spot_img
Saturday, June 14, 2025
spot_img

Nabi Ismail dan Mentalitas Gen Z

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Generasi Z tumbuh di era serba cepat, di mana segalanya ingin instan kesuksesan, pengakuan, bahkan makna hidup. Tapi di tengah derasnya arus digital, banyak yang kehilangan arah, mudah menyerah, dan alergi terhadap pengorbanan. Di sinilah kisah Nabi Ismail AS menjadi relevan. Sosok muda yang sabar, taat, dan siap menghadapi ujian besar tanpa ragu.

          Karakter seperti itulah yang kini langka, namun sangat dibutuhkan oleh Gen Z hari ini dan masa depan. Sudah saatnya generasi muda menoleh kembali bukan untuk romantisasi masa lalu, tapi untuk menemukan prinsip hidup yang kokoh di tengah zaman yang labil. Melalui kisah hidupnya, Gen Z dapat belajar bahwa menjadi muda bukan berarti abai terhadap nilai luhur, melainkan justru menjadi peluang untuk menanamkan karakter yang kokoh sejak dini.

          Di saat sebagian besar remaja kebingungan mencari jati diri, Ismail hadir sebagai sosok yang menemukan makna hidupnya dalam ketaatan. Ia tidak menuntut haknya sebagai anak, tidak mempertanyakan logika perintah dan tidak melawan. Ia justru percaya, karena yang menyuruh adalah Tuhan yang Maha Pengasih.

          Generasi Z dikenal sebagai generasi yang sangat menjunjung tinggi nilai kebebasan. Mereka tidak mau dibatasi dalam berperilaku maupun berpendapat yang kadang-kadang kebablasan tanpa batas dan mengindahkan nilai-nilai agama dan etika. Ini bukan hal buruk. Namun dalam beberapa hal, kebebasan yang tidak diarahkan bisa menjelma menjadi egoisme dan pemberontakan terhadap nilai-nilai ilahiah.

          Agama pun kadang dianggap sebagai sistem yang membatasi kreativitas dan pilihan hidup. Ismail justru mengajarkan bahwa tunduk kepada Allah bukan berarti kehilangan kebebasan, tapi justru menemukan bentuk tertingginya. Karena siapa pun yang tidak tunduk kepada Allah, pasti akan tunduk kepada sesuatu yang lain: hawa nafsu, termasuk opini publik.

          Banyak anak muda saat ini tidak dapat mendengarkan atau menerima teguran karena mereka merasa orang tua tidak update atau terlalu konservatif. Meremehkan nasihat orang tua karena dianggap tidak sesuai zaman. Generasi Ismail memiliki kemampuan untuk membedakan nasihat yang bermanfaat dari distraksi yang merugikan. Meskipun ia tidak menutup telinga, ia membuka hati.

          Ismail mengajarkan kepada kita bahwa mendengar adalah langkah pertama menuju karakter. Ini menunjukkan kematangan karakter Ismail. Ia memerhatikan ayahnya. Ia menyadari bahwa ini tidak biasa. Ia tidak menolak, tidak memberikan alasan, atau melawan. Ia setuju, pasrah, dan sadar.

          Generasi saat ini dibesarkan dalam budaya yang serba instan tanpa melalui proses. Misalnya dalam dunia kerja mereka cepat resign karena merasa kerjaannya “nggak sesuai passion” tanpa mencoba bertahan atau berkembang dulu. Ismail menunjukkan puncak kesabaran yang tak lazim bagi usia muda. Ia tahu bahwa yang akan dihadapinya adalah kematian, namun ia tetap tenang dan menyerahkan diri.

          Ini bukan karena ia pasrah tanpa daya, tapi karena ia paham bahwa hidup ini bukan sekadar tentang bertahan, tapi tentang menyerahkan diri pada kebaikan yang lebih besar. Kesabaran bukan berarti pasif. Ia adalah bentuk tertinggi dari kontrol diri dan kepercayaan kepada proses yang telah Allah tetapkan. Banyak anak-anak muda saat ini yang mudah sekali mengalami depresi dan tidak tahan banting alias rapuh.

          Banyak anak muda merasa gagal sebelum mencoba, merasa tidak cukup meski sudah berusaha, dan merasa tersesat di tengah hiruk pikuk pencapaian orang lain. Dan mereka akhirnya memilih jalan pintas yaitu bunuh diri yang akhir-akhir ini marak dilakukan. Tawakkal adalah obat yang menenangkan.

          Tawakkal bukan sikap fatalis. Ia adalah bentuk tertinggi dari usaha yang dilandasi iman. Ini adalah pesan yang sangat penting bagi generasi yang sering merasa gagal hanya karena tidak viral, tidak trending, atau tidak sesuai ekspektasi orang lain. Selain itu, mengajarkan nilai-nilai seperti tanggung jawab dan jujur akan membuat mereka menjadi pribadi yang kuat.

          Saat sekolah dan kampus menghadapi krisis nilai, kita membutuhkan Pendidikan yang menanamkan makna, bukan hanya mengajar materi; kita membutuhkan keteladanan, bukan hanya kurikulum. Saat ini tontonan menjadi tuntunan sementara itu tuntunan akhirnya hanya dijadikan tontonan belaka. Mereka haus akan figur yang bisa dijadikan keteladanan.

          Figur Ismail menunjukkan bahwa anak-anak yang dididik dengan nilai, cinta, dan visi spiritual dapat mengembangkan karakter besar. Menyikapi sikap dan karakter negatif tersebut diperlukan langkah transformasi dan internalisasi karakter unggul yang dimiliki Nabi Ismail AS saat usia muda yang dapat memperkokoh karakter unggul Gen Z.

          Karakter Nabi Ismail AS, seperti ketaatan kepada orang tua, kesabaran menghadapi ujian, dan tanggung jawab sejak usia muda, merupakan nilai-nilai luhur yang sangat relevan bagi Gen Z. Nabi Ismail Alaihissalam bukan hanya tokoh sejarah, ia adalah contoh sempurna pendidikan karakter yang saat ini hilang.

Jika Anda adalah bagian dari Generasi Z, jangan takut menjadi berbeda. Jadilah seperti Ismail, tenang di tengah badai, patuh di tengah kebebasan, dan kuat di balik kelembutan iman. Karena dunia tidak butuh lebih banyak orang terkenal, tapi lebih banyak jiwa-jiwa yang ikhlas, sabar, dan bertawakkal.(*)

Berita Lainnya

Berita Terbaru

- Advertisement -spot_img