spot_img
Thursday, April 25, 2024
spot_img

TEROKA

Pemimpin Perubahan

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Oleh : Prof. Dr. H. Maskuri Bakri, M.Si

MALANG POSCO MEDIA – Mutu pendidikan merupakan salah satu masalah utama, dan menjadi agenda utama pendidikan nasional Indonesia untuk mewujudkan sumberdaya manusia unggul. Dalam rangka mewujudkan pendidikan unggul, dibutuhkan sistem kepemimpinan dan manajerial yang kompeten dan profesional, berorientasi pada mutu pendidikan dan memiliki visi dan misi yang terarah dan jauh ke depan, kompetensi sebagai pemimpin, serta dukungan dari masyarakat atau pihak-pihak terkait (stakeholder) untuk mewujudkan impiannya.

Berkenaan dengan masalah ini, Suderajat (2017) mengemukakan bahwa pendidikan yang bermutu adalah pendidikan yang mampu menghasilkan lulusan yang memiliki kemampuan atau kompetensi, baik kompetensi akademik, kompetensi non akademik, yang dilandasi kompetensi kepribadian, sosial, pedagogig, professional, manajerial, teknologi informasi, dan spiritual yang kokoh, dan secara menyeluruh disebut sebagai kecakapan dan keterampilan hidup (soft and life skill).

Apalagi di era merdeka belajar, pendidik harus mendekatkan peserta didik dengan realitas sesuai tema-tema kajian atau pembahasan, sehingga peserta didik mampu mengkonstruk pengetahuan dari pengalaman nyata dan sekaligus memiliki keterampilan yang relevan dengan tuntutan kehidupan.

Problem Mutu Pendidikan

Hasil riset Suryadi (2019) bahwa sistem pendidikan yang ada sekarang masih dihadapkan pada persoalan mutu. Faktor-faktor penyebabnya antara lain; pertama,proses pembelajaran terlalu berorientasi terhadap penguasaan teori dan hafalan pada semua mata pelajaran, sehingga menyebabkan kemampuan belajar dan penalaran para peserta didik kurang berkembang.

Kedua,kurikulum yang ada amat terstruktur dan sarat beban, menyebabkan proses pembelajaran menjadi steril terhadap keadaan, sisi lain perubahan lingkungan fisik dan sosial yang selalu berkembang dalam masyarakat yang kurang menjadi perhatian. Akibatnya, proses pembelajaran menjadi rutin, tidak menarik, dan kurang mampu memupuk kreativitas peserta didik dalam belajar.

Mestinya guru harus menjadi kreator, inspirator, inovator dan membangun produktivitas belajar. Pengelolaan pembelajaran sudah seharusnya dengan pendekatan yang inspiratif, kreatif dan inovatif.

Ketiga, hasil pendidikan belum dapat dinilai melalui sistem pengujian atau assessmentyang terpercaya, dan terlembaga, sehingga mutu pendidikan belum dapat dirasakan secara langsung dan obyektif.  Keempat, pembinaan profesi jabatan pendidik masih dilakukan secara terpisah-pisah (fragmented) atau dengan kata lain, belum ditata di dalam suatu sistem yang integral. Hal ini menyebabkan mutu profesi jabatan pendidik belum dapat diandalkan, sehingga akan berpengaruh terhadap upaya peningkatan mutu pendidikan.

Melihat persoalan di atas, maka pendidikan merupakan tanggung jawab kita bersama, baik pemerintah sebagai pembuat kebijakan pendidikan, maupun pemimpin Institusi sebagai pengelola lembaga pendidikan, serta masyarakat dan dunia industri sebagai pengguna atau pelanggan pendidikan.

Oleh karena itu perlu adanya kerja sama yang baik antara pemerintah, pengelola pendidikan, dunia usaha-industri, masyarakat, media massa dan pemilik modal (hexahelix) untuk mewujudkan pendidikan yang berkualitas.

Sehubungan dengan hal ini, pemimpin Institusi harus menjadi “pemimpin perubahan”, bertanggung jawab terhadap mutu pendidikan terutama di lembaganya yang selalu dihadapkan berbagai problematik.

Baik yang menyangkut tentang pengalaman, keahlian, pengetahuan, sistem pengawasan, kreativitas, inovasi, produktivitas, tenaga pendidik dan kependidikan dalam memimpin lembaga pendidikan yang harus lebih inklusif terhadap dinamika yang ada dengan landasan kejujuran, keikhlasan, kebersamaan yang ditopang oleh sikap disiplin tinggi.

