Ungkapan “Pelan-pelan Pak Sopir” menjadi viral di media sosial. Hal itu berawal dari video ibu-ibu rombongan jamaah haji yang terpesona dengan monumen sepeda raksasa yang terletak di Al-Mawadi, Jeddah, Arab Saudi. Mereka menyebut, sepeda itu adalah milik Nabi Adam. Padahal sepeda itu berasal dari Indonesia, yang diberikan oleh Gubernur DKI Jakarta Ali Sadikin waktu itu.
Sembari mengabadikan sepeda itu dari dalam mobil, mereka meminta sopir untuk memelankan laju mobil. “Pelan-pelan Pak Sopir, astagfirullah hal adzim, sepeda Nabi Adam. Sepeda Nabi Adam, masyaAllah,” ucap rombongan ibu-ibu. Video itu awalnya diunggah di TikTok yang kemudian viral dan diadopsi warganet.
“Pelan-pelan Pak Sopir” memang hanyalah sebuah konten media sosial. Tetapi sejatinya, ungkapan itu relevan untuk dikontekstualisasi dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Dalam konteks bernegara, pemimpin adalah sopir. Sopir adalah penentu, arah laju kendaraan dan kecepatannya diatur dan ditentukan oleh sopir. Tentu dengan memperhatikan dan mempertimbangkan lingkungan di sekitarnya dan kondisi yang ada.
Hal yang sama berlaku pula untuk negara. Pemimpin adalah penentu arah ke mana negara akan dibawa dan dengan cara apa. Seperti sopir ugal-ugalan, jika negara dipimpin dengan ugal-ugalan, kemungkinan akan terperosok pada berbagai masalah kebangsaan yang menyertai. Sebaliknya, jika negara dikelola dengan lamban, bisa jadi janji-janji pembangunan dan kesejahteraan tidak akan tercapai. Semuanya ditentukan oleh tujuan yang dicita-citakan dan beragam kondisi yang ada.
Gambaran di atas kiranya relevan dengan konteks suksesi kepemimpinan nasional yang akan bergulir. Tahun ini adalah tahun politik untuk menyiapkan berlangsungnya suksesi guna menentukan siapakah yang akan mendapat amanah untuk menjadi sopir.
Para kandidat sopir itu pada intinya semua memiliki kemampuan mengemudi dan telah terlatih sebagai pengemudi dengan beragam kondisi yang pernah menyertainya. Siapa pun kelak yang diberi amanah untuk menjadi sopir, membawa kendaraan yang disebut sebagai negara, kepadanya lah digantungkan masa depan Indonesia.
Lalu, pemimpin seperti apa yang kita butuhkan? Pertama, pemimpin yang memiliki visi dan rencana strategis yang jelas. Mengemudi harus memiliki rencana tujuan yang jelas. Tujuan yang jelas menentukan ke arah mana kendaraan harus dibawa. Pemimpin harus memiliki visi yang jelas tentang masa depan yang diinginkan bagi bangsa dan negara.
Visi tersebut harus didukung dengan rencana strategis yang komprehensif untuk mencapainya. Dengan visi yang kuat, pemimpin dapat menggerakkan masyarakat untuk mencapai tujuan bersama. Rencana strategis yang terarah membantu dalam pengembangan sektor kunci seperti pendidikan, ekonomi, infrastruktur, kesehatan, teknologi, dan lainnya.
Kedua, pemimpin yang menginspirasi dan memotivasi. Sopir tidak hanya dituntut lihai mengemudi, tetapi juga suasana di dalam kendaraan itu ditentukan oleh sopir agar penumpang bisa menikmati perjalanan. Pemimpin juga perlu memiliki kemampuan untuk menginspirasi dan memotivasi masyarakat. Mampu berkomunikasi dengan jelas dan memberikan pemahaman yang mendalam tentang tujuan bersama.
