MALANG POSCO MEDIA, MALANG – Wisata purbakala, utamanya candi di Kabupaten Malang mulai kembali bangkit setelah pandemi. Lokasi candi mulai banyak dikunjungi sejak pertama dibuka hingga saat libur lebaran. Seperti di Candi Sumberawan Singosari. Candi mulai banyak dikunjungi hingga difungsikan umat sejumlah agama untuk keperluan spiritual.
Sebelum pandemi, candi banyak dikunjungi wisatawan tak hanya untuk berwisata sejarah dan spiritual. Namun juga untuk berwisata di area sekitar yang ditempati warung-warung kuliner masyarakat setempat.
Sebelumnya, saat pandemi menerjang, Sumberawan ditutup total. Dibuka dan boleh dikunjungi hanya saat ada kunjungan khusus dan ritual. Hal ini pun dibatasi berdasarkan jumlah dan harus mengantongi izin dan konfirmasi dari Juru Pelihara setempat.
Candi Sumberawan dikenal sebagai candi bercorak Budha. Candi ini adalah satu-satunya di Malang Raya yang berbentuk stupa. Apalagi menjadi satu-satunya candi bercorak Budha di Jawa Timur. Candi itu tak terlalu jauh dengan lokasi Candi Singhasari. Tepatnya di Dusun Sumberawan Desa Toyomarto Kecamatan Singosari.
“Sejak pertama dibuka mengalami kenaikan kunjungan. Karena sebelumnya mengikuti aturan Kemenbud dan BPCB untuk tutup total. Sekarang bisa diakses kembali untuk umum,” jelas Dika Maulana, Juru Pelihara (Jupel) Sumberawan, Jumat (6/5).
Menurutnya, meski tidak menentu setiap harinya, namun jumlahnya lebih banyak ketimbang saat pandemi awal. Dikatakan, jika dalam kondisi normal kunjungan perbulannya mencapai 3.000 sampai 4.000 orang. Sekarang dalam hitungan libur lebaran hingga awal bulan Mei, sudah sebanyak 1.100 orang. “Secara keseluruhan belum terekap, tetapi paling tinggi sehari sebelum lebaran,” ungkapnya.
Salah satu hal yang unik dan dianggap sakral di komplek Candi Sumberawan berada pada dua sumber airnya. Dua sumber air itu dikeramatkan. Letaknya di ujung-ujung sudut candi. Salah satunya bersumber di bawah bangunan candi. Diyakini Candi Sumberawan dibangun di atas sebuah rawa.
“Makannya namanya Sumberawan yang dari kata sumber air dan Rerawan atau rawa-rawa di bawah candi,” katanya.
Candi ini, kata Dika, ditemukan sejak abad ke 14 dan dipugar dan ditata ulang pada masa pemerintahan kolonial belanda di tahun 1937.
Meski bercorak budha, sumber air suci yang disebut Tirta Amertha itu dimanfaatkan untuk keperluan spiritual banyak agama. Dikatakan Dika, banyak dimanfaatkan umat hindu untuk mandi dan bersuci lalu bertapa. Sedang umat nasrani atau kristen dan katolik memanfaatkan untuk pembaptisan.
“Sumber air yang ada ada dua satu untuk pendharmaan, atau kesucian. Satu lagi kesederajatan. Dimana banyak didatangi pejabat untuk dipercaya melancarkan jabatannya. Seperti tadi pagi didatangi Bu Kapolda Jatim,” tutur Dika.
Mengingat dulu banyak digunakan untuk mandi warga kerajaan Singhasari. Termasuk pendarmaan para putri raja dan persinggahan raja Hayam Wuruk.
Mulai menggeliatnya candi diharapkan mampu membangkitkan ekonomi sekitar. Termasuk warga yang mengelola dan berniaga di warung-warung. “Masyarakat banyak yang berdagang menggantungkan hidup di warung-warung. Tetapi wilayahnya mereka berbeda. Di perhutani,’ paparnya.
Kini wisatawan sudah diperbolehkan berwisata hingga memanfaatkan air suci yang ada untuk umum. Syaratnya mengantongi izin jupel. “Termasuk untuk malam hari, asal janjian dan izin dengan pemelihara. Artinya semoga bisa kembali bangkit lagi seperti semula secara fungsinya,” tambah Dika. (tyo/imm)