Di sini, kompetensi leadership pemimpin Institusi, perlu memperhatikan kepribadiannya sebagai leader, pemahaman visi dan misi sebagai leader, sistem pengambilan keputusan sebagai leader, sistem komunikasi sebagai leader, dan pengetahuannya sebagai leader tentang tenaga pendidik dan kependidikan sebagai dasar dalam meningkatkan mutu pendidikan agar terwujud mutu pendidikan yang berdaya saing. Sinergisitas, saling suport dan menciptakan iklim kemajuan serta mutu menjadi gerbang berkibarnya out-put yang dihasilkan oleh institusi pendidikan.

Kepemimpinan Pendidikan

Pendidikan itu dapat dikatakan bermutu apabila peserta didiknya telah menguasai kompetensi afektif (vertikaldan horisontal), psikomotorik, dan kognitif secara terpadu, yang sekaligus dapat mempraktikkan dalam kehidupan nyata, memberi nilai tambah dalam kehidupan individu, masyarakat, bangsa dan negara bahkan dunia.

Namun demikian, berbagai masalah tersebut di atas belum dapat terjawab secara keseluruhan. Masih banyak faktor penghambat tercapainya kualitas pendidikan yang baik, dibutuhkan sinergisitas dunia pendidikan dan industri. Ini butuh good will dari pihak-pihak yang berwenang, transparansi manajemen, proses pengangkatan pemimpin yang transparan dan akuntable, akseptabilitas pemimpin di tengah yang dipimpin.

Hal ini sering tidak mendapatkan perhatian, justru yang dikembangkan pada pertimbangan atau alasan-alasan seperti; politik, golongan, popularitas (tidak memperhatikan kompetensi), hubungan dekat, senioritas, penampilan fisik, kompromi, latar belakang etnis, sifat-sifat pribadi, kemampuan menawarkan (salesmanship), dan pujaan pahlawan (hero warship)dan seterusnya.

Sedangkan dalam konteks pendidikan, sudah semestinya dijauhkan dari dominasi politik, karena akan merusak sistem dan kualitas Pendidikan yang menjadi prioritas utama untuk mempersiapkan kualitas sumberdaya manusia yang unggul dan berkeadaban.

Bila pertimbangannya tidak didasari oleh “merit system” dan bukan ahlinya, pemimpin yang terpilih bukan atas dasar kompetensi yang dimiliki, melainkan berdasarkan pada alasan-alasan di atas, maka tunggulah kehancurannya. Hal tersebut mengakibatkan institusi yang dipimpinnya menjadi merosot kualitas dan kuantitasnya, sehingga mutu pendidikannya menjadi merosot pula.

Rendahnya mental sebagian pemimpin institusi ditandai dengan visinya yang kurang jelas, sering membuat polemik, kurangnya disiplin, seringnya datang terlambat, meremehkan persoalan, jalinan komunikasi yang jelek, wawasan yang sempit, mengembangkan sikap primordialisme, keakuannya tinggi, otoriter, menerima informasi tidak terfilter, serta banyak faktor penghambat lainnya yang jauh dari sikap profesionalisme untuk meningkatkan kualitas pendidikan, dan ini akan berdampak luas terhadap kehidupan orang yang ada di sekitarnya.

Itu semua mengimplikasikan profil dan rendahnya kualitas kerja pemimpin, yang berimplikasi juga pada mutu (input, proses, output dan out come). Di sinilah pentingnya “pemimpin perubahan” yang akseptabilitasnya tinggi, merit system, visioner, kerja keras, cerdas, tuntas, ikhlas dan tanggung jawab, dus mereka kerja dengan hati yang didukung dengan spiritualitas yang tinggi sebagai leader dalam mengelola pendidikan.

Pemimpin perubahan harus berani keluar dari zona nyaman, memiliki tujuan yang jelas, selalu berpikir positif, memiliki semangat juang tinggi, memiliki segudang imajinasi, inspirasi, kreativitas, inovasi dan produktivitas tinggi. Dalam melaksanakan tugas dilakukan melalui konsolidasi pemikiran antar individu, individu dengan kelompok, kelompok dengan kelompok, koordinasi, menggerakkan dan mengharmonisasikan.

Dus pemimpin perubahan menjadi orkestra yang hebat dengan menjadikan dirijen-dirijen untuk mengeksekusi program-program strategis untuk menciptakan daya saing lulusan; dengan prinsip tidak boleh mengeluh, mengatakan bukan urusanku, dan mengatakan tidak ada support finance. Ini semua akan dapat terealisir dengan bagus bila pemimpin perubahan ini membangun silaturahmi dan sistem komunikasi yang menyenangkan kepada berbagai pihak.(*)

spot_img

Berita Lainnya

Berita Terbaru

- Advertisement -spot_img