MALANG POSCO MEDIA- Wilayah Malang Raya memiliki daya tarik politik. Sejumlah tokoh dan elite politik Jakarta masuk keluar wilayah ini untuk mendulang kemenangan.
Salah satunya pada Jumat (26/1) lalu Susilo Bambang Yudhoyono menyapa warga di Pakisaji Kabupaten Malang. Kemarin, Minggu (28/1) istri Ganjar Pranowo pun mengunjungi Car Free Day di Jalan Ijen dan mampir ke Pasar Oro-Oro Dowo. Akhir pekan lalu, Puan Maharani juga berkunjung dan jalan-jalan di Koridor Kayutangan.
Hal ini bukan tanpa alasan, analis Poltik Universitas Muhammadiyah Malang (UMM) Prof Dr Wahyudi MSi menyampaikan wilayah Malang Raya, termasuk Kota Malang memiliki posisi Geopolitik yang strategis. Sehingga sangat penting bagi siapapun yang mencalonkan sebagai presiden dan juga tim pemenangannya memperhitungkan Malang Raya sebagai lokasi kampanye terbaik di Pulau Jawa khususnya di Jawa Timur.
“Benar sangat strategis. Malang Raya adalah salah satu daerah barometer nasional. Apalgi berkaitan dengan politik,” papar Guru Besar Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) UMM ini.
Hal inipun dikatakannya sudah sangat terlihat. Dari kunjungan-kunjungan tokoh politik nasional yang semakin intens di wilayah Malang Raya. Khususnya di kawasan Kota Malang.
Melihat pola-pola tersebut menurut dia, kampanye-kampanye dengan skala lebih besar mendatangkan calon presiden dan wakil presiden diperkirakan akan dilakukan dalam waktu dekat di wilayah Malang Raya.
“Malang Raya ini warga atau penduduknya well educated (terdidik). Dengan demikian pemikirannya akan bisa memengaruhi atau digunakan untuk memengaruhi penduduk di daerah lain. Dan Malang memiliki budaya politik yang tinggi, sehingga mudah diajak bicara atau diskusi secara demokratis dan egaliter tentang politik,” ungkap Wahyudi.
Maka, lanjut dia, secara politik, mengunjungi Malang Raya tidak hanya sekadar masalah elektoral saja, namun lebih jauh dari itu. Yakni menyangkut prototipe model pengembangan demokrasi politik, termasuk di.dalamnya terkait dengan kampanye Pilpres dan Pileg.
Wahyudi mengatakan jika diibaratkan sebuah survei, maka Malang Raya sebagai sampel yang akan mampu menjelaskan karakter politik masyarakat di Indonesia.
Hal yang sama disampaikan analis Politik Universitas Brawijaya (UB) Malang Dr Verdy Firmantoro S.Ikom, M.I.Kom. Ia menyebut tidak hanya strategis untuk pemenangan calon presiden dan wakil presiden, Malang Raya menjadi arena pertarungan atau battlefield kemenangan khususnya di wilayah Jawa Timur.
“Karena menurut analisa saya, Malang Raya ini battlefield. Punya karakter yang cair karena menganut budaya atau basis Arek. Yang cenderung terbuka, rasional, egaliter. Dan memang sampai saat ini belum terlihat kan basis atau pendukung siapa yang menonjol tidak ada yang dominan. Memang belum ada yang klaim basis di sini,” ungkap Verdy kepada Malang Posco Media.
Karena Malang Raya, khususnya Kota Malang lanjutnya adalah episentrum intelektual. Karakter penduduk seperti ini cenderung menentukan pilihannya secara rasional. Tidak berdasarkan ideologis partai tertentu atau berdasarkan kultur tertentu.
Untuk itulah mengapa kebanyakan strategi kampanye yang ada di wilayah Malang Raya sebagian besar masuk lewat jalur intelektual.
“Seperti masuknya ke kampus-kampus, memberi orasi pendidikan atau kuliah tamu dan sebagainya. Karena warga Malang Raya lebih suka itu, mereka well educated dan akan cenderung rasional. Bahkan akan cenderung last minute nanti menentukan siapa yang mau dipilih,” tegas Verdy.
Selain itu jika melihat pola tokoh politik seperti SBY dan istri Ganjar, Atikah Ganjar yang menyapa warga seperti langsung ke CFD Ijen, menunjukan pola strategi kampanye dengan gaya milenial. Karena warga di Malang Raya banyak anak-anak mahasiswa.
Tidak hanya itu, Malang Raya juga memiliki jumlah pemilih yang besar. Yakni 10 persen dari total penduduk di Jawa Timur.
“Jadi ya pantas kalau tokoh-tokoh politik atau nanti paslon capres-cawapres ini datang ke Malang Raya. Di sini memang jadi Battlefield paslon. Karena belum ada yang bisa klaim basis di sini, karena sangat dinamis. Itu yang dirasa penting untuk kemenangan, ” pungkas Verdy. (ica/van)