Dengan mengomunikasikan visi dan rencana strategisnya, pemimpin dapat membangkitkan semangat dan keinginan bersama untuk berkontribusi memajukan bangsa. Inspirasi dan motivasi ini membantu mengatasi tantangan, mendorong inovasi, dan memperkuat persatuan. Inspirasi dan motivasi juga penting untuk menggerakkan para pemangku kepentingan di bawahnya pada berbagai level birokrasi.
Ketiga, pemimpin yang mengambil keputusan dengan bijaksana. Sopir adalah pengambil keputusan. Keputusan untuk menginjak kopling, gas, atau rem dilakukan dengan pertimbangan matang sesuai dengan kebutuhan dan kondisi. Ketiganya harus dikontrol secara bijaksana agar kendaraan selamat sampai tujuan.
Seorang pemimpin harus mampu membuat keputusan yang bijaksana dan bertanggung jawab. Dalam menjalankan tugasnya, seorang pemimpin dihadapkan pada berbagai masalah dan situasi kompleks. Keputusan yang diambil oleh pemimpin haruslah berdasarkan pada informasi yang akurat, konsultasi dengan para ahli, dan pertimbangan yang matang. Keputusan yang tepat dan transparan akan memberikan kepercayaan kepada masyarakat serta mendorong pertumbuhan dan stabilitas.
Keempat, pemimpin yang berorientasi pada pembangunan sumber daya manusia (SDM). Mengemudi adalah keterampilan. Sebagai pengemudi, sopir perlu senantiasa mengasah keterampilannya. Sebagai orang yang mahir, maka sejatinya sopir juga mampu melatih orang lain untuk terampil mengemudi yang juga sebagai bagian dari pengembangan kapasitas dirinya sendiri.
Kita membutuhkan pemimpin yang menyadari pentingnya membangun aset manusia. Untuk itu, pendidikan harus dilihat sebagai tonggak utama dalam memajukan bangsa dan negara. Untuk memajukan pendidikan yang pada muaranya memajukan SDM, negara harus mengalokasikan sumber daya yang cukup untuk pengembangan sistem pendidikan yang berkualitas.
Pemimpin juga perlu mendorong pengembangan keterampilan dan peningkatan kompetensi masyarakat untuk mencapai produktivitas yang lebih tinggi. Dengan membangun SDM yang berkualitas, pemimpin membuka pintu menuju inovasi, kreativitas, dan kemajuan menuju Indonesia Emas 2045.
Kelima, pemimpin yang mampu memperkuat institusi hukum. Sopir harus paham rambu-rambu lalu lintas dan mengerti aturan serta etika berkendara. Selain paham dan mengerti, ia juga harus mengikuti dan menaati aturan tersebut. Sopir adalah pelopor keselamatan berlalu-lintas. Jika tidak, maka akan berurusan dengan institusi penegak hukum.
Indonesia butuh pemimpin yang bertanggung jawab, yang memprioritaskan penguatan institusi dan penegakan hukum yang adil. Pemimpin yang menghormati prinsip demokrasi, transparansi, dan akuntabilitas. Dengan memperkuat institusi hukum, pemimpin membangun pondasi yang kokoh untuk pembangunan bangsa secara berkelanjutan.
Dengan begitu, pemimpin akan mengarusutamakan perlindungan hak asasi manusia, menegakkan keadilan, dan memastikan perlindungan hukum bagi semua warga negara tanpa padang bulu.
Kelima hal di atas menjadi penting untuk menemukan pemimpin yang tepat. Pemimpin yang cepat bertindak namun tidak ugal-ugalan, pemimpin yang pelan dalam arti penuh pertimbangan matang namun bukan lamban. Semua itu ditentukan oleh penumpang kendaraan, yakni masyarakat Indonesia, demi bisa menyaksikan Indonesia tumbuh menjadi raksasa dunia sebelum akhirnya kita berkata, “Pelan-pelan Pak sopir!” (*)