Tragedi Kanjuruhan masih menyimpan duka mendalam bagi para korban dan saksi mata. Eko, salah satu saksi mata masih terbayang bagaimana kengerian terjadi di Gate 13 saat itu.
Tepatnya, pada saat peluit akhir dibunyikan, Eko ini mendengar gelegar guncangan dari dalam stadion. Namun Eko bertanya–tanya kerusuhan apa yang terjadi? Sementara di dalam hanya ada satu kelompok supporter, yaitu Aremania. Setelahnya, Eko berlari ke Gate 10.
Di Gate 10, sudah banyak orang berdesak–desakan berusaha untuk keluar. Sebagian ada yang berhasil keluar namun, Eko kemudian berlari lagi ke Gate 13 untuk mengecek teriakan–teriakan yang lain. Ketika di Gate 13, Eko mendengar jeritan dan tangisan anak–anak dan orang tua meminta tolong untuk dibukakan. Gate tersebut tertutup sangat rapat, sementara di dalam terdapat ratusan orang menunggu untuk dibukakan.
Kondisi di dalam lebih parah lagi. Terdapat tembakan gas air mata yang lantas menutup mata orang yang ada di Gate 13. Eko berlari meminta pertolongan dari aparat untuk dibukakan Gate 13, namun justru ia hampir menjadi sasaran aparat. Di kemudian hari ia melaporkan kejadian ini.
Eko kemudian berlari lagi ke arah yang lain meminta pengamanan pertandingan untuk berlari ke Gate 13. Namun ketika berlari ke Gate 13, ia menemukan orang–orang sudah tergeletak tidak bernyawa. Hal itu terekam kamera pemantau atau CCTV seperti dilihat oleh Tim Gabungan Independen Pencari Fakta (TGIPF) Tragedi Kanjuruhan.
Anggota TGIPF Tragedi Kanjuruhan, Nugroho Setiawan, seperti dikutip dari akun YouTube Kemenko Polhukam, Minggu (9/10/2022) menyebutkan peristiwa itu sangat mengerikan. TGIPF juga sudah melihat kondisi korban luka akibat Tragedi Kanjuruhan. Menurut Nugroho, luka para korban tidak bisa sembuh dalam hitungan hari. Ia juga menjelaskan betapa bahayanya zat yang berada di dalam gas air mata.
Tim juga menghubungi korban, melihat korban, bahkan sempat menyaksikan perubahan fenomena trauma lukanya dari menghitam, kemudian memerah dan menurut dokter itu recovery-nya paling cepat adalah satu bulan. Jadi efek dari zat yang terkandung di gas air mata itu sangat luar biasa. Ini juga patut dipertimbangkan untuk crowd control di masa depan.
TGIPF juga telah berbicara dengan tim steward dan Komando Distrik Militer (Kodim) TNI di Malang. Berdasarkan pertemuan itu dan juga rekaman CCTV, TGIPF Tragedi Kanjuruhan menemukan fakta bahwa evakuasi yang dilakukan tim steward dan TNI baru selesai hingga dini hari.
Terdapat sebelas kali tembakan gas air mata dalam tragedi di Stadion Kanjuruhan, Malang, Jawa Timur (Jatim). Tujuh dari sebelas tembakan itu disebut mengarah ke tribun selatan di mana terdapat Gate 13 atau Gate Gerbang 13, yang menjadi saksi bisu suasana mencekam tragedi itu. Seperti diketahui, total ada 14 Gate gerbang di Stadion Kanjuruhan. Korban tewas tragedi mematikan ini terakhir tercatat sebanyak 131 orang, yang sebagian besar korban ditemukan di Gate 13. Posisi Gate 13 memang berada di Tribun Selatan, yang disebutkan oleh Kapolri bahwa sebagian besar tembakan gas air mata mengarah ke sana.
Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo seperti yang dilansir detik.com, Kamis (6/10/2022), menyebutkan terdapat 11 personel yang menembakkan gas air mata, ke tribun selatan kurang lebih 7 tembakan, tribun utara 1 tembakan dan ke lapangan 3 tembakan. Ini yang kemudian mengakibatkan para penonton terutama yang ada di tribun yang ditembakkan tersebut kemudian panik, merasa pedih dan kemudian berusaha meninggalkan arena. Di satu sisi tembakan tersebut dilakukan dengan maksud untuk mencegah agar penonton yang kemudian turun ke lapangan itu bisa dicegah.
Alih-alih mencegah penonton masuk ke lapangan, namun tembakan itulah yang ternyata memakan korban jiwa suporter Aremania. Sigit mencoba menjelaskan bahwa semestinya Gate atau gate stadion sudah dibuka lima menit sebelum pertandingan usai. Namun, saat itu, gate tidak sepenuhnya terbuka. Steward atau penjaga Gate juga tidak ada di tempat.
Gate 13 Kanjuruhan kini terlihat gerbang yang penyok. Gate setinggi 3 meter itu rusak seperti mendapat dorongan keras dari luar.
Terlihat juga coretan warna merah bertulisan ‘RIP’. Gate ini yang diduga titik yang paling banyak ditemukan korban tewas. Pada gagang Gate tergantung syal Aremania dan bunga-bunga di lantai. Adapun kertas putih bertuliskan ‘Stop Brutality Police’. Kertas itu ditempel bergambar seorang pria menggendong anak-anak yang terjebak saat ada gas air mata ditembak ke arah di tribun. Ada juga dua kaus di tembok yang berlubang. Tidak diketahui apakah tembok itu sudah berlubang sebelum atau sesudah tragedi Kanjuruhan. Di bawah baju itu tampak coretan ‘Selamat Jalan Saudaraku, 1-10-2022’
Menurut pendapat saya, dalam tragedi ini muncul karena adanya kesalahan dari banyak pihak, dari supporter maupun petugas aparat yang ada di stadion. Banyak anggota supporter yang turun ke lapangan yang menjadikan kondisi tidak kondusif. Ada dari pihak kepolisian yaitu tembakan gas air mata yang tidak hanya diarahkan untuk mengurai massa melainkan juga diarahkan kepada sejumlah tribun yang diduga kuat menjadi penyebab tewasnya ratusan orang.
Aksi ini bertentangan dengan pasal 19 nomor b tentang pitchside stewards, yang berbunyi “No fire arms or crowd control gas shall be carried or used” (Tidak boleh membawa atau menggunakan senjata api atau gas pengendali massa). Aturan FIFA tersebut mempertegas bahwa pihak kepolisian harusnya tidak membekali anggotanya dengan gas air mata walau dengan alasan apapun sebab penanganan orang-orang demo di tempat terbuka tentu berbeda dengan orang-orang yang berada dalam stadion sehingga tindakan aparat dinilai menyalahi aturan. Inilah kebobrokan demokrasi dalam sistem kapitalisme, rezim yang sejak awal menggaungkan penegakan HAM justru merusak citranya sendiri lewat sikap represif mereka terhadap masyarakat dengan alasan mengamankan. Bahkan mereka merebut hak hidup rakyat. (*/nda)