Tepat 1 Agustus 2023, koran Malang Posco Media (MPM) berulang tahun yang ketiga. Peringatan sederhana digelar. Sejumlah pejabat, tokoh masyarakat, akademisi, jurnalis, rekanan bisnis, sahabat, dan kolega hadir memberi ucapan selamat. Wali Kota Malang Sutiaji memotong tumpeng ulang tahun, memberikan harapan dan doa. Sejumlah tamu undangan memberi spirit dan suntikan semangat untuk keberlangsungan dan kejayaan “Asli Korane Arek Malang” ini.
Saya juga menjadi bagian dari pesta perayaan tiga tahun koran MPM. Saya sempatkan mengambil gambar beberapa frame suasana kebersamaan semua yang datang. Saya juga diajak Pemimpin Redaksi koran MPM berfoto bersama di Photobooth. Beberapa foto perayaan Ultah ketiga MPM saya unggah di media sosial. Tak berapa lama, seorang teman saya waktu kuliah di Australia, yang sekarang bekerja sebagai jurnalis media publik di negeri Kanguru itu memberi komentar.
“Koran yang hebat,” begitu komentarnya. Menurutnya, saat ini tak gampang mempertahankan media cetak, apalagi koran lokal. Kami pun akhirnya berdiskusi panjang tentang media koran. Saya jadi teringat waktu kuliah dulu, teman saya ini orangnya memang pintar dan kritis. Di tengah diskusi kami, teman saya itu memberikan link sebuah berita online tentang matinya koran tertua di dunia baru-baru ini. Segera saya klik tautan berita itu dan saya baca dengan seksama.
Berita itu berjudul “Koran Tertua di Dunia Berhenti Terbit Setelah 320 Tahun.” Dalam berita itu disampaikan bahwa surat kabar tertua di dunia bernama Wiener Zeitung menerbitkan edisi harian terakhirnya pada, Jum’at (30/6/2023) lalu. Koran yang berbasis di Wina, Austria itu cetak koran pertamanya pada tahun 1730. Ini berarti koran Wiener Zeitung telah berumur 320 tahun. Gara-gara tak terbit lagi, koran ini kehilangan pendapatan sekitar 18 juta Euro atau setara hampir Rp 300 milliar.
Dalam sejumlah hasil riset yang dipublikasikan dalam beberapa jurnal internasional dinyatakan bahwa digitalisasi memang telah membawa perubahan pada lanskap manajemen bisnis dan redaksional media massa. Kehadiran internet, teknologi informasi dan komunikasi telah mengubah cara banyak orang dalam mengakses informasi. Pola konsumsi masyarakat pada berita dan informasi juga telah bergeser.
Salah satu yang memicu pergeseran pola konsumsi media saat ini adalah lahirnya media sosial (medsos). Lewat media yang popularitas dan penetrasinya sangat kuat di negeri ini telah melahirkan terjadinya banjir informasi (information overload). Situasi banjir informasi ini tak jarang justru menjadikan informasi yang benar dan yang keliru bercampur. Berita yang benar dan yang abal-abal berpadu. Fake news dan hoaks justru diakui dan dipercaya sebagai yang benar.
Lahirnya digitalisasi, menurut banyak pakar juga semakin menyuburkan terjadinya era yang disebut post truth (pasca kebenaran). Karena yang benar dan yang keliru berpadu maka kebenaran yang sejatinya justru kabur. Simpelnya, post truth adalah era di mana kebohongan dapat menyamar jadi kebenaran. Riuhnya informasi yang diusung medsos menjadikan fenomena pasca kebenaran semakin berkembang dan nyata.
Situasi ini ternyata juga diperburuk munculnya fenomena baru, yang kata Tom Nichols (2017) sebagai era the death of expertise (matinya kepakaran). Saat ini, orang bukan pakar bisa mengaku pakar. Bukan prosesor bisa membuat dan mengunggah konten layaknya seorang profesor hebat. Sifat anonimitas yang melekat pada medsos menjadikan informasi yang tersaji tak bisa dipercaya kebenaran dan kredibilitasnya.
Pada situasi masifnya pengaruh digitalisasi saat ini maka masyarakat perlu diajak kembali pada media yang masih cukup steril dan sehat. Media yang masih sehat itu adalah media arus utama (mainstream media) termasuk di dalamnya koran. Untuk itu, koran tak boleh mati. Koran tak boleh gulung tikar. Seperti yang saya tulis pekan lalu di koran ini bahwa koran adalah marwah jurnalisme yang sesungguhnya.
Koran MPM telah melampaui usia tiga tahun. Walau usia yang cukup belia, tapi koran ini terbit dari para jurnalis senior yang komitmen dan dedikasinya tak bisa diragukan lagi. Koran MPM telah menjadi media massa yang steril dari hoaks. Koran ini juga telah mendapat tempat di hati masyarakat Malang Raya. Kalau koran MPM tak ada pembacanya, tak ada lagi yang mencintainya, tentu koran ini sudah pasti akan menemui ajalnya sejak awal kelahirannya.
Hingga di usianya yang ketiga tahun ini terbukti bahwa koran MPM masih bisa eksis. Koran sebagai media rujukan yang sejati masih bisa hidup dan dapat menjalankan fungsinya. Itu artinya bahwa tak semua masyarakat kita “mabuk” digitalisasi yang dampaknya seperti telah disampaikan sejumlah pakar dan saya kutip dalam tulisan saya ini. Justru kini masyarakat telah mengalami kejenuhan menikmati dan terus berselancar dari berita dan informasi palsu yang tak teruji kebenarannya.
Saatnya kini masyarakat kembali pada berita dan informasi yang kredibel dan telah teruji kebenarannya. Masyarakat perlu konsumsi informasi yang sehat. Asupan informasi yang sehat itu dapat diperoleh lewat koran. Untuk itu, mendukung agar koran tetap jaya tentu tak hanya tanggungjawab para jurnalis koran, namun semua lapisan masyarakat perlu punya kepedulian atas keberlangsungan hidup media yang menyehatkan masyarakat.
Pasca usianya melampaui tiga tahun, koran MPM telah banyak berbenah dan mempersiapkan diri agar menjadi “Lebih Hebat.” Koran MPM telah membuat diversifikasi produk jurnalistiknya. Lahirnya konsep media convergence (konvergensi media) atau media kolaborasi menjadi penanda bahwa koran MPM tak mau tergilas zaman. Semoga pasca perayaan ulang tahunnya, koran ini tak lantas loyo dan nglokro. Koran MPM harus semakin bersemangat dan berinovasi dalam menghadirkan sumber informasi yang menyehatkan bagi masyarakat.
Seperti harapan Wali Kota Malang Sutiaji, saat menghadiri perayaan koran ini kemarin bahwa koran MPM harus terus memberikan literasi, edukasi, dan advokasi kepada masyarakat. Koran MPM tak boleh gentar terus menyuarakan aspirasi masyarakat. Tetap hadirnya koran MPM di tangan para pembaca dan di layar para pengguna gadget menjadi bukti akan komitmen, idealisme, dan kerja keras demi masyarakat Malang Raya yang lebih baik. Salut! Tetap Semangat! (*)