.
Sunday, December 15, 2024

Pendidikan Satu Penyebab Getir Pernikahan Muda

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Enam Bulan Sudah 722 Pengajuan Dispensasi

MALANG POSCO MEDIA, MALANG-Kesadaran masyarakat Kabupaten Malang akan pernikahan cukup umur tergolong masih rendah. Dalam setengah tahun saja ratusan pengajuan dispensasi menikah muda diterima Pengadilan Agama Kabupaten Malang. Selain faktor kesadaran, keterbelakangan pendidikan dan ekonomi yang rentan turut berkontribusi melatarbelakangi tingginya pernikahan dini.

Berdasarkan data Pengadilan Agama, ada 722 pengajuan dispensasi menikah di usia muda. Atau dibawah usia minimal yakni 19 tahun untuk pria dan wanita. Jumlah itu sejak bulan Januari-Juni 2022. Jika dibandingkan dengan tahun 2021 lalu, angka dispensasi menikah muda tercatat 819 ajuan. Meski menurun, Humas Pengadilan Agama Kabupaten MalangAbdul Rouf angka tersebut masih cenderung tinggi.

“Pertama memang perlu mendapat perhatian adalah pemahaman masyarakat. Dari latarbelakang budaya dan pendidikan. Aturan undang-undang direvisi dari usia 16 tahun untuk perempuan menjadi 19 tahun untuk keduanya. Namun masyarakat masih kurang siap,” ungkap Abdul Rouf kepada Malang Posco Media saat ditemui, Rabu (27/7).

Untuk diketahui, angka kasus pernikahan dini cenderung naik dalam lima tahun terakhir. Tahun 2017 ada 377 kasus permohonan dispensasi nikah, tahun 2018 ada 847, tahun 2019 naik lagi menjadi 917 kasus. Sedangkan 2020 dan 2021 mencatat angka tertinggi dengan 1783 dan 1762 kasus.

Rouf menjelaskan, beberapa contoh faktor pendorong yakni hamil di luar nikah hingga pemikiran yang sempit saat masyarakat tak mampu melanjutkan pendidikan. Faktor keterbelakangan ekonomi dan pendidikan, jelasnya, turut berkontribusi menjadi pemicu.

“Dalam pandangan saya iya, tapi ini baru dugaan, perlu penelitian lebih lanjut. Di mana memang ada banyak orang tua yang berpikir simpel saja jika dalam ekonomi lemah dan tidak mampu melanjutkan pendidikan maka dinikahkan saja. Latar belakang ekonomi dan pendidikan ikut kontribusi,” terangnya.

Pengadilan agama dalam hal ini, kata Rouf, dihadapkan dengan situasi yang cukup dilematis. Bagaimana tidak, di satu sisi masyarakat belum siap atau belum cukup umur, di sisi lain menghadapi permasalahan sosial seperti kehamilan diluar nikah.

“Yang perlu dilakukan tentu edukasi, menjadi tugas bersama termasuk Pemda, Komnas PA, dan elemen lain harus punya konsen edukasi masyarakat, dan menjaga anak belum cukup umur agat tidak terjadi. Pengadilan Agama dan bagian hukum Pemkab Malang terus melakukan penyuluhan hukum berkala,” paparnya.

Tidak cukup dengan sosialisasi, sambung Rouf, juga melibatkan tokoh sentral masyarakat. Baik melalui tempat ibadah hingga bembiasaan dari sisi budaya.

Regulasi daerah juga dipandang penting bagi pencegahan persoalan pernikahan dini. Hal ini sudah diwujudkan dalam surat keputusan gubernur mengenai perlindungan anak. Kini, kata Rouf sudah mendapat respon dari pemda masing-masing.

“Memang harus ada aturan turunan dan level paling bawah , tetapi tidak sesederhana itu. Keberhasilan aturan perlu peran kesadaran masyarakat melalui edukasi. Mengatasi permasalahan ekonomi dengan pemberdayaan masyarakat. Termasuk memberi akses seluas-luasnya pendidikan kepada yang rentan ekonomi sehingga kesempatan itu (nikah dini) tertutup,” tegasnya. (tyo/ggs)

Berita Lainnya

Berita Terbaru

- Advertisement -spot_img
- Advertisement -spot_img