Pasar Comboran di Kota Malang terkenal sebagai pusat penjualan barang loak atau barang bekas dari berbagai jenis. Pasar Comboran adalah surganya barang loak di Malang. Bahkan pada tahun 1990an Comboran disebut sebagai pusat barang loak Jawa Timur.
Kata Comboran, dari bahasa Jawa yang jika diartikan sebenarnya adalah campuran pakan ternak. Ceritanya, menurut Pengamat Sejarah dan Budaya, Agung Buana, awal dari kawasan yang saat ini menjadi Pasar Comboran merupakan Stasiun Induk untuk Trem atau transportasi Kereta Api Jarak Pendek antar wilayah Malang.
Trem yang memiliki Rute Malang-Singosari dan Malang-Pakis-Tumpang tersebut, mempunyai nama Stasiun Trem Jagalan yang ada sejak tahun 1900an awal hingga 1950an. “Comboran itu memang dari awal bukan didesain sebagai pasar. Kita harus ingat bahwa dulu Malang punya Trem yang bisa disebut Komuter,” ujar Agung, mengutip TIMES Indonesia.
Nah, awal mula nama Comboran bermula dari Trem tersebut yang bisa diibaratkan sebagai jantung peradaban adanya Pasar Loak Comboran. Pada tahun 1900an dengan adanya Trem, tentu ada juga transportasi lain, ibarat sekarang di stasiun ada Ojek, Taxi, Becak hingga Angkot.
Pada saat itu, trennya adalah dokar dengan bantuan Kuda. “Jadi di samping ada Trem, ada parkiran atau tempat ngetemnya Dokar itu. Jadi menunggu penumpang turun untuk diantarkan ke lokasi tujuan yang lebih dekat,” ungkapnya.
Awal mula kata ‘Comboran’ sebenarnya muncul dari sisi timur lokasi parkiran Dokar, yang digunakan sebagai tempat istirahat Kuda untuk sekedar diberi makan dan minum. Istilah Jawanya, yakni ‘Nyombor’. “Nah di situ kusirnya berhenti memberi makan dan minum kudanya. Akhirnya orang di sana nyebutnya Nyomboran. Lama-lama jadi Comboran itu,” katanya.
Ketika ada Trem dan ada moda transportasi Dokar, tentu identitas perdagangan pun muncul di kawasan tersebut. Akan tetapi, identitas tersebut bermula sebagai Pasar yang memperjual belikan dagangan hasil pertanian masyarakat. “Iya tahun 1900-1950-an disitu kebanyakan untuk pasar pertanian. Jadi masyarakat yang turun atau naik Trem itu kan bawa barang dagangannya. Sebelum ke Trem atau pas turun dibeli orang, ditaruh di kawasan itu,” bebernya.
Selanjutnya pada era perang Jepang, memaksa orang-orang Belanda yang telah menetap di Indonesia, khususnya Malang harus ditangkap dan dibawa ke daerah Cimahi hingga Surabaya untuk dilakukan penahanan. Di masa itulah pergeseran peran Pasar Comboran dari dagangan pertanian beralih ke Pasar Loak atau barang bekas.
Agung menceritakan, pergeseran tersebut bermula dari barang-barang peninggalan orang Belanda yang akhirnya diserahkan kepada para pembantunya, seperti halnya pakaian. Dari barang yang ditinggalkan itulah, oleh para pembantu sebagian dipakai dan sebagian pun diperjual belikan di daerah Comboran. “Ingat, ketika tahun 1942 itu pakaian sulit didapat. Maka dari itu terciptalah pasar pakaian bekas. Bekas orang belanda di tahun 1942-1945,” ungkapnya.
Mulai dari itulah, Pasar Comboran mulai dikenal sebagai Pasar Loak, karena menjual berbagai barang bekas peninggalan Belanda yang telah ditinggalkan. “Jadi di akhir periode 1950an berkembang lah menjadi tempat jual beli barang-barang eks Belanda. Seperti pakaian hingga alat-alat rumah tangga,” katanya.
Pada tahun 1960-an, semakin lama macam-macam penjualan di Pasar Loak Comboran pun semakin berkembang. Di sisi Selatan Comboran, terdapat kawasan pergudangan dan Perbengkelan, tepatnya di sekitar Jalan Bengkel, Kota Malang. Di kawasan tersebut, disebutkan Agung, banyaknya barang-barang reject atau cacat produksi diperjual belikan kembali di Pasar Loak Comboran.
“Tapi lama kelanaan peralatan yang kecil-kecil itu dijual hingga ke area Comboran. Akhirnya muncul ada pasar pakaian bekas, peralatan rumah tangga, alat-alat bangunan dan munculah perbengkelan juga,” bebernya.
Pergeseran alat perbengkelan pun semakin meluas hingga adanya jual beli sparepart kendaraan sepeda motor (R2) dan mobil (R4). Hal itu ditunjang pada era 1970 hingga 1980-an lagi tinggi-tingginya perguruan tinggi di Malang dan masuknya ribuan mahasiswa luar kota yang memilih di Malang. “Nah mahasiswa kan kebanyakan bawa kendaraan. Mereka memilih cari sparepart bekas di sana. Penting bagus dan harga terjangkau,” tuturnya.
Memasuki era 1990an hingga 2000an awal, barulah dibangun Pasar di sisi Barat dan tiga tahun kemudian dibangun Pasar pada sisi Timur Comboran. Di era ini lah, Comboran disebut sebagai Pusat Loak Jawa Timur atau lebih tepatnya Pasar yang menjual barang antik terbesar di Jawa Timur. “Dari masa ke masa memang harus diakui bahwa Comboran ini memang menjadi pusat barang loak dan antik terbesar di Jawa Timur,” katanya. (ti/bua)