Mengurai Permasalahan TPA Tlekung (1)
MALANG POSCO MEDIA, KOTA BATU- Pengelolaan sampah di TPA Tlekung Kota Batu masih menjadi permasalahan. Selama ini masalah TPA Tlekung tak kunjung terselesaikan setiap tahunnya. Hal tersebut membuat warga sekitar merasa kecewa dan melakukan aksi protes melalui baner yang memiliki pesan kritik atas pengelolaan sampah yang tidak maksimal.
Puncaknya pekan lalu warga Tlekung menutup akses jalan menuju TPA Tlekung agar truk yang membuat sampak tidak membuang atau masuk ke TPA Tlekung. Hal itu dilakukan karena Pemkot Batu tak kunjung menyelesaikan masalah pengelolaan sampah di TPA Tlekung.
Beruntung aksi tersebut hanya berlangsung sehari karena Pj Wali Kota Batu membuka diskusi dengan warga agar permasalahan pengelolaan sampah segera terselesaikan. Hasil dari pertemuan ada kesepakatan yang ditandatangani oleh warga dan Pj Wali Kota Batu. Dengan poin inti kesepakatan warga meminta penyelesaian masalah sampah dalam waktu 1 bulan.
Menanggapi hal tersebut Pegiat Lingkungan Hidup Kota Batu, Bayu Sakti angkat bicara. Menurutnya permasalahan sampah TPA Tlekung harus ditarik garis merah agar ada solusi yang tepat dalam menyelesaikan masalah yang berdampak pada kerusakan lingkungan, kehidupan sosial hingga kesehatan warga sekitar.
“Menurut saya masalah sampah Tlekung harus ditarik benang merahnya. Artinya semua harus melihat masalah sampah dari pengelolaan yang dilakukan selama ini seperti apa. Apakah sudah sesuai payung hukum yang ada mengacu dari UU 18 Tahun 2008 dan Perda Kota Batu No.2 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Sampah,” ujar Bayu kepada Malang Posco Media, Minggu (6/8) kemarin.
Mengacu UU tersebut, diungkapnya bahwa umur operasi TPA Tlekung minimal berlaku untuk 5 tahun. Karena apabila direncanakan terlalu pendek, kurang dari periode itu menjadi tidak ekonomis. Namun perkiraannya umur operasi TPA Tlekung selama 8-9 tahun atau habis pada 2016-2017.
Diketahui sistem open dumping adalah cara penanganan sampah secara terbuka. Di mana sampah yang sudah menumpuk pada bagian atasnya tanpa ditutupi sehingga hasil reaksi material sampah dapat mencemari udara. Misal bau menyengat hingga gas beracun yang dapat terbakar. Bagian bawahnya juga tidak dilapisi dengan lapisan kedap air seperti geomembran atau lapisan tanah lempung, sehingga juga dapat mencemari tanah bahkan air tanahnya. Selain itu, penerapan sistem open dumping juga sudah dilarang diterapkan sejak tahun 2013.
“Sebagai solusinya, ada 2 sistem penanganan sampah. Pertama, sanitary landfill dengan cara sampah ditimbun dan dipadatkan, lalu ditutup dengan tanah setiap ketinggian tertentu. Bagian dasar tempat penimbunan juga dialasi dengan lapisan kedap air. Seperti geomembran atau lapisan tanah lempung, agar air lindi tidak mencemari tanah. Biaya yang dibutuhkan cukup besar. Sistem ini banyak diterapkan untuk kota-kota besar,” bebernya.
Kedua adalah controlled landfill yang merupakan sistem open dumping yang ditingkatkan atau peralihan antara open dumping dan sanitary landfill. Sampah ditimbun, diratakan, dipadatkan dan pada waktu tertentu ditutup dengan lapisan tanah. Memang biaya menjadi lebih murah, lebih cocok untuk kota-kota berukuran sedang atau kecil.
“Namun untuk pengawasan perlu lebih ketat, karena apabila tidak sesuai dengan kriteria operasionalnya, maka sistem controlled landfill ini pada praktiknya akan kembali lagi ke sistem open dumping. Pengamatan saya, TPA Tlekung telah merencanakan penerapan sistem controlled landfill. Penerapan sistem sanitary atau controlled landfill itu umumnya didasarkan pada ukuran kota, karena menyangkut beberapa aspek. Misal volume sampah, ketersediaan biaya atau lahan,” ungkapnya.
Untuk itu pihaknya mendorong agar Pemerintah Kota Batu bisa mencermati pelaksanaan sistem controlled landfill di TPA Tlekung apakah kesesuaian praktiknya dengan kriteria-kriteria yang telah ditetapkan atau lebih mudah dipahami sebagai “audit tata kelola sampah”.
“Agar bisa memastikan apakah controlled landfill sudah diterapkan perlu dilakukan audit tata kelola sampah yang rasanya mendesak untuk dilakukan. Tujuannya adalah selain evaluasi berkala sebagai bentuk kewenangan Pemerintah Daerah, juga untuk mengecek kembali kesesuaian tata kelola pada beberapa hal krusial. Contohnya langkah-langkah penanganan dan penerapan pengelolaan controlled landfill di TPA Tlekung apakah telah berjalan sesuai kriteria,” tanyanya.
Dengan adanya audit akan memotret kapasitas TPA Tlekung yang beroperasi 15 tahun sejak 2008. Juga memberikan gambaran faktual untuk merumuskan langkah bersama sesuai masing-masing peran seluruh unsur. Termasuk, audit juga akan menjawab berapa besaran retribusi pelayanan sampah yang ideal.
“Apakah besaran retribusi sampah saat ini telah mampu untuk pengelolaan, atau ternyata hanya cukup untuk memindahkan atau mengangkut saja. Berapa sesungguhnya besaran dana yang diperlukan untuk sebuah sistem pengelolaan sampah yang komprehensif dan berkelanjutan,” terangnya. (eri/udi/bersambung)