Dampak globalisasi dalam segala sisi kehidupan merupakan pemicu terjadinya percepatan baik dalam segi sosial, ekonomi, budaya, politis, industri, maupun teknologi. Percepatan gerakan revolusi industri yang demikian cepat tentu memberikan dampak perubahan yang luar biasa. Revolusi Industri 4.0 yang menekankan pada transformasi digital dan kecerdasan buatan telah terbukti mampu memorakporandakan banyak sisi kehidupan.
Pada kondisi seperti ini penguasaan keterampilan kecakapan hidup yang relevan merupakan jaminan keamanan dan kesejahteraan hidup. Maka pemberian bekal keterampilan kecakapan hidup pada calon generasi bangsa ini sangat dibutuhkan. Menyikapi hal tersebut, pendidikan vokasi bisa menjadi bagian penting sebagai langkah antipasi yang tepat dan strategis.
Pada era disrupsi ini pendidikan vokasi menjadi pilihan strategis untuk menyelamatkan generasi dari kondisi yang serba ambigu dan rapuh ini. Ambiguitas pada era VUCA (Volatility, Uncertanty, Complexity, Ambiguity ini bisa menjadi penyebab kacau balaunya tatanan kehidupan. Kesalahan mengambil langkah dan keputusan akan memicu timbulnya problematika baru yang kadang berdampak sangat vital baik dari sisi fisik maupun mental.
Keputusasaan karena kesulitan mendapatkan jaminan kehidupan yang layak dan mapan juga merupakan api dalam sekam yang setiap saat bisa menyulut ledakan hebat menggoncangkan sendi-sendi kehidupan. Pada saat seperti ini, kadang pendidikan formal dan informal dipandang tidak cukup memberikan modal dan keterampilan hidup untuk menghadapi tantangan percepatan dan perubahan transformasi.
Sebagaimana kita ketahui bahwa pendidikan untuk kehidupan memerlukan pendekatan pengembangan manusia, sedangkan pendidikan untuk mendapatkan penghidupan memerlukan pendekatan perencanaan tenaga kerja yang terarah. Segala macam kondisi ini harus diimbangi dengan sistem yang cepat dan tepat. Pendidikan vokasi yang berada tepat di tengah-tengah pendidikan formal dan informal merupakan jawaban dari hal tersebut. Hal ini sejalan dengan pendapat Sudira (2017: 16-25) yang menyatakan bahwa pendidikan vokasi pada dasarnya memiliki landasan filosofis yang menempatkan keterampilan, sikap, dan pengetahuan sebagai satu kesatuan untuk menyiapkan individu agar mampu beradaptasi dengan kebutuhan dunia kerja sekaligus kehidupan bermasyarakat.
Pendidikan ini berada pada posisi strategis karena menjembatani pendidikan formal dan informal melalui pengembangan kompetensi yang relevan dengan perkembangan zaman. Pada kenyataannya memang penguasaan keterampilan dan kecakapan hidup yang bisa membantu menyelamatkan kita dalam kondisi kritis dan tersudut.
Kemampuan menyelesaikan masalah, kolaborasi, dan komunikasi, merupakan keterampilan abad ke-21 yang harus dikuasai oleh siswa. Karena sistem pendidikan tidak mampu menyediakan semua kebutuhan tersebut, maka siswa harus melengkapi sendiri kekurangan keterampilan yang seharusnya dikuasai. Keterampilan ini harus dilatihkan setiap saat, sehingga kekuatan dan daya tahan dalam proses pelatihan tersebut harus benar-benar diperhatikan.
Di sisi inilah peran seorang guru menjadi penentu keberhasilan siswa untuk menguasai keterampilan hidup di era VUCA yang sarat dengan ambiguitas ini. Di sisi lain kita juga terus berperang melawan kemajuan teknologi yang menyebabkan perdagangan tradisional menghilang. Dunia pekerjaan global menuntut kompetensi, kemampuan kolaboratif, dan skill.
Sementara itu keberadaan dunia pendidikan berada pada era pengetahuan (knowledge age) yang didukung meningkat sangat cepat, didukung penerapan media dan teknologi digital yang disebut information super highway Gates, 1996: 89-95). Kondisi inilah yang menuntut kemampuan dan pemahaman yang sangat mapan dari seorang pendidik agar tidak keliru dalam membimbing siswa menuju tantangan era VUCA ini. Berdasarkan kondisi tersebut pendidikan vokasi dapat dipastikan akan menjadi juru selamat bagi generasi ini.
Bergesernya paradigma di segala lini kehidupan ini meletakkan pendidikan vokasi sebagai bagian paling vital dalam penyiapan generasi emas 2045. Pendidikan vokasi memiliki peran strategis sebagai penyelamat generasi di era VUCA. Melalui orientasi pembelajaran yang aplikatif, pendidikan vokasi mampu menyiapkan lulusan dengan keterampilan teknis sekaligus soft skills yang relevan dengan dinamika dunia kerja.
Karakteristik era VUCA yang penuh ketidakpastian, kompleksitas, dan ambiguitas dapat direspon dengan membangun daya adaptasi, ketangguhan, serta kemampuan kolaborasi yang ditumbuhkan dalam ekosistem pendidikan vokasi.
Sejalan dengan kajian di atas, sebagaimana disampaikan dalam laporan The Future of Jobs yang diterbitkan World Economic Forum (2023) ditegaskan bahwa keterampilan yang paling dibutuhkan di era disrupsi adalah analytical thinking, creative thinking, ketahanan (resilience), kemampuan beradaptasi, serta lifelong learning.
Hal ini menegaskan bahwa pendidikan vokasi tidak cukup hanya menyiapkan tenaga kerja dengan keterampilan teknis, tetapi juga harus membangun kapasitas soft skills agar generasi muda mampu bertahan di tengah ketidakpastian global. Pada akhirnya tidak bisa lagi dipungkiri bahwa betapa besar peran pendidikan vokasi untuk membekali siswa di era VUCA. Kemandirian dan kemampuan berpikir kritis tidak lagi bisa ditinggalkan.
Dengan demikian proses pembelajaran di sekolah juga harus dapat disesuaikan dengan kondisi dan tuntutan abad ke-21. Asumsi lama harus bergeser menuju kebaruan dan kekinian. Paradigma lama yang cenderung statis harus bergeser menuju pola pikir bertumbuh yang penuh dengan dinamika dan perubahan.
Digitalisasi dan transformasi harus menjadi wujud penyesuaian pendidikan vokasi di era VUCA sesuai dengan tuntutan abad ke-21. Dengan demikian jaminan bahwa generasi emas 2045 akan terwujud adalah sebuah keniscayaan dan realita.(*)