Kawasan Comboran di Jalan Prof Moh Yamin tepatnya di tepi jalan rel kereta api yang kini menjadi Gang 7, tahun sekitar 1960-an hanya dihuni sekitar 11 kepala keluarga (KK) saja. Ke 11 KK tersebut mereka semuanya adalah pendatang yang terdiri dari suku Jawa dan Madura.
“Rumah bapak saya ujung paling timur. Orang yang pertama menduduki kawasan ini namanya Pak Sastro. Dia punya dokar banyak , janggolnya di Stasiun Jagalan. Rumahnya nomor tiga dari rumah saya sekarang ini,” kata Rohman Hadi, pria yang dilahirkan dan besar di kawasan Comboran ketika ditemui di rumahnya kepada Malang Posco Media.
Ke 11 KK tersebut mereka dari berbagai profesi mulai pedagang, sopir hingga penjual rokok. Mereka diantaranya Pak Dasa yang kerjanya jualan pakaian tentara di Pasar Besar. H Yusuf bekerja sebagai penjualan besi. Pak Awih Singgih sopir truk, Pak Sugiyo juga sopir truk.
Selain itu Marsuki yang bekerja membuat pakaian kuda. H Husein berjualan jual pakaian tentara di Pasar Besar. Pak Nurali jualan rokok di pasar. Suranta buka kios barang bekas di Comboran yang selanjutnya ikut pindah ke perusahaan.
Pak Misran yang punya grup ludruk dan persewaan sound juga jualan rombengan pakaian bekas. Selain itu ada Asmo yang bekerja sebagai tukang batu dan Bu Zaenab yang jualan singkong dan ketela. “Yang orang Jawa empat orang, lainya orang Madura,” tambah pria lahir tahun 1961 itu.
“Dulu belum ada orang jualan. Dulu cuma Pasar Comboran Barat ada orang jualan bawang merah saja. Orang-orang di sini jadi buruh ‘mritil’ bawang merah,” tandasnya.
Menurutnya, di tahun 1968-an di kawasan Jalan Prof Muhammad Yamin sudah ada orang jualan besi bekas dan besi rongsokan. “Saya ketika SD pernah mencari besi dan menjualannya di sana,” kenangnya.
Dari 11 KK tersebut semakin lama semakin banyak. Selain itu juga banyak berdatangan orang dari berbagai daerah yang berjualan di areal Pasar Comboran tersebut. (jon/bua)