MALANG POSCO MEDIA, KOTA BATU – Insiden tak diinginkan terjadi di Jawa Timur Park 1 pada, Selasa (8/4) lalu. Seorang pengunjung wisata terjatuh dari wahana permainan pendulum 360 derajat yang berlokasi di wisata Jatim Park 1 Kota Batu. Kejadian ini mendapat tanggapan dari berbagai pihak, termasuk dari kalangan akademisi. Salah satunya Pakar Hukum Pidana dan Kriminologi Universitas Brawijaya (UB) Dr. Prija Djatmika.
Prija Djatmika menilai bahwa insiden tak diinginkan tersebut bisa dilihat dari kealpaan yang mengakibatkan orang luka berat. Sehingga bisa disangkakan dengan Pasal 360 KUHP yang mengatur tentang kealpaan menyebabkan orang lain luka berat. Pasal ini menyatakan bahwa barang siapa karena kesalahannya menyebabkan orang lain luka berat, dihukum dengan pidana penjara paling lama 5 tahun atau kurungan paling lama 1 tahun.
“Jadi kasus hukum insiden pengunjung jatuh dari wahana 360 Pendulum di JTP 1 secara hukum merupakan kealpaan yang mengakibatkan orang luka berat mengacu Pasal 360 KHUP. Tapi harus dilihat dulu bahwa kelapaan itu terjadi atas dua hal,” ujar Prija kepada Malang Posco Media.
Pertama kealpaan dalam pengertian Culpa Levis yang artinya orang sudah berhati-hati tapi tetap saja terjadi hal tak diinginkan. Dalam hal ini kasus Jatim Park 1 ini sepanjang pengelola telah memenuhi SOP, perawatan rutin dilakukan, pengamanan dijalankan tetapi tetap terjadi kecelakaan maka hal tersebut masuk dalam kategori Culpa Levis.
“Perbedaannya dengan Culpa Lata adalah tidak berhati-hatinya perbuatan dan akibat yang terjadi tidak dipikirkan oleh pelakunya (pengelola, red). Misal dalam kasus ini pendulum tidak dirawat rutin, tidak pernah dicek keselamatannya atau safety bagi pengunjung yang akan naik wahana tersebut. Sehingga itu merupakan ketidak hati-hatian pelaku (pengelola, red) dan dikategorikan masuk atau memenuhi kealpaan Culpa Lata,” bebernya.
Pada kasus itu, lanjut Prija, tinggal dilihat apakah masuk dalam Culpa Levis atau Culpa Lata. Sehingga ketika dalam pemeriksaan atau penyelidikan dan penyidikan APH diketahui ada SOP sudah dipenuhi seperti perawatan sudah tertib, dikontrol sebelum penggunaan, dicek safety, petugas memeriksa aman dan tetap terjadi maka masuk dalam Culpa Levis.
“Dalam hukum pidana, Culpa Levis tidak bisa dihukum pidana, maka penyelesaian di luar jalur pidana. Misalnya Jatim Park sudah tanggung jawab mengobatkan korban hingga sembuh, maka penyelesaian sudah seperti itu. Apalagi bila bisa dibuktikan kesalahan karena pengunjung, misal saat wahana berputar dan korban takut sehingga membuat tidak sengaja menekan pengaman dan membuat korban terjatuh maka kealpaan disebabkan oleh korban sendiri,” urainya.
Tetapi sebaliknya ketika proses hukum APH menemukan SOP tidak dijalankan, maka bisa masuk unsur pidana dan dijerat dengan pasal 360 KUHP. Jika melihat pemberitaan yang telah beredar terkait insiden tersebut, Prija menilai bahwa insiden tersebut masuk dalam Culpa Levis.
“Ini karena SOP dijalankan, peralatan di cek setiap saat, keamanan dipertimbangkan, bahkan sebelumnya digunakan dan dijalankan beberapa kali (beroperasi, red) tidak terjadi masalah, setiap penggunaan petugas operasional lakukan hati-hati dan dicek keselamatannya. Serta secara teknis petugas mengawal keselamatan, maka insiden terjadi tidak diinginkan dan tergolong dalam kealpaan Culpa Levis. Sehingga jalur pidana tidak tepat di sini,” terangnya.
Oleh sebab itu, lanjut dia, apabila perusahaan sudah tanggung jawab dan melakukan pengobatan sampai sembuh merupakan salah satu penyelesaian yang baik. Ini disebut mediasi penal.

