.
Sunday, December 15, 2024

Pajak Naik, Pijat Lemas

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Kenaikan PBJT Mulai Terdampak

MALANG POSCO MEDIA-Dampak naiknya pajak hiburan tidak hanya dirasakan pengusaha karaoke dan hiburan malam. Para pengusaha di bidang spa dan massage juga mengalaminya. Mereka sangat menyayangkan kebijakan itu.

Seperti diberitakan sebelumnya, kalangan pengusaha tempat hiburan mengeluh Pajak Barang dan Jasa Tertentu (PBJT) untuk jasa hiburan naik 40 hingga 75 persen. Tempat hiburan yang terkena imbas kenaikan PBJT di antaranya karaoke, kelab malam, spa dan massage atau panti pijat.

Usaha spa dan massage selama ini dianggap rancu. Sebab kategori dua jenis usaha itu belum final. Antara hiburan atau bukan. Dengan kata lain, beban para pengusaha bakal makin berat. Hal ini dikhawatirkan berdampak serius terhadap keberlanjutan usaha spa dan massage.

“Selama ini dengan pajak 25 persen saja kami sudah merasa sangat berat. Kami ini kan fokusnya ke kebugaran dan kesehatan, istilahnya mencegah penyakit. Seharusnya lebih termasuk ke kategori penyehat tradisional atau lebih ke kesehatan,” jelas Henry, salah satu pengusaha spa dan massage di Kota Malang.

Polemik ini dikatakan dia sudah terjadi begitu lama. Hal ini juga dirasakan oleh pengusaha lainnya. Hingga sekarang ia belum mendapatkan surat pemberitahuan resmi terkait kenaikan PBJT tempat hiburan. Namun kabar ini sudah menjadi perbincangan di kalangan pengusaha yang mengeluhkan kebijakan pemerintah pusat tersebut. 

Bagi Henry, jika memang spa dan massage dikenakan pajak, semestinya nilainya tidak setinggi sekarang. Ia membandingkan seperti di daerah lain, pemerintahnya hanya memberlakukan pajak 10 persen. Sama seperti pajak restoran atau hotel.

“Kami ini kan sebenanya juga lebih disebut refleksi. Tapi selama ini kami dipungut pajak hiburan 25 persen. Kalau menjadi 50 persen, ini sangat memberatkan. Kalau karaoke dan hiburan malam, mungkin mengandalkan mesin komputer atau sound saja,” katanya.

“Sedangkan kami ini kan utamanya menggandeng mitra dan terapis. Tidak mungkin dia capek-capek pijat dapatnya nanti kurang dari Rp 10 ribu. Belum lagi listrik, sewa bangunan, biaya operasionalnya juga banyak,” keluhnya.

Ia menyinggung jika termasuk hiburan, negara lain pun justru menurunkan nilai pajak untuk tempat- tempat hiburan. Tujuannya memajukan sektor pariwisata. Bahkan di negara tetangga, pemerintahnya membuat sentra relaksasi agar wisatawan bisa mendapatkan kesan yang bagus pada negara tersebut.

“Di Malaysia itu malah ada satu jalan menawarkan relaksasi, untuk bisa santai dan sebagainya. Artinya pemerintah mendukungnya sampai dibikin seperti itu. Sementara di sini kenapa justru dinaikkan pajaknya. Kota Malang ini kan juga kota wisata, kalau pajak naik, tarif spa massage naik, apa mau wisatawan ke sini. Harusnya wisatawan mendapatkan kesan Kota Malang itu tempat yang nyaman untuk relaksasi juga,” tutur dia.

Ia berharap pemerintah memikirkan ulang kebijakan menaikkan pajak. Harus dipertimbangkan lebih matang karena dia yakin naiknya pajak hiburan bakal berdampak pada sektor wisata. Lebih lagi berdampak kepada pelaku usaha spa dan massage. Bisa terjadi PHK.

“Selama pandemi kami babak belur, banyak protokol kesehatan yang harus dipatuhi. Baru selesai pandemi, ada lagi kabar seperti ini. Tentu sangat berat,” ucapnya.

Terpisah, Kepala Subbidang Pajak Daerah II Bidang Pajak Daerah Badan Pendapatan Daerah Kota Malang Ramdhani Adhy Pradana menjelaskan, spa dan massage masuk dalam kategori hiburan sesuai UU Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah (HKPD). Di Pasal 22 huruf K jelas tersebut dua usaha itu masuk di dalamnya.

Artinya dari segi legal aturan, spa dan massage sudah ditentukan oleh pemerintah pusat sebagai salah satu obyek wajib pajak hiburan. Ramdani mengatakan, pihaknya pun akan segera memberitahukan hal ini kepada seluruh wajib pajak.

“Kami sudah membuat surat pemberitahuan terkait kenaikan pajak hiburan dan segera kami sebarkan. Agar wajib pajak memahami bagaimana kewajibannya dan tidak beralasan tak  mengetahui informasi terkait kenaikan ini,” ungkap Ramdhani.

