MALANG POSCO MEDIA – Gandeng Malang Creative Center (MCC), Novel Bumi Lorosae karya Wahyuni Refi dibedah dan diulas di Bhumi Arema, Rabu (26/2). Novel ini mengangkat tema sejarah dan kemanusiaan dalam hubungan antara Indonesia dan Timor Leste, yang sering kali terlupakan dalam narasi besar sejarah bangsa.
Dalam wawancara eksklusif, Wahyuni Refi menegaskan bahwa novel ini berangkat dari fakta sejarah yang kerap ditutupi atau dibiaskan. Setelah peluncuran di Jakarta, novel ini juga akan diperkenalkan di Malang, Surabaya, dan Palu sebagai bagian dari rangkaian perjalanannya ke berbagai kota.
“Saya ingin menyajikan sebuah fakta yang apa adanya, tanpa harus membela salah satu pihak, baik Indonesia maupun Timor Leste. Ini tentang bagaimana kita sebagai bangsa seharusnya tidak melupakan jejak sejarah dan tidak hanya ingin mengorek luka yang pernah ada,” ungkapnya.
Menurut Wahyuni, Bumi Lorosae merupakan hasil riset panjang selama satu tahun dan tujuh bulan. Awalnya, penelitian ini dilakukan untuk pembuatan film yang mengangkat tema persahabatan Indonesia-Timor Leste, dari kisah mantan prajurit Operasi Seroja.
Namun, ia menyayangkan jika catatan risetnya hanya menjadi dokumen pribadi. “Akhirnya, saya putuskan untuk menulis novel ini sebagai bagian dari upaya mengingat dan memahami sejarah bersama,” jelasnya.
Dalam novel ini, Wahyuni mengangkat perjalanan tokoh-tokoh yang mencari jati diri mereka di tengah konflik politik dan sosial yang melanda Timor Timur sebelum dan setelah referendum 1999. Ia juga menyoroti bagaimana berbagai pihak, baik di Indonesia maupun Timor Leste, memiliki perspektif yang berbeda namun tetap berbagi sejarah yang sama.
Peluncuran novel di Malang memiliki makna tersendiri bagi Wahyuni. “Malang adalah tempat di mana banyak teman-teman perjuangan Timor Timur dulu berkumpul. Bisa dibilang, ini adalah titik awal pergerakan bagi banyak pihak yang terkait dengan sejarah tersebut,” katanya.
Wahyuni juga mengungkapkan harapannya untuk membuat sekuel dari Bumi Lorosae. “Saya ingin membawa pembaca lebih jauh, tidak hanya ke Timor Leste, tetapi juga ke daerah lain di Indonesia yang memiliki sejarah kompleks. Kita perlu memahami sejarah kita sendiri,” ujarnya.
Nama Bumi Lorosae sendiri memiliki makna mendalam. Lorosae berarti matahari timur, yang mencerminkan harapan dan kebangkitan. Wahyuni juga mengakui bahwa ia terinspirasi dari karya Pramoedya Ananta Toer dalam menulis novel ini.
“Bumi adalah landasan, tempat berpijak. Saya ingin novel ini menjadi pijakan untuk memahami kecintaan kita terhadap sejarah dan tetap menumbuhkan kebanggaan atas negara Indonesia dan Timor Leste bagi masing-masing warga negara,” pungkasnya. (rex/van)