MALANG POSCO MEDIA, MALANG – Sejak tahun 2019 Desa Sumberejo yang berada di Wilayah Kecamatan Gedangan Kabupaten Malang menjadi rintisan kampung batik binaan dan mitra Universitas Negeri Malang (UM).
Kampung batik yang dikenal dengan nama Kampung Batik ‘SUJO’ (Sumberejo) itu berkembang dalam memproduksi batik. Corak motif batik cap yang diproduksi kampung ini belum banyak ragamnya. Meskipun sudah mengambil ide dari hasil tanaman yang banyak tumbuh di wilayah desa, tetapi masih belum dapat meningkatkan pembelian konsumen. Pemesan batik masih terbatas dari kalangan perangkat desa sendiri, guru-guru dan masyarakat di wilayah sekitar.
Melihat kendala ini, tim dosen Universitas Negeri Malang (UM) membuat sebuah terobosan untuk membantu para pengusaha batik di desa tersebut. Yakni dengan memberikan pelatihan membatik 3D, Selasa (15/7) lalu.
Tim ini terdiri dari beberapa dosen, yaitu Dra. Hapsari Kusumawardani, M.Pd., Dra. Nurul Aini, M.Pd., dan Annisau Nafiah, S,Pd., M.Pd. Tim dosen ini juga dibantu oleh dua mahasiswa, yakni Emmalia Nur R dan Agiesta Shofi Alfia D.P.
Ketua Tim Pengabdian, Dra. Hapsari Kusumawardani, M.Pd., mengatakan sebagai daerah yang dekat kawasan wisata Kampung SUJO tentunya perlu senantiasa meningkatkan kualitas produk batiknya. Sehingga menjadi andalan dan daya tarik wisatawan serta masyarakat luar wilayah.
Batik yang telah dirintis perlu dikembangkan dengan variasi motif yang dapat lebih digemari dan dapat dipakai segala lapisan baik orang tua, remaja, maupun anak-anak. “Tidak terbatas hanya pada motif yang cocok untuk orang dewasa, tetapi juga dapat diterima dan diminati dari berbagai kalangan sehingga orang tertarik untuk membelinya,” katanya.
Dalam hal ini, tim dosen memberikan pelatihan kepada ibu-ibu pembatik di Kampung SUJO. Pelatihan ini bertujuan untuk pengembangan variasi motif yang lebih menarik, modern dan menyesuaikan selera masyarakat saat ini. “Tujuannya gar batik Sujo dikenal dengan produk kekhasannya tersendiri, mengingat saat ini hampir setiap daerah juga memiliki batik, sehingga harus dapat menampilkan hasil produk batik yang menarik dan memiliki nilai jual,” terang Sari, sapaan akrabnya.
Adapun materi yang diberikan dalam pelatihan meliputi penerapan berbagai motif batik 3D andalan desa dan variasinya. Motif batik 3D ini didapat dari hasil kebun, ataupun tanaman yang didesain dan dibuat cetakan pola tembaga untuk batik cap. Selain itu tim dosen juga memberikan pelatihan cara penataan pola motifnya, serta teknik pembuatan motif tekstur sebelum dibatik.
“Memberi contoh dan membantu mendesain batik dengan variasi motif 3D dari budidaya tanaman sekitar yang menjadi unggulannya saat ini. Kemudian melatih pewarnaan motif batik dengan teknik pewarnaan gradasi pada batik motif 3D,” jelasnya.
Gambar 3 dimensi atau dikenal dengan gambar 3D merupakan seni rupa yang mempunyai unsur panjang, volume, serta ruang, sehingga terlihat seperti nyata atau realistis. Penerapan pada kain untuk melihat motif yang memiliki volume, sehingga tampak lebih bertekstur.
“Kami memilih pelatih yang memiliki kompetensi teoritis dan praktis yang memadai dalam memvariasi kain dengan motif 3D. Hal ini dilakukan agar ibu-ibu tim inti pembatik mendapat pelatihan tidak hanya teknik penerapannya, tetapi juga dalam pewarnaannya yang dibuat secara gradasi,” pungkasnya. (adv/imm)