spot_img
Saturday, July 5, 2025
spot_img

Pendidikan ‘Garis Biru’ Pada Anak

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Pendidikan seksual atau sex education adalah hal lumrah untuk diajarkan di negara-negara barat, tetapi tidak di Indonesia. Banyak orang dewasa yang masih merasa tabu membicarakan urusan seksual dengan anak-anak. Banyak juga yang masih salah kaprah dengan istilah sex education. Mereka mengira sex education berarti mengajarkan berhubungan badan kepada anak-anak, tentu saja bukan.

Menurut Calderone pendidikan seks adalah pelajaran untuk menguatkan kehidupan keluarga, untuk menumbuhkan pemahaman diri dan hormat terhadap diri, untuk mengembangkan kemampuan-kemampuan bersosialisasi dengan orang lain secara sehat, dan untuk membangun tanggung jawab seksual dan sosial.(Suraji, 2008)

Dr. A. Nasih Ulwan juga memiliki pendapat yang sama bahwa pendidikan seks adalah upaya pengajaran penyadaran dan penerangan tentang masalah-masalah seks yang diberikan kepada anak agar ia mengerti masalah-masalah yang berkenaan dengan seks, naluri, dan perkawinan, sehingga jika anak telah dewasa dan dapat memahami unsur-unsur kehidupan ia telah mengetahui masalah-masalah yang dihalalkan dan diharamkan bahkan mampu menerapkan tingkah laku Islami sebagai akhlak, kebiasaan, dan tidak mengikuti syahwat maupun cara-cara hedonistik.(Ulum, 2022)

Berdasarkan kedua pendapat ahli di atas, dapat disederhanakan bahwa pendidikan seksual adalah proses memahamkan terhadap diri anak tentang masalah yang berkenaan dengan pertumbuhan seksual, tanggung jawabnya, dan masalah-masalah yang dihalalkan dan diharamkan. Pendidikan seksual bertujuan untuk mengajarkan kepada anak-anak mana yang benar dan mana yang salah dalam hal reproduksi seksual.

Pentingnya mengajarkan pendidikan seksual kepada anak-anak karena banyak sekali ditemukan kasus anak-anak yang melakukan hubungan seksual di usia yang masih sangat dini. Hal ini dikarenakan pengetahuan mereka tentang keseksualan diri masih sangat rendah.   Anak laki-laki tidak diajarkan untuk mengontrol nafsunya dan anak perempuan tidak diajarkan risiko yang menanti mereka. Banyak yang merasa bahwa kita sudah cukup memberikan pendidikan seksual pada anak dengan mengatakan “jangan pacaran, nanti dosa.”

Kita tidak lebih lanjut menjelaskan kenapa mereka tidak boleh pacaran? Apa dosanya? Sebenarnya, pendidikan seksual ini sudah banyak dimasukkan ke dalam pembelajaran oleh sebagian guru di Indonesia. Guru agama, misalnya menjelaskan tentang dosa seksual kepada muridnya, tetapi anak-anak sekarang tidak cukup hanya diberi teori. Mereka harus diberikan contoh konkret tentang bahaya berhubungan seksual usia dini.

Perlu kita pahami dulu cara penyampaian pendidikan seksual ini kepada anak. Anak-anak akan merasa nyaman jika penyampaian persoalan seks tersebut dilakukan oleh guru atau orang dewasa yang berjenis kelamin sama dan di dalam ruangan yang hanya berisi sesama perempuan atau sesama laki-laki.

Mengapa? Tentu saja karena materi pendidikan seksual bagi laki-laki dan perempuan memiliki perbedaan yang besar. Selain itu, kita juga harus memperhatikan jumlah anak dalam ruangan tersebut. Semakin sedikit jumlah anak yang mengikuti, akan semakin baik penyampaian materi karena pendidikan seksual menyangkut privasi anak.

Anak akan merasa nyaman jika semakin sedikit yang mendengarkan curhatannya. Hal ini dikarenakan pendidikan seksual yang terbaik adalah saat kita mampu menjawab pertanyaan-pertanyaan yang ada di benak mereka, bukan hanya menyampaikan materi.

Sasaran utama pendidikan seksual adalah anak perempuan. Mengapa? Tentu saja karena perempuan adalah yang paling rentan menjadi objek pelecehan seksual dan risiko yang ditanggung perempuan dalam perkara seksual jauh lebih besar daripada anak laki-laki. Kita bisa memberikan contoh langsung tentang risiko berhubungan seksual seperti kehamilan usia dini. Namun, sekali lagi mereka butuh diberi contoh nyata apa saja bahaya yang menanti kehamilan di usia dini. Contoh pertama dan utama yang bisa kita sampaiakn adalah kita bisa memberikan video trend yang sedang viral di tiktok tentang perubahan tubuh perempuan sebelum hamil dan saat hamil.

Kita bisa tunjukkan video tersebut kepada mereka sebagai bukti konkret bahwa kehamilan memiliki dampak luar biasa terhadap tubuh perempuan. Remaja perempuan yang sangat menjunjung tinggi penampilan biasanya akan langsung takut saat menyaksikan video-video tersebut.  Selanjutnya kita bisa tunjukkan video proses persalinan dalam bentuk animasi dan risiko-risiko kehamilan muda seperti yang ada di film dua garis biru, yaitu pengangkatan rahim. Video-video tersebut dapat membuat anak perempuan melihat lebih dekat bagaimana dampak yang akan mereka rasakan jika mereka sampai mengalami kehamilan.

Selain menunjukkan dampak hubungan seksual usia dini, kita juga harus mengajarkan mereka untuk selalu berkata “tidak” terhadap rayuan atau ajakan laki-laki. Mereka juga harus diajarkan waspada terhadap laki-laki dewasa yang ada di sekitar mereka yang secara tidak disadari berpotensi sebagai pelaku pelecehan seksual.

Sasaran selanjutnya dari pendidikan seksual anak adalah para anak laki-laki. Mereka harus diajarkan tentang cara menghargai perempuan. Mereka juga bisa diajari cara-cara positif untuk mengendalikan nafsu seksual mereka, seperti dengan berolah raga.

Mereka harus diajarkan batasan-batasan dengan lawan jenis agar mereka tahu mana yang boleh dan mana yang tidak boleh. Kalau perlu, mereka bisa juga ditunjukkan ancaman pidana dari pelecehan seksual dan contoh-contoh pelaku pelecehan seksual anak yang diproses secara pidana.

Tokoh Bima dalam film dua garis biru juga bisa dijadikan contoh. Bagaimana kehidupan Bima berubah setelah Dara hamil. Masa depannya hancur dan keluarganya menjadi menderita. Anak laki-laki harus paham bahwa konsekuensi berhubungan seksual tidak hanya diderita oleh perempuan, tapi juga dirasakan oleh mereka.

Sekarang, masihkah kita merasa bahwa pendidikan seksual itu tabu? Jika kita terus merasa demikian, kebobrokan moral dan kehamilan usia anak akan terus menghantui kita. Sebagai seorang guru, sering sekali saya melihat bahwa gaya berpacaran anak-anak sudah di level yang berbahaya.

Ini jelas menjadi sebuah penentu bahwa pendidikan seksual untuk anak sudah sangat mendesak untuk segera dilaksanakan di sekolah-sekolah. Jangan sampai karena terdesak oleh kaum yang anti pendidikan seksual, akhirnya malah mereka yang kita korbankan. Kita, orang dewasa, adalah yang paling bertanggung jawab terhadap masa depan anak-anak kita.(*)

Berita Lainnya

Berita Terbaru

- Advertisement -spot_img