Sementara itu disampaikan oleh Manager Marketing and Public Relations Jatim Park Group Titik S. Ariyanto telah memastikan bahwa manajemen telah berusaha mengutamakan keselamatan seluruh pengunjung Jatim Park dengan melakukan pengecekan secara berkala terhadap wahana permainan sesuai dengan standar operasional prosedur.
Bahkan manajemen meminta maaf atas insiden yang terjadi serta berkomitmen untuk terus memberikan pelayanan yang terbaik bagi seluruh pengunjung sehingga peristiwa serupa tidak terulang kembali di kemudian hari.
“Kami menyampaikan bahwa saat ini Manajemen Jatim Park Group terus memberikan perhatian penuh dan bertanggung jawab atas pemulihan serta kondisi korban sampai tuntas, sehat dan pulih hingga dapat beraktivitas seperti sedia kala. Manajemen Jatim Park Group berkomitmen untuk berfokus kepada upaya kesembuhan bagi korban. Selain itu Manajemen siap untuk tunduk, patuh, serta kooperatif terhadap proses hukum yang berjalan hingga rasa keadilan dapat diperoleh korban secara maksimal,” urainya.
Tidak hanya menerapkan SOP bagi internal, pihaknya juga memastikan kredibilitas tempat wisata mulai dari fasilitas, sumber daya manusia, pelayanan, produk, sistem dan manajemen agar Jatim Park Group dapat memberikan rasa aman, nyaman dan layak untuk dikunjungi.
Untuk memastikan hal tersebut Jatim Park Group yang merupakan salah satu destinasi wisata terbesar di Indonesia mendatangkan Lembaga Sertifikasi Usaha Pariwisata setiap tahunnya. Tepatnya menjelang libur pergantian tahun. Di mana Jatim Park Group mengajukan semua theme park yang dimiliki untuk dilakukan sertifikasi.
Dalam pelaksanaan audit sertifikasi taman rekreasi dalam hal ini Jatim Park Group dilakukan oleh Lembaga Sertifikasi Usaha (LSU) Lintas Sertifindo Unggul dipimpin Asesor LSU, Ihsan Averroes mulai 9-16 Desember. Ia bersama rekannya Benny Benyamin. Diketahui bahwa Lembaga Sertifikasi Usaha Lintas Sertifindo Unggul merupakan lembaga sertifikasi yang telah memiliki SK dari Kemenparekraf dan terakreditasi Komite Akreditasi Nasional (KAN).
“Ini merupakan tahun kedua kami melakukan audit terhadap Jatim Park Group. Tahun lalu, Jatim Park Group telah meraih sertifikasi Tempat Rekreasi Grade A. Untuk bisa meraih Grade A, tempat wisata itu telah dinyatakan memenuhi standar dengan 5 unsur penilaian meliputi aspek Fasilitas, Sumber Daya Manusia, Pelayanan, Produk dan Sistem Manajemen,” ujar Ihsan kepada Malang Posco Media, pada 13 Desember tahun 2024.
Ia menjelaskan untuk tahun pertama lalu (2023) pihaknya melakukan audit terkait ada tidaknya 5 unsur penilaian. Apakah mulai dari produk, manajerial, sarpras, struktur organisasi hingga SDM telah dinyatakan lengkap dan memenuhi standar usaha. Termasuk dari aspek standar kesehatan dan keselamatan kerja (K3).
“Sedangkan tahun kedua ini poin yang kami tekankan mengarah pada keselamatan dan perawatan wahana di Jatim Park Group. Contohnya saja di Jatim Park 3 kami turunkan ahli spesifikasi untuk melihat apakah wahana yang ada masih layak atau tidak untuk dioperasionalkan,” bebernya.
Hasil dari audit yang dilakukan, pihaknya masih menemukan adanya perlu perbaikan atau maintenance untuk beberapa wahana. Sehingga pihaknya mengeluarkan beberapa rekomendasi dan saran untuk dilakukan perbaikan di aspek tersebut.
“Yang kami paling sering lihat adalah karat yang ada di beberapa wahana. Karat memang tidak bisa dipungkiri karena theme park milik Jatim Park Group, khususnya di Jatim Park 3 adalah outdoor. Sehingga kami berikan saran agar karat segera dihilangkan dengan menggunakan alat kimia tertentu,” pesannya.
Aspek temuan tersebut bisa diperbaiki dalam tiga bulan ke depan. Pasalnya perbaikan masuk dalam kategori saran minor atau kecil. Berbeda ketika ada temuan mayor seperti wahana permainan yang sudah tidak layak tapi masih tetap beroperasi akan menjadi temuan major yang harus dilakukan evaluasi dalam waktu enam bulan,” terangnya. (eri/lim)
-Advertisement-.