Kendati demikian, jika para pengusaha spa dan massage merasa bahwa usahanya lebih mengarah pada kesehatan, harusnya pengusaha memiliki surat keterangan dari dinas terkait. Yakni dari Dinas Kesehatan (Dinkes). Sehingga jelas, apakah memang usaha tersebut lebih pada kesehatan atau tidak. Jika tidak ada surat, maka sesuai dengan perizinan awal nomor pajak yang dikeluarkan pun adalah wajib pajak hiburan.

“Di Bapenda memang kita melihat dari fasilitas dan legal. Kita juga cek kok di perizinan, mereka masuk spa massagenya itu yang seperti apa. Karena memang ada kategori yang bersifat klinik kesehatan. Nah maka seperti apa harus jelas, apakah Dinkes sudah memberi keterangan apakah itu termasuk klinik kesehatan atau tidak. Kalau klinik kesehatan surat yang dilampirkan mana,” jelas Ramdhani.

Sementara itu, Ketua Komisi B DPRD Kota Malang Trio Agus Purwono belum bisa berkomentar terlalu banyak. Sepanjang yang ia ketahui aturan terkait pajak daerah saat ini memang bersifat ‘mutatis mutandis’ karena merupakan turunan dari UU HKPD. Artinya Perda saat ini murni mengikuti ketentuan yang dikeluarkan oleh pemerintah pusat. Meski demikian, ia memastikan permasalahan itu sudah ia tampung untuk dibahas bersama Pemkot Malang.

“Kami tampung dulu dan dibicarakan dengan pihak Bapenda. Termasuk jika dari asosiasi bisa menyampaikan aspirasinya kepada kami, monggo disampaikan saja ke DPRD dulu terkait keluhan asosiasi. Biar kami bisa membahas dengan pihak Bapenda,” urianya.

Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) Kabupaten Malang telah melakukan sosialisasi kepada para pelaku usaha sejak peraturan daerah turunannya dirumuskan.

Kepala Bapenda Made Arya Wedhantara menyampaikan, jika terdapat pengelola hiburan yang keberatan, diberikan kesempatan untuk mengadukan ke Bupati Malang dan akan menjadi ketentuan Perbup. Peraturan Bupati itu akan memberikan keringanan pajak bagi mereka yang keberatan untuk beberapa waktu. Namun, tetap mengikuti penyesuaian seduai undang-undang yang diberlakukan.

“Kami sudah berupaya melakukan sosialisasi, bidang PDRD (Pajak Daerah dan Retribusi Daerah) dan UPT keliling ke lokasi. Pada saat penyusunan kemarin juga kita libatkan mereka,” ucap Made saat dikonfirmasi, kemarin.

Made menekankan agar secara bertahap dapat dipahami mengenai ketentuan pajak tempat hiburan yang diberlakukan tahun 2024. Menurut dia, belum banyak tempat hiburan di Kabupaten Malang yang tergolong yang dimaksud undang-undang. Proses sosialisasi dinilai akan berjalan dengan cukup efektif. Untuk spa dan sejenisnya, kata Made, Bapenda sudah menemui asosiasi terkait untuk menyampaikan penerapan ketentuan kenaikan.

Ia tak menampik, penyesuaian pajak akan berimbas pada kenaikan tarif. Namun, diyakininya penyesuaian itu akan dipahami sebagai kebutuhan pajak. Sebab dalam dua tahun terakhir capaian pajak disebut selalu kurang atau tak mencapai target yang ditentukan. Sehingga dengan kenaikan pada tempat hiburan juga turut andil untuk menambah pendapatan daerah.

“Pengelola juga tahu bahwa pajak dibebankan pada pengunjung, yang berdampak naiknya tarif. Ownernya otomatis menaikkan. Misalnya biasamya misal Rp 100 ribu menjadi Rp150 ribu,” tutur mantan Kepala Dinas Pariwisata dan Kebudayaan itu.

“Yang keberatan (pelaku usaha, red) masih bisa ajukan ke Pak Bupati. Kita tampung dan terbitkan Perbup, nanti hanya memberikan keringanan, sampai beberapa bulan sambil tetap menuju penyesuaian dan terus sosialisasi,” tambahnya

Kepala Bapenda  Kota Batu, Mohammad Adhim menjelaskan PBJT tempat hiburan dalam klasifikasi karaoke, spa, pijat, dan kelab mengambil tarif terendah. “PBJT hanya penggabungan istilah saja. Di dalamnya ada pajak hotel, restoran, dan hiburan. Hanya dikelompokkan saja,” paparnya.

Hal ini disebut ada perbedaan dari sebelumnya. “Kalau dulu kan satu-satu,” sambungnya. Namun ia menyerahkan PBJT ke Pemerintah Pusat. PBJT disebut Adhim mulai diberlakukan per 1 Januari 2024.  Bapenda Kota Batu, lanjutnya, melaksanakan sesuai dengan Peraturan Daerah (Perda).

“Di Kota Batu sendiri, kami melaksanakan ketentuan sesuai Perda bunyinya 40 persen ya kami akan memberlakukan 40 persen,” imbuhnya.

Ia berharap pengusaha tempat hiburan tidak keberatan. Adhim menambahkan bila tempat hiburan seperti karaoke, pijat, spa, dan kelab pajaknya sama 40 persen.  (ian/tyo/den/eri/van)

Berita Lainnya

Berita Terbaru

- Advertisement -spot_img
- Advertisement -spot_img