spot_img
Saturday, July 12, 2025
spot_img

Nilai Penetapan Tersangka Cacat Prosedur; Eks Direktur Polinema Ajukan Praperadilan

Berita Lainnya

Berita Terbaru

MALANG POSCO MEDIA, MALANG – Dugaan kasus korupsi pengadaan tanah yang menyeret mantan Direktur Politeknik Negeri Malang (Polinema), Awan Setiawan, memasuki babak baru. Melalui sidang praperadilan di Pengadilan Negeri Surabaya dengan Nomor 20/Pid.Pra/2025/PN.SBY, pihak pemohon menilai proses hukum terhadap Awan sebagai pengguna anggaran tidak adil dan cacat prosedur.

Kuasa hukum pemohon, Sumardhan, menjelaskan bahwa proses pengadaan tanah untuk perluasan kampus Polinema dimulai sejak 2018 dan dirancang sesuai aturan hukum. Penganggaran berlangsung bertahap dari 2019 hingga 2024.

“Sudah ada SK sejak 2019 untuk pembentukan panitia. Prosedur ini mengacu pada UU No. 2 Tahun 2012 serta Permen ATR/BPN No. 6 Tahun 2015, khusus Pasal 53 yang membolehkan pengadaan tanah di bawah 1 hektare dilakukan langsung tanpa lelang,” ungkapnya.

Didampingi rekan-rekannya, Miftakhul Irfan dan Ari Hariadi dari Law Firm Edan Law, Sumardhan menyebut dasar legalitas pengadaan diperkuat dengan Surat Keputusan Direktur Polinema Nomor 689 Tahun 2019, yang kemudian diperbarui melalui SK Nomor 2888 Tahun 2020. Panitia pengadaan pun telah menetapkan tiga bidang tanah strategis sebagai lokasi perluasan kampus.

Meski menjabat sebagai Pengguna Anggaran (PA), tanggung jawab teknis telah didelegasikan kepada Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) dan Ketua Panitia Pengadaan.

“Direktur hanya menjalankan fungsi pengawasan. Bahkan, telah diterbitkan dua surat teguran resmi kepada PPK sebagai bentuk tanggung jawab administratif,” lanjut Sumardhan.

Dua surat teguran yang dimaksud adalah Nomor 178/DIR/PL/2022 dan 179/DIR/PL/2022 tertanggal 7 September 2022. Untuk menjamin keadilan harga, panitia juga mengajukan permintaan penilaian ke Kantor ATR/BPN Kota Malang.

Saat itu, harga tanah di wilayah tersebut berkisar antara Rp4 juta hingga Rp7 juta per meter persegi. Berdasarkan penilaian Kantor Pertanahan Kota Malang, harga wajar ditaksir Rp6,5 juta per meter, sementara kesepakatan transaksi disepakati di harga Rp6 juta.

“Artinya negara justru untung, bukan dirugikan. Tuduhan korupsi ini jelas tidak berdasar. Karena ini administratif. Apabila ditetapkan tersangka, seharusnya delapan orang di PPK juga, tidak tebang pilih,” tegas Sumardhan.

Ia menambahkan bahwa proses pembelian tanah diperkuat dengan Perjanjian Pengikatan Jual Beli (PPJB) bernomor 04, 07, dan 10 tertanggal 7 Januari 2021. Namun meski semua prosedur terpenuhi, Kejaksaan Tinggi Jawa Timur tetap menyatakan tidak ada proses pengadaan yang sah.

“Ini adalah bentuk kriminalisasi proses administratif. Kami meminta hakim praperadilan untuk melihat bukti legalitas dan prosedur secara menyeluruh,” pungkasnya. (rex/aim)

Berita Lainnya

Berita Terbaru

- Advertisement -spot_img