spot_img
Wednesday, July 2, 2025
spot_img

Muhammadiyah dan Spirit Gerakan Kesejahteraan Sosial

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Pada tanggal 18-20 November 2022, Persyarikatan Muhammadiyah akan menyelenggarakan kegiatan Muktamar ke-48 di Surakarta Jawa Tengah. Dalam Muktamar ke-48 ini  tema yang diusung adalah “Memajukan Indonesia, Mencerahkan Semesta.”

Dalam pandangan penulis, kegiatan Muktamar bagi Persyarikatan Muhammadiyah bukan saja merupakan  majelis permusyawaratan tertinggi yang agenda utamanya antara lain menentukan proses regenerasi kepemimpinan Muhammadiyah ke depan, namun juga sebagai momen meneguhkan kembali spirit Muhammadiyah dalam melakukan gerakan kesejahteraan sosial.

Memang, jika kita renungkan spirit awal pendirian Persarikatan Muhammadiyah pada tanggal 18 November 1912 di Yogyakarta, jauh sebelum Proklamasi Indonesia, adalah merupakan manifestasi dari kerisauan dan keprihatinan seorang Ahmad Dahlan melihat realitas masyarakat sekitarnya pada waktu itu yang ditandai oleh kondisi kemiskinan dan kebodohan.

Penulis memandang terdapat paling tidak dua aspek penting dalam pemikiran Ahmad Dahlan saat mendirikan Persyarikatan Muhammadiyah. Yakni Pertama, jangan bermimpi menjadikan Islam yang kuat, jika umat Islam Indonesia masih dilanda kemiskinan dan kebodohan.

Kedua, bahwa upaya mengatasi kemiskinan dan kebodohan harus dilakukan melalui aksi-aksi nyata yang dilakukan secara sistematis dan terorganisir. Makna sistematis dan terorganisir ini mengandung arti bahwa harus dibentuk sebuah organisasi.

Dalam perspektif sosiologi kesejahteraan, dimensi kemiskinan dan kebodohan adalah merupakan suatu masalah social (social problems). Sedangkan upaya sistematis dan terorganisir dalam mengatasi suatu masalah sosial dapat dikategorikan sebagai Gerakan Kesejahteraan Sosial. Maka pada hakekatnya Persyarikatan Muhammadiyah itu adalah sebuah Organisasi Gerakan Kesejahteraan Sosial.

Dalam pandangan Ricklefs (Jinan, 2015), Muhammadiyah adalah salah satu organisasi paling penting yang pernah tumbuh dan berkembang di Indonesia, hingga 100 tahun lebih usianya Muhammadiyah telah menghasilkan gerakan filantropi yang sedikit banyak telah ikut menyumbang dalam perubahan sosial di Indonesia dalam kurun satu abad terakhir ini.

Melihat Muhammadiyah tidak cukup dengan satu sudut pandang sambil mengabaikan sudut pandang lain. Para penulis dan peneliti maupun masyarakat menyebut Muhammadiyah sebagai gerakan Islam modern, reformis, dan lebih spesifik lagi disebut gerakan tajdid atau pembaruan.

Muhammadiyah dan Konteks

Kesejahteraan Sosial NKRI

Maka Muhammadiyah bertekad untuk menjadikan umat Islam yang sejahtera dan cerdas. Bukankah visi Muhammadiyah ini koheren dengan tujuan nasional bangsa Indonesia? Dengan demikian Muktamar ke-48 ini juga merupakan ajang peneguhan kembali komitmen Muhammadiyah sebagai pilar NKRI, bahwa “Muhammadiyah untuk Bangsa.”

Sebagaimana sudah kita pahami bahwa tujuan NKRI secara konstitusional tercantum dalam Pembukaan UUD 1945. Dalam Pembukaan UUD 1945 tersebut dinyatakan bahwa tujuan Negara Indonesia adalah untuk Melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, Memajukan kesejahteraan umum, Mencerdaskan kehidupan bangsa, dan Ikut melaksanakan ketertiban dunia berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial.

Dalam upaya mewujudkan tujuan nasional, yakni salah satunya memajukan kesejahteraan umum, maka para pendiri bangsa merancang NKRI sebagai welfare state (Negara kesejahteraan). Konsep negara kesejahteraan dapat didefinisikan sebagai model kesejahteraan sosial yang menekankan peran yang lebih besar kepada negara (pemerintah)  dalam mengalokasikan sebagian sumber daya publiknya untuk memastikan bahwa keperluan mendasar seluruh warga negaranya tercukupi.

