spot_img
Monday, April 29, 2024
spot_img

PENDIDIKAN TINGGI, PENDAPATAN DAN KEBAHAGIAAN

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Sekitar 1,8 juta mahasiswa baru saat ini mengikuti Orientasi Studi dan Pengenalan Kampus (Ospek) di 3.000-an kampus perguruan tinggi negeri (PTN) dan swasta (PTS) di Indonesia. Ospek merupakan kegiatan awal bagi setiap peserta didik yang menempuh jenjang pendidikan tinggi.

Kegiatan ini merupakan kegiatan institusional untuk mensosialisasikan kehidupan di perguruan tinggi dan proses pembelajaran yang pelaksanaannya melibatkan unsur pimpinan universitas, fakultas, dan mahasiswa.

Ospek bertujuan antara lain: mengenal dan memahami lingkungan kampus sebagai suatu lingkungan akademis serta memahami mekanisme yang berlaku di dalamnya, menambah wawasan mahasiswa baru dalam penggunaan sarana akademik yang tersedia di kampus secara maksimal, mempersiapkan mahasiswa agar mampu belajar di perguruan tinggi serta mematuhi dan melaksanakan norma-norma yang berlaku di kampus, dan menumbuhkan kesadaran mahasiswa baru akan tanggung jawab akademik dan sosialnya

Pendidikan merupakan kebutuhan dasar manusia, karena dengan pendidikan upaya peningkatan kesejahteraan masyarakat dapat terwujud. Pendidikan merupakan investasi jangka panjang dalam pembangunan dan perbaikan sumber daya manusia (SDM) yang berkualitas.

Pendidikan merupakan sarana mobilitas sosial dan ekonomi, yaitu suatu perpindahan status seseorang menuju kedudukan sosial dan ekonomi yang lebih tinggi. Pendidikan tinggi diyakini sebagai sarana mobilitas sosial dan ekonomi terbaik bagi seseorang.

Pendidikan tinggi adalah pendidikan yang mempersiapkan peserta didik menjadi anggota masyarakat yang memiliki kemampuan tinggi yang bersifat akademik dan atau profesional sehingga dapat menerapkan, mengembangkan dan menciptakan ilmu pengetahuan, teknologi dan seni dalam rangka pembangunan nasional dan meningkatkan kesejahteraan manusia. 

BPS (2021) mencatat jumlah mahasiswa yang menempuh pendidikan tinggi di Indonesia terus meningkat dalam satu dekade terakhir. Pada tahun 2011 jumlah mahasiswa tercatat sebanyak 5,36 juta orang, meningkat 66,98 persen menjadi 8,95 juta orang pada tahun 2021. Bila dilihat status kampusnya, sebanyak 4,02 juta (44,92 persen) mahasiwa berkuliah di PTN dan 4,93 juta (55,08 persen) mahasiswa di PTS.

Mark Blaug (1976) melakukan penelitian mengenai hubungan antara pendidikan dan pendapatan. Blaug menyatakan bahwa individu yang mempunyai pendidikan lebih tinggi mempunyai pendapatan lebih dikarenakan mereka memiliki keahlian khusus yang diperoleh selama masa pendidikan.

Dengan keahlian tersebut, mereka akan lebih mudah dalam mendapatkan pekerjaan. Blaug membagi tenaga kerja menjadi dua macam, tenaga kerja yang berpendidikan lebih tinggi disebut sebagai Clerical Workers dan tenaga kerja yang berpendidikan rendah disebut sebagai Manual Workers.

Karena kuantitas Clerical Workers relatif lebih sedikit dibanding Manual Workers, maka kurva penawarannya lebih inelastis. Orang yang berpendidikan lebih tinggi dipandang lebih memiliki keahlian, insiatif dan lebih bermotivasi serta mempunyai intelegensi yang dibutuhkan dalam dunia kerja.

Penelitian Murtadlo dkk. (2018) tentang pengaruh tingkat pendidikan terhadap pendapatan membuktikan bahwa semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang, maka semakin tinggi pendapatannya. Pada kelompok orang yang berpendidikan Tamat SD, sebanyak 60,83 persen (sebagian besar) berpendapatan kurang dari Rp 1 juta, 25,22 persen berpendapatan Rp 1-1,5 juta, dan 12,46 persen berpendapatan lebih dari Rp 1,5 juta sebulan.     Pada kelompok orang yang berpendidikan Tamat SMP, sebanyak 53,92 persen (sebagian besar) berpendapatan kurang dari Rp 1 juta, 25,89 persen berpendapatan Rp 1-1,5 juta, dan 16,63 persen berpendapatan lebih dari Rp 1,5 juta sebulan.

