Catatan: Stenly Rehardson wartawan MPM
MALANG POSCO MEDIA – Mendekati fase akhir kompetisi BRI Liga 1 2023/2024, Arema FC masih terbenam di papan bawah klasemen sementara. Posisi 16 dari 18 tim ketika kompetisi memasuki pekan ke-22 tentunya bukan catatan bagus. Ancaman degradasi kian kentara dan harus dikejar di 13 laga bila ingin lepas dari hukuman turun kasta. Panik pun mulai terlihat di skuad berjuluk Singo Edan tersebut.
Ya, panik itu mulai terlihat dari tim Arema FC. Setelah sebelumnya kerap terlihat calm, Pelatih Fernando Valente tak segan lagi menunjukkan kemarahannya saat laga melawan Bali United di pekan 21 lalu.
Kesalahan yang dilakukan oleh anak asuhnya, langsung mendapatkan protes dari pinggir lapangan. Intruksi dengan teriakan kencang, kini juga kerap langsung meluncur dari bibir sang juru racik. Padahal, biasanya dia seringkali membutuhkan ‘tangan kedua’ dari sang asisten sekaligus penerjemahnya di tim, FX Yanuar.
Kini, meskipun berbeda bahasa, Valente tak segan berteriak sendiri.
Bukan hanya di lapangan, Fernando Valente juga sudah lebih tega mengeluarkan kekecewaan secara terbuka. Dalam sesi jumpa pers yang dijalaninya setelah pertandingan. Sejauh 11 laha dia memimpin, lawan Bali United ini sepertinya menjadi kali pertama ia berani mengutuki kesalahan pemainnya. Padahal, sebelum-sebelumnya ia sering menutupi kesalahan pemain dan lebih diplomatis dalam menyikapi hasil negatif timnya.
Meskipun tak menyebut nama, salah satu yang gamblang adalah statement tentang ‘Kartu Merah sangat bodoh’. Tapi pernyataan itu mengarah pada sosok Ariel Lucero. Yang mendapatkan kartu merah karena menyikut pemain lawan dari belakang ketika tidak ada lagi bola. Non technical foul, dalam kondisi tim tertinggal 2-3.
“Sekali lagi dengan kartu merah, kartu merah yang sangat bodoh, malah membuat situasi jadi semakin sulit buat kami. Bahkan di situasi ini kami harus bertarung sampai habis, kami menciptakan peluang untuk hasil imbang,” ucap Valente.
Seandainya saja tim masih bermain 11 orang, kesempatan menyamakan skor lebih terbuka. Strategi mengganti pemain juga masih bisa dilakukan. Misalnya saja memperkuat sektor serangan.
Karena kekesalan tersebut, tanpa tedeng aling-aling lagi Fernando Valente juga menyalahkan kesalahan sendiri pemain lainnya. Mulai dari penyebab kemenangan lawan dari gol bunuh diri hingga hadiah penalti. Semuanya karena kesalahan sendiri, berujung pada hukuman yang harus diterima Arema FC.
“Jadi saya pikir ini kami diberikan hukuman karena fungsi kontrol sangat penting dalam sebuah pertandingan. Saya tidak bisa terima dengan keputusan yang sangat buruk dari pemain, sekarang pertandingan sudah selesai dan kita harus belajar. Coba lagi untuk mempersiapkan pertandingan berikutnya. Saya percaya kami bisa mengubah situasi,” terang pelatih berusia 64 tahun itu.
Tugas untuk menyelamatkan tim pun tak lagi mudah. Dengan 13 laga tersisa, Arema FC masih membutuhkan lebih dari separuhnya yang mesti diakhiri dengan kemenangan. Bila ingin dipastikan selamat dari degradasi. Poin 39 dianggap sebagai ideal tim untuk lolos dari jeratan turun kasta.
Valente tak mengelak, saat gagal dalam satu laga, kesempatan untuk segera memastikan selamat juga berkurang satu kali. Oleh sebab itu, pelatih kini mulai berhitung dan lebih keras menyikapi anak asuhnya. (ley)