spot_img
Saturday, July 27, 2024
spot_img

Pena de Portugal; Belanja di Toko Asia Sebelum Buka Puasa di Mesquita Central de Lisboa

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Malang Posco Media – Ada beberapa teman yang bertanya, “Bagaimana rasanya puasa di luar negeri?”. Alhamdulillah meskipun lebih berat tapi selisihnya tidak terlalu jauh dengan Indonesia. Subuh di Lisbon sekitar jam 05.00 – 05.30 WEST (Western European Summer Time). Semakin hari subuh semakin mundur. Bangun sahur jam 04.00 atau 04.30 WEST. Sedangkan Maghrib kami harus menunggu matahari tenggelam pukul 20.30 WEST.

Enaknya meskipun cuaca sudah mulai hangat dan panas, suhu masih menunjukkan 17-19 derajat celcius. Masih sejuk dan angin sepoi-sepoi. Tidak terlalu terasa haus kekeringan. Kalau di Indonesia setelah pulang kerja sore, sampai rumah sudah tinggal menunggu adzan maghrib. Sekarang dimana anak-anak harus sudah persiapan tidur, kami baru akan berbuka puasa.

- Advertisement -
Keindahan Cascais – Portugal

Bulan Ramadhan kali ini juga menjadi sesuatu yang special untuk saya sendiri. Pertama kalinya saya harus bangun terlebih dahulu untuk menyiapkan makanan sahur dan berbuka puasa untuk suami. Rasanya berbeda dengan masak sehari-hari. Salama hidup di Surabaya, saya hanya bergantung ke Ibu tercinta – Joeni Astoeti yang sudah memasak setiap hari, bangun paling awal sekali, dan saya termasuk orang yang susah dibangunkan. Adik saya satu-satunya Nugky Dyah Prastuti sampai emosi dan mengetuk pintu kamar berulang kali hingga saya terbangun.

Alhamdulillah, Allah berkehendak lain. Selama bulan Ramadhan ini, saya hanya berbekal alarm di handphone. Bangun tidur, cuci muka, cuci tangan, dan sikat gigi langsung berangkat ke dapur untuk merebus air dan menghangatkan makanan ke microwave. Membangunkan suami yang masih rapi memakai selimut hingga hidangan sahur sudah siap disantap diatas meja makan. Pernah 1-2 kali terlambat bangun, hanya punya waktu sahur sekitar 15 menit. Untungnya semua makanan tinggal masuk microwave untuk dihangatkan. Tidak perlu proses menggoreng atau memasak terlebih dahulu. Make it simple saja moms!!

Penampakan luar Masjid terbesar di Lisbon. Perpaduan nuansa Islam dan Portugal

Nuansa Ramadhan juga pasti tidak ada, karena umat muslim di Portugal secara total kurang dari 0,5%.  Namun di Lisbon tersedia masjid terbesar – Mesquita Central de Lisboa (The Central Mosque of Lisbon) yang dibangun pada tahun 1985. Selain itu masih ada 3 masjid yang lain disekitar Lisbon yaitu Martim Moniz Masjid, Mesquita Baitul-Mukarram, dan Mesquita da Damaia – Masjid Sayyiduna Abu Bakr Siddiq RA.

Pada suatu weekend kami mengagendakan untuk buka puasa bersama di Mesquita Central de Lisboa. Kami berangkat dari Cascais menuju Kota Lisbon pada pukul 18.00 WEST menggunakan mobil pribadi. Perjalanan dari Cascais ke Lisbon memerlukan waktu hampir 1 jam. Cukup lama sekitar 44 kilometer. Kota Lisbon adalah ibukota yang padat sehingga sering dijumpai kemacetan. Suasananya benar-benar beda dengan Cascais yang cenderung lebih kota kecil dan tidak terlalu ramai. Tapi bagi turis, Cascaid adalah salah satu destinasi wisata yang cantik dengan pemandangan pantai dan lautnya.

Stasiun metro yang cenderung remang-remang

Sudah jauh-jauh ke Lisbon, kami menyempatkan untuk belanja di Supermarket Asia. Kabarnya ini adalah satu-satunya supermarket Asia yang ada di Lisbon Raya. Wowww!! Sesusah itu ya cari supermarket Asia, padahal di Kota kecil Lausanne – Swiss kami bisa menjumpai 5- 6 toko Asia. Toko Asia ini bernama Amanhecer yang terletak di Rue da Palma 41 A 1o andar, 1100-390 Lisboa. Kami memarkir mobil di depan masjid lalu memilih untuk mencoba naik transportasi umum di Lisbon.

