MALANG POSCO MEDIA – Mutasi di lingkungan pejabat sudah lumrah dan biasa. Mutasi ditujukan untuk penyegaran di organisasi perangkat daerah (OPD) dan memacu kinerja aparat pemerintahan. Termasuk sebagai apresiasi kinerja dengan promosi jabatan. Namun kalau mutasinya dilakukan tengah malam, ini yang luar biasa.
Karena waktunya tak biasa, maka mutasi 39 pejabat di lingkungan Pemkot Malang yang dilakukan oleh Pj Wahyu Hidayat di Balaikota Malang, Jumat (9/8) malam lalu, menjadi buah bibir dan perbincangan hangat di masyarakat. Spekulasi pun berkembang. Apalagi hari itu adalah hari terakhir, Pj Wahyu Hidayat bertugas sebagai Pj Wali Kota Malang.
Karena Sabtu (9/8) malam besoknya, Pj Wahyu Hidayat sudah digantikan dengan Pj Iwan Kurniawan yang dilantik Pj Gubernur di Grahadi Surabaya. Namun Wahyu Hidayat memastikan mutasi yang dilakukannya bukan mendadak dan sudah sesuai prosedur. Semua sudah diusulkan ke BKN jauh sebelumnya. Dan waktu mutasinya memang harus digelar malam itu.
Bila memang mutasi itu bagian tugas dan tanggungjawab Pj Walikota, dan prosedur yang dilakukan sudah sesuai, maka tentu tak masalah. Semua akan baik-baik saja. Yang menjadi persoalan bila mutasi yang dilakukan Pj Walikota itu kemudian belakangan dianulir oleh Badan Kepegawaian Negara (BKN) atau Kemendagri, maka tentu akan menjadi masalah bagi pejabat yang sudah terlanjur dimutasi.
Apalagi sebelumnya, Pj Wali Kota Malang Wahyu Hidayat sudah mengajukan pengunduran diri ke Kemendagri. Meski saat itu belum ditentukan siapa penggantinya, maka idealnya Pj Walikota tidak melakukan keputusan-keputusan strategis yang nanti rawan dianulir oleh Kemendagri. Apalagi mundurnya Pj Wahyu Hidayat karena akan maju sebagai Calon Wali Kota Malang.
Tudingan politis inilah yang kemudian berkembang di masyarakat. Apalagi beberapa hari sebelumnya, banner Wahyu Hidayat sudah menyebar di seantero Kota Malang. Praktis, saat Pj Wahyu Hidayat melantik 39 ASN malam itu, masyarakat sudah tahu, kalau Wahyu Hidayat adalah Calon Wali Kota Malang.
Dalam konteks inilah yang rawan. Ketika ASN sudah memutuskan untuk masuk ranah politik, meski sudah mundur dari jabatannya, maka segala kegiatannya akan menjadi sorotan publik dan rawan dipersoalkan. Di sinilah, netralitas dan integritas sebagai ASN benar-benar dipertaruhkan.(*)