spot_img
Wednesday, October 9, 2024
spot_img

MK Perintahkan Mendagri Tunda Pemberhentian Khofifah-Emil, Jabatan Gubernur dan Wagub Jatim Berakhir 13 Februari 2024

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Malang Posco Media, Surabaya – Rencana pergantian Gubernur Jatim dan Wakil Gubernur Jatim, 31 Desember 2023 mendatang, hampir dipastikan tidak akan mungkin terjadi. Sebaliknya, Khofifah Indar Parawansa dan Emil Elestianto Dardak akan tetap menjabat hingga 13 Februari 2024 mendatang.

Dikonfirmasi soal di atas, Wagub Jatim Emil Elestianto Dardak secara implisit belum berani memastikannya. Tetapi, secara ekplisit Emil Dardak merasa yakin kalau jabatannya akan tetap berakhir 13 Pebruari 2024 sesuai salinan putusan Makamah Konstitusi (MK) RI, Nomor 143/OUU-XXI/2023.

- Advertisement -

‘’Mohon waktu, saya tanya dulu ke teman-teman dari asosiasi terkait hal ini (masa jabatannya kembali pas 5 tahun). Sekiranya sesuai yang kami pahami, semoga keputusan ini membawa kemaslahatan bagi masyarakat,’’ kilah Emil ketika dikonfirmasi wartawan di Grahadi, Kamis malam.

Seperti diketahui, pasangan Khofifah Indar Parawansa – Emil Dardak dilanti sebagai Gubernur dan Wakil Gubernur Jatim, 13 Pebruari 2019 lalu. Sesuai ketentuan maka jabatan mereka seharusnya baru akan habis 13 Pebruari 2024 atau menjabat selama lima tahun.

Tetapi karena keperluan dengan diselenggarakannya Pemilu 2024 maka jabatan Khofifah- Emil harus berakhir akhir Desember 2023. Hal serupa juga dialami beberapa kepala daerah di Indonesia.

Karena merasa masa jabatannya terpotong, yaitu tidak sampai lima tahun, merekapun ramai-ramai mengajukan gugatan ke MK. Hasilnya, MK mengabulkan semua gugatan yang diajukan para kepala daerah yang merasa masa jabatannya dirugikan.

Sementara itu salinan putusan Makamah Konstitusi (MK) RI, Nomor 143/OUU-XXI/2023 yang diterima Malang Posco Media (MPM) menunjukkan, gugatan Emil Dardak dan sejumlah kepala daerah memang dikabulkan MK.

Salinan putusan Makamah Konstitusi (MK) RI, Nomor 143/OUU-XXI/2023 yang diterima Malang Posco Media (MPM).

Hal itu termaktub dalam huruf D. Petitum Dalam Provisi (di halaman 46)

1. Mengabulkan permohonan Provisi PARA PEMOHON untuk seluruhnya;

2. Menjadikan Permohonan a quo yang dimohonkan oleh PARA PEMOHON sebagai prioritas pemeriksaan di Mahkamah untuk memberikan perlindungan hak konstitusional PARA PEMOHON dan meminimalisir kerugian konstitusional PARA PEMOHON akan terjadi;

3. Memerintahkan Pemerintah dan/atau Kementerian Dalam Negeri untuk menunda pemberhentian PARA PEMOHON pada akhir Tahun 2023 dan menunda Pengusulan, Pembahasan dan Pelantikan Penjabat terhadap daerah yang dipimpin oleh PARA PEMOHON sampai Mahkamah menjatuhkan Putusan;

Selanjutnya Dalam Pokok Perkara:

1. Mengabulkan permohonan PARA PEMOHON untuk seluruhnya;

2. Menyatakan ketentuan di dalam Pasal 201 ayat (5) UU No. 10 Tahun 2016 “Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, serta Walikota dan Wakil Walikota hasil pemilihan tahun 2018 menjabat sampai dengan tahun 2023” bertentangan dengan ketentuan di dalam UUD NRI 1945 dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai “Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, serta Walikota dan Wakil Walikota hasil pemilihan dan pelantikan tahun 2018 menjabat sampai dengan tahun 2023 dan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, serta Walikota dan Wakil Walikota hasil Pemilihan Tahun 2018 yang dilantik tahun 2019 memegang jabatan selama 5 (lima) tahun terhitung sejak tanggal pelantikan sepanjang tidak melewati hari Pemungutan suara serentak nasional tahun 2024”

3. Memerintahkan Putusan Mahkamah Konstitusi ini untuk dimuat di dalam berita negara. Apabila Majelis Hakim Konsittusi berpendapat lain, kami mohon putusan seadiladilnya ex aequo et bono.

Diketahui MK mengabulkan gugatan soal masa jabatan yang terpotong. Gugatan ini dilayangkan oleh Wagub Jatim Emil Dardak, Wali Kota Bogor Bima Arya, Gubernur Maluku Murad Ismail, Wakil Wali Kota Bogor Dedie A Rachim, Wali Kota Gorontalo Marten A Taha, Wali Kota Padang Hendri Septa, dan Wali Kota Tarakan Khairul.

Mereka mengajukan gugatan terkait Pasal 201 ayat (5) UU Pilkada. Para pemohon merasa dirugikan karena masa jabatannya akan terpotong, yaitu berakhir pada 2023, padahal pemohon belum genap 5 tahun menjabat sejak dilantik.

Para pemohon merasa dirugikan dengan Pasal 201 ayat 5 UU Pilkada tersebut karena pasal tersebut mengatur masa jabatan hasil Pilkada 2018 menjabat sampai 2023, padahal para pemohon mengaku dilantik pada 2019 sehingga terdapat masa jabatan yang terpotong mulai 2 bulan hingga 6 bulan. (has)

- Advertisement -

Berita Lainnya

Berita Terbaru

- Advertisement -spot_img
- Advertisement -spot_img