Belakangan ini jagad raya pendidikan tengah disibukkan menjamu tamu-tamu baru dari Generasi- Z. Bersamaan dengan itu, Implementasi Kurikulum Merdeka (IKM) memberikan kesempatan bagi para pendidik untuk memperbarui ‘cara-cara kuno’ dalam penerapan pembelajaran di sekolah.
Cara-cara kuno seperti “Guru Sang Maha Tahu” sudah tidak zaman jika diterapkan pada generasi masa kini. Itu karena dinilai membosankan dan bertitik tumpu pada guru sehingga siswa menjadi pasif. Perlahan-lahan siswa akan terbunuh daya kreativitasnya jika mereka tidak diberi ruang untuk berkembang.
Terobosan terbaru dalam hal ini dapat diupayakan dengan menerapkan pembelajaran menggunakan pendekatan berdiferensiasi. Pendekatan ini memiliki visi misi yang sama dengan IKM yakni bertitik berat pada siswa untuk terlibat aktif dalam pembelajaran di kelas.
Tetapi sebelum menerapkan pendekatan ini sekolah perlu mengelompokkan profil belajar siswa sesuai dengan kriterianya masing-masing. Seperti profil belajar visual, auditori, dan kinestetik. Hal ini memudahkan guru untuk melakukan capaian belajar yang menyeluruh sesuai minat dan bakat yang dimiliki siswa.
Untuk menggali kemampuan siswa di bidang tertentu, guru perlu memberikan ruang kepada siswa untuk berkembang. Dalam pembelajaran bahasa Indonesia misalnya, dengan materi Teks Berita. Kelompok siswa yang memiliki profil belajar kinestetik ditargetkan untuk bisa menuntaskan capaian pembelajaran berupa liputan kegiatan di lingkungan sekolah.
Kelompok siswa yang memiliki profil belajar auditori ditargetkan untuk bisa menjadi presenter atau pembaca berita hasil dari liputan teman-teman yang berada di kelompok kinestetik. Kemudian kelompok siswa yang memiliki profil belajar visual diarahkan untuk membuat berita dalam konsep video atau ilustrasi berita melibatkan kemampuan IT.
Beberapa kolaborasi tersebut dapat diwujudkan dalam kegiatan akhir dengan konsep Expo Jurnalistik yang di dalamnya dimuat beberapa karya siswa berupa berita media cetak, berita media digital dan audio visual. Keren, ya? Ini masih satu materi. Bisa dibayangkan jika pendekatan berdiferensiasi ini diterapkan untuk semua mata pelajaran. Pasti sangat menggugah dan dapat memberikan pengalaman berharga bagi siswa.
Pembagian kelompok siswa sesuai gaya belajar mereka sangat diperlukan. Sebab dari situlah guru dapat memberikan perlakuan dan menentukan capaian belajar yang sesuai untuk menunjang kreativitas mereka. Menurut (Marlina, 2019) Pendekatan berdiferensiasi memiliki pedoman bahwa setiap siswa memiliki keunikan.
Setiap siswa datang ke sekolah dengan membawa keunikan dan keragaman yang melekat pada diri mereka masing-masing. Keunikan dan keragaman yang melekat pada diri setiap anak di antaranya terwujud dalam gaya belajar VAK. Yakni gaya belajar visual, auditori, dan kinestetik. Karena itu dibutuhkan suatu pendekatan pengajaran yang mampu memenuhi kebutuhan setiap siswa, pendekatan ini dapat berupa pendekatan pembelajaran berdiferensiasi.
Menurut Handayani (2023) anak dengan gaya belajar visual memiliki indera mata lebih kuat untuk menerima, mengingat memahami, serta mengungkap informasi untuk dibawa menuju otak. Lebih dominan belajar dengan melihat dan membaca. Gaya belajar visual mengacu pada kecenderungan seseorang untuk lebih efektif belajar melalui penggunaan gambar, diagram, atau grafik.
Siswa visual cenderung memahami dan mengingat informasi dengan lebih baik ketika mereka melihat atau memvisualisasikannya. Sehingga sangat cocok dilibatkan untuk membuat proyek dengan konsep video atau ilustrasi yang melibatkan kemampuan IT.
Dari proyek tersebut siswa akan memiliki pengalaman berharga dan mampu menyalurkan pemahamannya sesuai dengan keahlian mereka. Sedangkan menurut dr. Aisyah Dahlan, siswa dengan gaya belajar auditori memiliki ciri khas gaya belajar dengan mengandalkan pendengaran untuk memahami dan mengingat informasi yang diberikan oleh guru.
Siswa dengan gaya belajar ini lebih sukses dalam memahami materi ketika mereka mendengarkan penjelasan lisan, diskusi, atau menggunakan sumber informasi berupa audio. Karena input yang didapatkan berupa suara, mereka cenderung lebih suka dengan kegiatan yang juga mengarah pada hal yang menghasilkan suara. Seperti kepada public speaking karena anak dengan gaya belajar ini juga suka bercerita dan banyak bertanya.
Sementara itu, Menurut (Mudrikah: 2016) siswa kinestetik cenderung lebih baik dalam memahami konsep atau keterampilan jika mereka terlibat dalam kegiatan fisik dan gerakan seperti eksperimen, simulasi, atau praktik secara langsung. Siswa dengan gaya belajar ini sangat menikmati gerakan fisik.
Cirinya suka mengekspresikan perasaan secara fisikal. Misalnya suka menggerakkan tangan atau tidak bisa duduk tenang ketika belajar. Dengan keunikan yang dimiliki siswa dan karakteristik Gen Z yang melekat pada diri mereka, pendekatan pembelajaran berdiferensiasi membuat proses pembelajaran bisa dirasakan dan dapat menyentuh siswa secara menyeluruh.
Dari situlah kreativitas siswa akan memiliki ruang untuk menampakkan diri. Sehingga guru akan lebih mudah memberikan treatment pada masing-masing individu guna mendukung terbitnya kreativitas yang ada di dalam diri mereka melalui kegiatan pembelajaran di sekolah.(*)