spot_img
Saturday, October 19, 2024
spot_img

Nyantri di Darul Musthofa, Ramadan Tarawih 100 Rakaat

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Silaturahmi Malang Posco Media pada Mahasiswa Alumni Timur Tengah

MALANG POSCO MEDIA, MALANG- Bagi Ustadz Ahmad Saifuddin Asady yang akrab disapa Gus Udin, ilmu agama harus ditempuhnya dengan perjalanan yang tak mudah. Sempat mengenyam kuliah di Universitas Islam Negeri Malang yang tak mampu diselesaikannya. Ia akhirnya bisa merasakan menjadi santri bertahun-tahun di Yaman. Pilihannya jatuh pada Lembaga Pendidikan Darul Musthofa di Provinsi Hadhramaut, Yaman.

- Advertisement -

Sosoknya sendiri masih mengalir darah pendakwah, yakni sang ayah Almarhum Almaghfurllah Gus Suyuti Dahlan yang merupakan salah satu ulama di Kota Malang. Kini Gus Udin mengasuh Pondok Pesantren Nurul Ulum di Jalan Aipda Satsui Tubun Kebonsari Malang.

Dorongan keluarga turut menjadi pemicu dirinya menuntut ilmu di Yaman. Ia bercerita, awalnya dia hanya diberangkatkan untuk sebuah program pesantren singkat yang diikutinya di musim panas Yaman. Seperti diketahui Hadramaut memiliki banyak cabang lembaga pendidikan agama Islam yang menjadi jujugan. Bukan dari jalur beasiswa mengharuskan dia menggunakan dana pribadinya untuk pemberangkatan, visa hingga biaya hidup. Tetapi ia bersyukur tak pernah merasa kekurangan.

“Awalnya salah satu ulama mendorong kakak saya membuat paspor dan berangkat ke Yaman. Tapi saya yang akhirnya diarahkan lantaran pendidikan selama ini belum maksimal. Diminta lah saya membuat paspor,” ceritanya saat ditemui di kediamannya, Jumat (15/4). Waktu itu, sekitar tahun 2008.

Pria kelahiran 1981 itu mengatakan, Mulanya paspor yang bervisa setahun itu merasa amat disayangkan jika pulang begitu saja. Utamanya setelah dia menjalankan pesantren musim panas selama 40 hari. “Jadi saya teruskan saja, saya juga minta pendapat orang tua dan disarankan untuk tetap di Yaman dulu dan mencari-cari referensi,” katanya.

Setelah setahun berlalu, paspor itu akhirnya disarankan untuk diperpanjang. Sehingga dia bisa memanfaatkan waktu disana. Gus Udin mengabdikan diri di program khidmat. Di mana santri menawarkan untuk membantu pekerjaan dapur di pusat lembaga Darul Musthofa.

Yang paling diingatnya, tanah Yaman masih memiliki keindahan Islam. Memacu masyarakat terus berilmu. Mondok di Darul Musthofa dirasakannya memiliki sistem pendidikan yang memacu daya hafal kuat. “Sistemnya sama, pembelajaran kitab, kalau tidak lulus satu kitab akan mengulang. Jadi hafalan sangat dipacu,” ucapnya.

Kesempatan menimba ilmu dan hidup ‘nyantri’ di Yaman tak disia-siakan. Salah satu kota Islam yang berpengaruh di tanah Arab. Dekat pula dengan makam Nabi Hud. Di Darul Musthofa, basis dakwah amat terasa dengan ajaran yang harus selalu diterapkan dalam bentuk pencontohan di kehidupan. Artinya, selain hafalan santri senantiasa diarahkan untuk terus membiasakan diri dengan lingkungan. “Untungnya disana sangat bersahabat. Tidak ada kepikiran maksiat. Terlebih masyarakat di sana lingkungannya sangat positif. Jarang marah,” ungkapnya.

Sistem hafalan juga diterapkan pada ilmu tafsir. Yang mana mengharuskan daya ingatnya menjadi kuat. “Dalam sistem kitab, ilmu yang dipelajari untuk dakwah bisa berbeda hasilnya. Tergantung bagaimana santri memahami dan hafal. Bisa jadi sudah tinggi di ilmu nahwu. Tapi tafsir lemah,” tuturnya.

Hal ini pula yang menjadi kesan pendidikan agama yang baik dan tidak mudah dilupakan. Selain itu, hal lain yang dirasakan berkesan yakni, saat bulan suci Ramadan. Tarawih semalam lima kali tak jarang ditemui. Artinya setiap setengah jam berlalu masjid bergiliran mengadakan tarawih. Setiap jam berapapun masih akan berkesempatan menjalani ibadah tarawih. “Jadi setiap malam jika sudah masuk masa tarawih bisa bisa satu orang mengikuti tarawih 100 rakaat untuk lima kali tarawih di masjid berbeda. Disana sangat dipacu untuk ibadah,” ungkapnya bersyukur. (tyo/udi)

- Advertisement -
spot_img
spot_img

Berita Lainnya

Berita Terbaru

- Advertisement -spot_img
- Advertisement -spot_img