelenturan harga terhadap permintaan), jika harga suatu barang naik, permintaan terhadap barang tersebut akan menurun, kecuali jika barang tersebut adalah kebutuhan pokok yang tidak bisa ditunda untuk dikonsumsi.          Dalam konteks Indonesia, barang-barang seperti barang elektronik, pakaian, tanah dan bangunan, serta jasa pelayanan kesehatan medik yang termasuk dalam kategori barang yang dikenakan PPN 12 persen akan mengalami penurunan konsumsi, khususnya di kalangan masyarakat miskin yang sensitif terhadap harga.

          Dampak langsungnya, rumah tangga dengan penghasilan rendah akan lebih sulit memenuhi kebutuhan dasar, yang berujung pada penurunan kualitas hidup mereka. Dampak ini tidak hanya terlihat dalam pengurangan konsumsi, tetapi juga pada kesejahteraan sosial secara keseluruhan.

          Tanggapan terhadap kenaikan PPN tidak hanya menjadi tanggung jawab pemerintah, tetapi juga masyarakat. Ada beberapa cara yang dapat dilakukan oleh masyarakat untuk merespons kenaikan PPN ini. Kita bisa mulai dengan meningkatkan kesadaran akan gaya hidup hemat. Masyarakat perlu lebih cerdas dalam mengelola pengeluaran.

          Melalui penerapan gaya hidup hemat dan bijaksana dalam berbelanja, masyarakat dapat memitigasi dampak dari kenaikan harga barang dan jasa. Pendidikan keuangan yang lebih intensif, terutama untuk masyarakat berpendapatan rendah, akan sangat membantu dalam menghadapi situasi ekonomi yang lebih sulit.

          Perlu juga untuk beradaptasi dengan perubahan konsumsi. Masyarakat harus belajar beradaptasi dengan perubahan ekonomi dan mencari alternatif barang yang lebih terjangkau. Meskipun kenaikan PPN adalah hal yang tidak bisa dihindari, masyarakat dapat lebih pintar dalam memilih produk yang memiliki kualitas dan harga yang lebih baik dengan mempertimbangkan prioritas konsumsi mereka.

          Kenaikan PPN 12 persen di Indonesia memberikan dampak yang signifikan, terutama bagi kelompok masyarakat miskin yang lebih rentan terhadap perubahan harga barang dan jasa. Dalam konteks konsumsi, mereka yang berada di garis kemiskinan akan mengalami kesulitan lebih besar dalam memenuhi kebutuhan dasar.

          Oleh karena itu, penting bagi pemerintah untuk mempertimbangkan kebijakan yang dapat meringankan beban masyarakat. Sementara masyarakat sendiri perlu merespons dengan lebih bijaksana dalam mengelola konsumsi dan adaptasi terhadap perubahan ini. Melalui pendekatan yang lebih progresif dan kesadaran kolektif, kita dapat menghadapi tantangan ini dengan lebih baik.(*)

-Advertisement-

Berita Lainnya

Berita Terbaru

- Advertisement -spot_img
- Advertisement -spot_img