Pada kelompok orang yang berpendidikan Tamat SMA, sebanyak 39,47 persen berpendapatan kurang dari Rp 1 juta, 25,30 persen berpendapatan Rp 1-1,5 juta, dan 33,37 persen berpendapatan lebih dari Rp 1,5 juta sebulan. Pada kelompok orang yang berpendidikan Sarjana, hanya 18,0 persen berpendapatan kurang dari Rp 1 juta, 14,29 persen berpendapatan Rp 1-1,5 juta, dan 65,52 persen (sebagian besar) berpendapatan lebih dari Rp 1,5 juta sebulan.

Kelompok orang yang berpendidikan tinggi umumnya bekerja di bidang manajerial, sedangkan kelompok orang berpendidikan menengah ke bawah bekerja di bidang teknis. Bidang pekerjaan manajerial umumnya memberikan pendapatan yang lebih tinggi daripada pekerjaan teknis.

Pendapatan dan pendidikan tinggi berpengaruh terhadap kebahagiaan (kepuasan hidup) seseorang. Kebahagiaan (happiness) memiliki makna dan cakupan yang tidak hanya terbatas pada kondisi kemakmuran material (welfare atau well-being), tetapi juga pada kondisi kehidupan yang baik (being-well atau good life), dan kondisi kehidupan yang bermakna (meaningful life).

Kebahagiaan didefinisikan sebagai kepuasan subjektif terhadap kehidupan seseorang secara keseluruhan. BPS (2021) mengukur Indeks Kebahagiaan dengan 19 indikator, dua di antaranya adalah pendapatan dan pendidikan.

Pendapatan dari pekerjaan merupakan salah satu komponen penting bagi kebahagiaan penduduk. Dengan pendapatan yang cukup dan memadai, maka penduduk mampu memenuhi kebutuhan dasar hidupnya, mampu mencapai tujuan hidup yang dianggap penting, memiliki kebebasan untuk memilih cara hidupnya hingga menghindarkannya dari berbagai risiko finansial dan personal.

Penduduk dengan penghasilan yang lebih tinggi (lebih dari Rp 7,2 juta) memiliki nilai Indeks Kebahagiaan yang lebih tinggi dibandingkan dengan penduduk yang memiliki penghasilan lebih rendah.          Penduduk dengan pendapatan rumah tangga hingga Rp 1,8 juta memiliki Indeks Kebahagiaan sebesar 67,99, pendapatan Rp 1,8 juta-3 juta sebesar 70,80, pendapatan Rp 3 juta-4,8 juta sebesar 72,92, pendapatan Rp 4,8 juta-7,2 juta sebesar 74,99, dan pendapatan rumah tangga lebih dari Rp 7,2 juta sebesar 77,15 (BPS, 2021).

Penduduk dengan tingkat pendidikan tertinggi (S2,S3) memiliki nilai Indeks Kebahagiaan yang lebih tinggi dibandingkan dengan penduduk dengan jenjang pendidikan lebih rendah. Semakin tinggi pendidikan tertinggi yang ditamatkan, maka semakin tinggi pula nilai Indeks Kebahagiaan.

Penduduk dengan pendidikan tertinggi S2,S3 memiliki nilai Indeks Kebahagiaan sebesar 82,16, pendidikan Diploma/S1 sebesar 78,05, pendidikan SMA 73,31, pendidikan SMP 71,30, pendidikan SD 70,10, sedangkan penduduk yang tidak pernah sekolah memiliki nilai Indeks Kebahagiaan sebesar 66,94 (BPS, 2021).

Pendidikan merupakan jalan menuju hidup yang lebih baik. Pada dasarnya, individu membutuhkan pengetahuan untuk menghadapi berbagai situasi dan kondisi dalam kehidupan. Dengan pendidikan tinggi, maka individu dapat melahirkan ide-ide kreatif dan memberikan respon yang tepat terhadap hal-hal yang dialami. Kemudian, ketepatan tindakan yang diambil secara tidak langsung akan memberikan kepuasan dan kebahagiaan pada setiap individu.(*)

spot_img

Berita Lainnya

Berita Terbaru

- Advertisement -spot_img