Inspiring Ramadan
Kematian tak pernah bisa diperkirakan kapan datang. Namun bisa dipersiapkan dengan bekal ilmu yang matang. Itulah yang menjadi semangat bagi Sukma Raga menuntut ilmu agama hingga mondok di Malang.
Pemuda yang kini aktif belajar mengaji itu menceritakan perjalanannya menggapai cahaya ilmu. Ia berasal dari Blitar memang sengaja memilih mondok ke luar kota hingga ke Malang untuk menghindari lingkungannya yang lama.
“Saya ingin belajar di tempat lain agar tidak terganggu dengan kebiasaan lama. Dulu kan biasa teman-teman lama itu mabuk, judi gitu. Kalau belajar di lingkungan rumah ya sulit menghindar,” terangnya.
Awal mula keinginannya untuk menuntut ilmu agama karena beberapa teman karibnya dipanggil Tuhan sebelum sempat belajar mengaji. Satu per satu temannya meninggal karena sakit, sebab kebiasaan buruk yang terus menerus.
“Bahkan ada satu teman saya baru meniatkan mengaji bulan depan, tapi bulan depannya meninggal. Itu membuat saya takut,” ujarnya.
Dari ketakutan tersebut, ia tak mau lagi menunda untuk mengaji. Kini dia sibuk mengaji dan bantu-bantu semampunya bila diperlukan di pondok tempatnya menuntut ilmu. Ia bertekad move on dan menjadikan pengalaman masa lalunya sebagai pengalaman dan pembelajaran.
“Semua itu sudah lama, saya tidak begitu mempedulikan juga. Keburukan tak perlu diingat, hanya jadikan pelajaran. Fokus ke masa depan agar semangat belajarnya,” tutur Sukma sambil tersenyum renyah.
Di sela-sela kesibukan mengajinya, Sukma menuturkan perjalanannya. Sukma bertekad untuk mondok dan mengaji ketika duduk di kelas 12 SMK. Di semester dua kelas 12, ia melihat teman-teman di sekitarnya mulai mengalami dampak kesehatan dari kebiasaan buruk mereka.
Satu per satu mulai sakit dan akhirnya meninggal. Ia sendiri sempat dilarikan ke rumah sakit karena over dosis ringan. Ia lalu berniat untuk bebas dari lingkungan tersebut dengan belajar mengaji.
Saat itu, ketika dia belajar mengaji di lingkungan rumah, masih besar kemungkinan untuk terpengaruh lingkungan buruk. “Kalau di rumah, teman-teman masih banyak. Pulang ngaji nanti masih bisa terpengaruh jadi harus jauh sekalian,” ujarnya.
Kesempatan baik pun hadir. Kebetulan, ada tawaran untuk kuliah di Malang. Sehingga ia pun memutuskan untuk mondok sekaligus kuliah pada tahun 2017. Awal pertama mondok, ia mengaku cukup berat. Dibilang berat karena meninggalkan kebiasaan lama dan memulai hal baru. Namun, ia mengaku tak masalah. “Sebenarnya nggak berat, hanya belum terbiasa saja dengan aktivitas di pondok, karena sebelumnya bebas,” terangnya.
Namun, ia selalu bisa melewati segala kesulitan itu dengan mengingat kembali tujuan awalnya datang ke Malang. “Harus terngiang-ngiang dan meyakini niat awal,” ujarnya.
Untuk bertahan hidup di Malang, ia juga sambil bekerja seadanya. Membenahi listrik, buat lemari, atau serabutan lainnya. Ia juga tak segan membantu kebutuhan di pondok, seperti membantu membelikan pakan ternak dan sebagainya. Ia berharap di pondok dapat memperoleh barakah dan keridaan dari guru-gurunya. Serta mendapatkan bekal ilmu agama tentunya. Setelah lulus dari pondok nanti, ia bertekad untuk mengajar kecil-kecilan.
“Inginnya kembali mengajar ke rumah, atau mengajar kecil-kecilan. Tapi sudah lama di Malang cocok dengan cuacanya,” ujar Sukma. (mg1/van)