Secara sederhana negara kesejahteraan diartikan sebagai negara di mana pemerintahan negara dipandang sebagai pihak yang memiliki tanggung jawab utama dalam menjamin tercapainya standar hidup minimum bagi semua warga negara.

UU Nomor 11 tahun 2009 tentang Kesejahteraan Sosial, menyebutkan bahwa Kesejahteraan Sosial adalah kondisi terpenuhinya kebutuhan material, spiritual, dan sosial warga negara agar dapat hidup layak dan mampu mengembangkan diri, sehingga dapat melaksanakan fungsi sosialnya.

Untuk mencapai kondisi kesejahteraan sosial masyarakt Indonesia, maka tentu saja diperlukan upaya-upaya yang sistematis dan terorganisir dari bergai stakeholders, baik pemerintah maupun masyarakat. Dalam konteks ini maka sesungguhnya keterlibatan aktivitas gerakan kesejahteraan social Muhammadiyah ditujukan dalam upaya mencapai kondisi masyarakat Indonesia yang sejahtera dan sebagai wujud nyata partisipasi aktif dari masyarakat.

Gerakan Kesejahteraan Sosial

Konsep Gerakan Kesejahteraan Sosial merupakan bagian dari konsep Gerakan Sosial. Mengacu kepada pandangan Spencer (1982) bahwa yang dimaksud gerakan sosia (social movement) adalah merupakan upaya kolektif yang ditujukan untuk suatu perubahan tatanan kehidupan yang baru.

Ciri utama dari pandangan Spencer adalah adanya upaya kolektif (bersama) dan upaya tersebut diarahkan untuk terjadinya perubahan suatu tatanan yang lebih baik lagi dari tatanan yang ada. Sejalan dengan pandangan Spencer,  selanjutnya Locher (2002) berpendapat bahwa ketika sekelompok orang mengatur (mengorganisir) diri dalam upaya untuk mendorong terjadinya beberapa jenis perubahan sosial, maka mereka sedang menciptakan sebuah gerakan sosial.

Orang-orang dengan sedikit atau banyak kekuatan politik yang dimilikinya, bergabung secara bersama-sama untuk mendapatkan beberapa hal, yakni suatu perubahan sosial maka itulah gerakan sosial.

Dalam buku yang disusun oleh penulis, berjudul Konsep dan Teori Gerakan Sosial, maka berdasarkan hasil kajian literatur yang penulis lakukan yang mencoba melakukan analisis konvergensi antara perspektif teori mobilisasi sumberdaya (the resource mobilization theory) dan teori identitas (the identity oriented theory), maka ditemukan faktor-faktor determinan dalam mencapai keberhasilan suatu tujuan gerakan sosial.

Faktor-faktor determinan yang dapat menentukan keberhasilan  suatu gerakan sosial tersebut, yaitu: Adanya Organisasi gerakan kesejahteraan sosial yang mapan,  Adanya Pemimpin gerakan kesejahteraan sosial yang konsisten,  Adanya Sumberdaya dan mobilisasi sumberdaya pendukung gerakan kesejahteraan sosial, Adanya Jaringan dan partisipasi dalam gerakan kesejahteraan sosial,  Adanya Peluang dan kapasitas masyarakat dalam mendukung gerakan kesejahteraan sosial,  Adanya Taktik (strategi) yang dilakukan dalam gerakan, Adanya Tujuan (sasaran capaian) gerakan yang jelas, Menyangkut identitas kolektif dari partisan, Adanya dukungan solidaritas kelompok, dan  Adanya dukungan komitmen yang kuat dari seluruh stakeholder gerakan.

Oleh karena itu agar tercapainya keberhasilan dan terjaminnya sustainibilitas gerakan kesejahteraan sosial Muhammadiyah dalam mencapai tujuan mewujudkan masyarakat Indonesia yang sejahtera dan cerdas maka tentu saja harus memperhatikan aspek-aspek determinan tersebut di atas. Semoga Muktamar Muhammadiyah semakin memperkuat spirit Muhammadiyah dalam melakukan aktivitas gerakan kesejahteraan sosial. (*)

Berita Lainnya

Berita Terbaru

- Advertisement -spot_img