MALANG POSCO MEDIA – Hari ini tiga negara terbesar produsen minyak bumi di dunia adalah Amerika Serikat, Rusia dan Arab Saudi. Menurut data yang dirilis oleh British Petroleum Statistical Review Of World Energy pada tahun 2021 kemarin, negara dengan produksi minyak bumi terbesar hari ini adalah Amerika Serikat dimana memproduksi 17 persen dari total kebutuhan minyak dunia atau setara dengan 712,7juta ton minyak.
Peringkat kedua disusul oleh Rusia, yakni 12,6 persen dari total kebutuhan minyak Global atau setara dengan 524,4 juta ton diproduksi di negara yang sekarang sedang berkonflik dengan Ukraina ini. Peringkat ketiga disusul oleh Arab Saudi dimana 12,5 persen atau setara dengan 519,6 juta ton dari total kebutuhan minyak dunia di produksi di negara pusat peradaban Islam ini.
Namun yang menarik adalah yang dilakukan oleh China, sejak sepuluh tahun yang lalu China dengan diam-diam sudah membangun kerjasama ekonomi dengan negara-negara miskin pemilik tambang khususnya di benua Afrika.
Caranya adalah dengan China melakukan pembangunan infrastruktur besar-besaran, pelabuhan, jalan, penerangan, bandara, dan lain-lain. Setelah itu melalui hubungan yang sudah terjalin, China mulai berhasil menguasai konsesi-konsesi tambang migas di hampir semua negara benua Afrika dan membawanya pulang ke negaranya.
Saya jadi teringat akan cerita seorang teman, yang beberapa waktu yang lalu bercerita kepada saya bahwa baru saja mendapatkan program hibah dari pemerintah yang nilainya cukup lumayan besar, yang menjadi menarik adalah karena yang memberikan bantuan ini adalah seorang yang dulunya ia benci dan tidak ia sukai, karena peran politiknya yang cukup merusak tatanan di organisasinya.
Keadaanya menjadi berubah 180 derajat, sikapnya berubah seperti hitam putih, gesturnya mendadak “sumringah” karena dia baru saja diberikan dana hibah dengan nilai yang lumayan besar dari sosok antagonis selama ini di organisasinya.
Dalam filosofi Jawa kita mengenal aksara Jawa, atau biasa orang Jawa menyebutnya sebagai aksara “ho no co ro ko.” Aksara ho no co ro ko ini adalah abjad Jawa yang sudah lazim digunakan oleh masyarakat Jawa zaman dulu, dalam aksara Jawa itu kita mengenal namanya huruf “pangkon”, dan huruf “pangkon” ini digunakan untuk penanda bahwa sebuah kalimat itu telah usai.
Pangkon secara bebas bisa diartikan dengan dipangku, yang menandakan sebagai akhir dari sebuah kalimat. Jadi sebuah kalimat jika sudah diberikan tanda pangkon, berarti kalimatnya sudah mati. “Mati jika dipangku” kemudian dianggap menjadi salah satu bagian dari manajemen kepemimpinan Jawa.
Sebagai penerapan dalam gaya kepemimpinannya, jika saat memimpin ada orang yang dianggap sebagai ancaman, bahkan musuh, maka sebaiknya jangan dimusuhi. Dekatilah dia, kalau perlu berikanlah kedudukan atau jabatan yang layak sehingga akan merasa berutang budi, dan dengan begitu niscaya akan mendukung yang memimpin.
Sudah menjadi sifat manusia, barangsiapa diberikan kebaikan, secara nurani pasti dia akan merasa perlu untuk membalas budi dengan kebaikan juga. Barangsiapa dipangku, maka dia akan mati serta tidak berkutik dan menjadi sebuah kepastian bahwa dia akan merasa mendapatkan kenikmatan sehingga akan berusaha membalas dengan kebaikan juga.
Falsafah kepemimpinan Jawa ini jika kita lihat mewarnai sejarah perjalanan bangsa ini, sejak zaman sebelum kemerdekaan hingga era saat ini, zaman setelah reformasi. Bahkan para pemimpin bangsa ini sejak presiden Soekarno hingga presiden Jokowi sekarang juga banyak mempresentasikan model kepemimpinan Jawa “dipangku mati” ini.
Entah apakah China ini belajar dari falsafah kepimpinan Jawa atau bagaimana, sehingga dia bisa menguasai banyak ladang minyak di banyak negara di Afrika dan membawa hasil minyaknya itu ke negaranya dengan gaya politik “pangkon” ini.
Dengan membangunkan infrastruktur, banyak fasilitas negara yang pada akhirnya menguasi ladang minyaknya dan berkuasa atas pengelolaan dan hasilnya, yang jelas gaya “di-Pangku Mati” ini merupakan strategi yang digunakan oleh China saat ini sehingga ia bisa dikatakan sebagai negara pengendali minyak dunia setelah Amerika serikat, Rusia dan Arab Saudi.
Warisan budaya dan “high attitude society” ini harus kita lestarikan di tengah-tengah kehidupan bermasyarakat kita. Bangsa kita yang sudah mendekati 1 abad kemerdekaannya tentu tidak boleh kalah dengan negara lain.
Banyak sekali falsafah kepemimpinan dan bernegara yang telah dicontohkan dan diwariskan kepada kita sebagai anak bangsa. Hal inilah yang harusnya terus menjadi daya dorong yang kuat bagi kita agar terbentuknya tatanan masyarakat baru yang paham akan sejarah kegemilangan bangsa dan memiliki Hasrat yang kuat untuk berkontribusi dalam memajukan bangsa ini. Kalau China bisa memangku mati banyak negara, kenapa kita tidak…(*)