MALANG POSCO MEDIA– Warga ternyata sudah malas menggunakan Minyakita. Pedagang tak lagi menjual minyak goreng bersubisidi itu lantaran tak ada pembelinya. Di sisi lain, warga yang dirugikan bisa membawa masalah Minyakita ke pengadilan.
Di Kota Malang, minyak goreng yang dipermasalahkan karena isi tak sesuai label kemasan itu mulai jarang dibeli. Satria, pedagang di Toko kelontong di daerah Jalan Zaenal Zakse mengaku sudah tidak menjual Minyakita selama sebulan terakhir.
“Banyak pembeli yang komplain karena minyaknya cepat menghitam saat dipakai menggoreng. Akhirnya, nggak laku dan saya berhenti jual,” kata pria 35 tahun ini.
Masalah lain yang muncul adalah harga yang lebih mahal dari seharusnya. Meski pada kemasan tercantum HET Rp 15.700 per liter, di pasaran harga Minyakita dalam kemasan refill justru mencapai Rp 18.000 per liter. Kondisi ini membuat masyarakat berpaling ke minyak premium yang selisih harganya hanya sekitar Rp 2.000 lebih mahal.
Triana, pedagang lain juga menyebut bahwa kini lebih memilih menjual minyak goreng merek lain yang lebih diminati pembeli.
“Kalau Minyakita botolan sudah nggak saya jual. Yang refill masih ada, tapi nggak banyak karena lebih sulit laku,” ungkapnya.
Di sisi lain, konsumen pun semakin kehilangan minat. Nurlaila, warga Kota Malang, lebih memilih minyak premium karena merasa kualitas Minyakita tidak lagi layak.
“Selisih harga dengan minyak premium nggak terlalu jauh, tapi bedanya jauh banget. MinyaKita cepat berubah warna saat dipakai, jadi mending beli yang lebih bagus sekalian,” ujarnya.
Sementara itu, warga yang merasa dirugikan akibat temuan isi Minyakita dicurangi, isi tak sesuai label bisa menuntut ganti rugi. Dan bisa membawa lebih jauh ke ranah hukum. Ini disampaikan anggota Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Sitii Mulyana kepada Malang Posco Media.
Hal ini ditegaskannya merujuk pada kasus ditemukannya sampel minyak goreng Minyakita yang dicurangi. Seperti yang sudah diberitakannya sebelumnya bahwa di Kota Malang dan Kota Batu ditemukan adanya satu sampel minyak goreng kemasan merek Minyakita tak sesuai dengan jumlah takaran atau dibawah volume 1 liter yang tertera dalam kemasan.
“Warga bisa menuntut ganti rugi,” tegas Yayan sapaannya saat dihubungi Malang Posco Media, Rabu (12/3). Sebab, lanjut dia, berdasarkan aturan dalam perundang-undangan yakni UU No 8 Tahun 1999 (tentang Perlindungan Konsumen), pelaku usaha yang melanggar hak dalam menjual barang. Dalam hal ini, kata Yayan, menjual barang dengan volume tidak sesuai bisa dikenakan sanksi.
Sanksi ini berupa sanksi administratif. Yang bisa berupa ganti rugi pada konsumen, menarik kembali barang yang sudah beredar.
“Dan bisa sanksi dicabut izin usahanya,” tegas Yayan.
Ia menambahkan, sanksi pidana juga diatur dalam UU Perlindungan Konsumen. Sanksi pidananya penjara maksimal 5 tahun dan denda maksimal Rp 2 miliar.
Yayan juga menegaskan bahwa YLKI juga bisa menjadi tempat mengadu jika ada warga dimanapun yang merasa haknya sebagai konsumen dirugikan. Karena YKLI menerima pengaduan-pengaduan semacam ini di seluruh daerah di Indonesia.
“Di kami, warga yang mengadu bisa konsultasi dan mendapat pendampingan dari tim ahli. Yang jelas jika ada unsur pelanggaran hak konsumen memang warga yang dirugikan bisa menunut ganti rugi sesuai hak dan dalam UU yang ada,” kata Yayan.
Pakar Hukum Pidana Universitas Brawijaya (UB) Dr Prija Djatmika, SH., MS mengatakan, bahwa masyarakat yang merasa dirugikan dengan fenomen Minyakita yang isinya tidak sesuai dengan label pada kemasan, bisa mengajukan gugatan masyarakat yang dirugikan atau class action.
“Itu bisa mengajukan gugatan class action, bisa melakukan gugatan class action. Yakni gugatan masyarakat takaran minyak kita tidak sesuai label melanggar Undang-Undang Perlindungan Konsumen (UUPK),” jelasnya.
Secara umum, prosedur gugatan yang dapat ditempuh oleh konsumen yang merasa dirugikan dengan mengumpulkan bukti dan dokumen. Seperti struk atau nota pembelian Minyakita yang menunjukkan jumlah dan harga.
Kemudian, kemasan produk yang menunjukkan informasi volume yang tertera. Selanjutnya bukti video atau foto perbedaan isi minyak dibandingkan dengan kemasan, serta saksi atau testimoni dari pembeli lain yang mengalami hal serupa.
Kemudian setelah lengkap, bisa mengajukan gugatan ke Pengadilan Negeri (PN). Membuat surat gugatan dan mendaftarkan gugatan di PN lokasi tempat tinggal bisa dengan menggunakan jasa advokat pada lembaga bantuan hukum (LBH).
Jika banyak konsumen mengalami kerugian yang sama, mereka bisa mengajukan gugatan class action (gugatan kelompok) ke pengadilan. Gugatan ini biasanya difasilitasi oleh organisasi perlindungan konsumen seperti YLKI atau BPKN.
Dasar hukum gugatan bisa menggunakan Pasal 8 Ayat (1) UUPK tentang melarang produsen memberikan informasi yang tidak benar atau menyesatkan tentang isi produk. Kemudian Pasal 19 UUPK tentang konsumen berhak atas ganti rugi jika mengalami kerugian akibat produk yang tidak sesuai dengan informasi yang diberikan.
Selanjutnya Pasal 62 UUPK tentang pelaku usaha yang melanggar ketentuan bisa dikenakan sanksi pidana maksimal 5 tahun penjara atau denda hingga Rp 2 miliar. Konsumen dapat memperjuangkan haknya dan memberikan efek jera kepada produsen yang tidak bertanggung jawab.
“Apabila pihak perusahaan tidak mau ganti rugi, wajib ada perdamaian sebelumnya melalui mekanisme mediasi. Apabila tidak mau ganti rugi atau tidak ada perdamaian, akan dipidana. Dan ini ada aturannya,” pungkasnya. (mg/ica/rex/van)