Stasiun Metro tidak ada fasilitas lift atau ekskalator

Dari petunjuk google maps, kami diarahkan untuk naik metro bawah tanah. Kalau naik metro 1x, kami perlu jalan 500 meter untuk sampai tempat tujuan. Berhubung sedang puasa lebih baik kami memilih naik metro 2x dan tinggal jalan 70 meter untuk sampai di Amanhecer. Seperti biasa harus beli tiket dulu sebelum masuk ke metro. Kartu member bernama Viva Viagem Transport Card dibeli dengan harga 0,5 Euro. 1 Euro = Rp. 15.600. Kartu ini bisa disimpan dan digunakan secara berulang. Kita cukup mengisi saldo sehingga tinggal tap kartu saat masuk stasiun metro atau naik bis. Sekali jalan naik metro dan bis dikenakan harga 2 Euro per orang. Anak dengan usia diatas 4 tahun sudah wajib membayar full.

Suasana di dalam metro

Tapi perjalanan pertama ini tidak semudah yang dibayangkan moms! Aksesnya tidak terlalu stroller friendly, tidak ada lift, hanya ada tangga. Hanya stasiun-stasiun tertentu yang menyediakan akses untuk stroller. Suasana stasiun cenderung gelap karena memakai lampu jenis kuning jadi seakan-akan serasa seram. Ditambah lagi bangunan khas portugis yang begitu melekat. Sudah seperti masuk ke Rumah Sakit Darmo atau William Booth Surabaya. Hehe.

Begitu sampai di Toko Asia, kami langsung membeli aneka bumbu Asia seperti kecap manis, indomie, gula aren, sambal, jajajan jepang dan korea, serta kekalapan yang lainnya karena kapan lagi nih kesini. Perjalanan yang ditempuh cukup jauh. Anehnya supermarket ini pun juga aksesnya harus melewati banyak tangga. Tidak cocok untuk stroller. Belum lagi kalau kita bawa tas troli belanjaan harus diangkat dengan tenanga super. Oh guys! Cobaan di bulan puasa nih.

Toko Asia di Lisbon

Sekilas di Kawasan Toko Asia Amanhecer yang terletak di daerah Martin Moniz, bisa dijumpai banyak toko asia. Banyak sekali imigran muslim yang tinggal di daerah sini. Salah satu masjid yang lebih kecil dari Mesquita de Lisboa juga ada di daerah sini. Papi Fariz mengajak nanti setelah Ramadhan berjalan-jalan kesini lagi sambil melihat adakah restoran asia yang menarik di hati. Seperti kebiasaan kami kalau luar kota di Switzerland, bingung mau cari makan dimana pasti tujuannya adalah cari restoran asia yang terdekat dengan pemberhentian transportasi umum.

Singkat cerita setelah belanja, kami langsung naik metro balik ke masjid. Tapi ternyata saking ruwetnya akses transportasi dll, bisa diprediksi kami akan telat tiba di masjid. Niat di awal mau buka puasa di masjid malah bergeser ke restoran korea. Hahaha. Kami memesan ayam, mie khas korea, dan kue beras favorit jajanan korea. Hari sudah semakin malam, Zirco pun juga sudah kasihan kelaperan. Jadi kita cuma sempat foto di depan masjid belum mencicipi sholat dan buka puasa.

Buka puasa di restoran korea

So far, menurut kami kota Lisbon sangat hidup. Penuh penduduk, banyak gedung bertingkat, dan juga macet. Awalnya kami sempat berpikir bagaimana kalau mencari apartemen di Lisbon, dekat dengan mall dan mencari semua kebutuhan pasti ada. Hahaha. Tapi setelah melihat langsung betapa ruwetnya jalanan maka kami undur diri saja. Lebih enak tinggal di area Cascais. Pergi kemana-manapun Cuma 10-20 menit. Untuk menyejukkan mata melihat laut dan pantai saja hanya butuh waktu 7 menit perjalanan menggunakan mobil.

Minggu pertama hidup di Portugal perlu banyak adaptasi yang dilakukan. Dari kualitas air dan udara yang berbeda di Swiss, fasiltas transportasi umum, dan harga barang-barang. Hal yang paling disuka di Lisbon adalah adanya mall yang buka setiap hari, haha. Edisi kangen mall selama 9 bulan nih ceritanya. Portugal is nice place to live!! (Okky Putri Prastuti/MPM)

- Advertisement - Pengumuman
- Advertisement -spot_img

Berita Lainnya

Berita Terbaru

- Advertisement -spot_img
- Advertisement -spot_img