Malang Posco Media – Mulsunadi Gunawan (MG) ditahan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) setelah ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus dugaan suap pengadaan barang di Badan Pencarian dan Pertolongan Nasional (Basarnas) pada periode tahun 2021-2023.
“Tim penyidik menahan tersangka MG untuk 20 hari pertama terhitung mulai tanggal 31 Juli 2023 sampai dengan 19 Agustus 2023 di Rutan KPK pada Gedung Merah Putih,” kata Wakil Ketua KPK Alexander Marwata di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Senin (31/7).
Alex mengungkapkan bahwa kasus yang menjerat MG bermula pada tahun 2021, ketika Basarnas mengadakan beberapa tender proyek pekerjaan yang diumumkan melalui Layanan Pengadaan Secara Elektronik (LPSE) Basarnas yang terbuka untuk umum.
Pada tahun 2023, Basarnas kembali membuka tender proyek pekerjaan, termasuk pengadaan peralatan pendeteksi korban reruntuhan dengan nilai kontrak Rp9,9 miliar, pengadaan Public Safety Diving Equipment dengan nilai kontrak Rp17,4 miliar, dan pengadaan ROV untuk KN SAR Ganesha (tahun jamak 2023-2024) dengan nilai kontrak Rp89,9 miliar.
Untuk memenangkan proyek tersebut, Komisaris Utama PT. Multi Grafika Cipta Sejati (MGCS) Mulsunadi Gunawan (MG), Direktur Utama PT IGK (Intertekno Grafika Sejati (IGK) Marilya (MR), dan Direktur Utama PT Kindah Abadi Utama (KAU) Roni Aidil melakukan pendekatan pribadi kepada Kepala Basarnas Marsdya Henri Alfiandi (HA) dan Koorsmin Kabasarnas Letkol Adm Afri Budi Cahyanto (ABC), selaku orang kepercayaan Kabasarnas.
Pertemuan tersebut diduga mencapai kesepakatan terkait pemberian fee sebesar 10 persen dari nilai kontrak untuk memenangkan proyek-proyek tertentu. Besaran fee tersebut diduga ditentukan langsung oleh HA.
Hasil kesepakatan dalam pertemuan menyatakan bahwa HA bersedia mengondisikan dan menunjuk perusahaan MG dan MR sebagai pemenang tender untuk proyek pengadaan peralatan pendeteksi korban reruntuhan tahun anggaran 2023. Selanjutnya, perusahaan RA ditunjuk sebagai pemenang tender untuk proyek pengadaan Public Safety Diving Equipment dan pengadaan ROV untuk KN SAR Ganesha (tahun jamak 2023-2024).
Dalam rangka penyerahan uang, mereka menggunakan kode “dako” (dana komando) untuk HA melalui ABC. MG menginstruksikan MR untuk menyiapkan dan menyerahkan uang sekitar Rp999,7 juta secara tunai di parkiran salah satu bank yang ada di Mabes TNI Cilangkap. Sementara itu, RA menyerahkan uang sekitar Rp4,1 miliar melalui aplikasi pengiriman setoran bank.
Tim KPK yang mendapat informasi adanya penyerahan sejumlah uang dalam bentuk tunai dari MR kepada ABC di salah satu parkiran Bank di Mabes TNI Cilangkap, kemudian langsung bergerak melakukan operasi tangkap tangan (OTT) terhadap para pihak tersebut.
Dalam OTT itu turut diamankan goodie bag yang disimpan dalam bagasi mobil ABC yang berisi uang Rp999,7 Juta.
Para pihak yang terjaring OTT tersebut kemudian dibawa ke Gedung Merah Putih KPK Jakarta Selatan untuk menjalani pemeriksaan intensif hingga berujung dengan penetapan lima orang tersangka.
Lima tersangka tersebut, yakni Kabasarnas Marsekal Madya Henri Alfiandi dan Koorsmin Kabasarnas Letkol Adm Afri Budi Cahyanto, kemudian Mulsunadi Gunawan, Marilya, dan Roni Aidil.
Alex mengatakan untuk Marsdya Henri Alfiandi dan Letkol Adm Afri Budi Cahyanto yang diduga sebagai penerima suap, penegakan hukumnya diserahkan kepada Puspom TNI dengan supervisi KPK.
“Proses hukum lebih lanjut akan diselesaikan oleh tim gabungan penyidik KPK dan tim penyidik Puspom Mabes TNI sebagaimana kewenangan yang diatur dalam undang-undang,” kata Alex.
Baca juga: Jokowi minta semua hormati proses hukum soal dugaan korupsi Basarnas
Sedangkan tiga tersangka sipil yakni Marilya, Roni Aidil, dan Mulsunadi Gunawan, proses hukumnya langsung ditangani oleh KPK.
Tim Penyidik kemudian langsung menahan dua tersangka yakni MR dan RA selama 20 hari pertama terhitung mulai tanggal 26 Juli 2023 sampai dengan 14 Agustus 2023.
“Untuk tersangka MG, kami ingatkan untuk kooperatif segera hadir ke Gedung Merah Putih KPK mengikuti proses hukum perkara ini,” kata Alex.
Ketiga tersangka sipil tersebut disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. (ntr/mpm)