Tragedi Kanjuruhan adalah merupakan bencana sosial. Menurut Undang-Undang No.24 Tahun 2007 Tentang Penanggulangan Bencana, dinyatakan bahwa bencana adalah peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat yang disebabkan, baik oleh faktor alam dan/atau faktor nonalam maupun faktor manusia sehingga mengakibatkan timbulnya korban jiwa manusia, kerusakan lingkungan, kerugian harta benda, dan dampak psikologis. Selanjutnya ditegaskan bahwa bencana dapat digolongkan ke dalam tiga kategori, yaitu: bencana alam, bencana nonalam, dan bencana sosial.
Bencana sosial adalah bencana yang diakibatkan oleh peristiwa atau serangkaian peristiwa yang diakibatkan oleh manusia yang meliputi konflik sosial antar-kelompok atau antar-komunitas masyarakat, dan aksi teror.
Dilansir dari berita Media Indonesia (7/10/2022) jumlah korban akibat bencana sosial tragedi Kanjuruhan tercatat sebanyak 574 jiwa, yang meliputi 131 jiwa meninggal dunia, 420 jiwa luka ringan dan sedang, dan 23 jiwa luka berat. Data ini tidak termasuk korban yang mengalami dampak psikologis, sosial, dan ekonomi.
Secara umum fase-fase dalam manajemen bencana (disaster management) meliputi: Pertama, Fase Pra-bencana, yakni proses pengelolaan saat sebelum bencana terjadi yang berupa kegiatan mitigasi dan kesiapsiagaan bencana. Kedua, Fase pada saat bencana terjadi, yakni berupa respons dan tindakan tanggap darurat bencana; dan Ketiga, Fase Pasca-bencana berupa proses rehabilitasi dan rekonstruksi (Rehabilitation and reconstruction).
Penyelenggaraan penanggulangan bencana pada tahap pascabencana meliputi kegiatan rehabilitasi dan rekonstruksi. Rehabilitasi adalah perbaikan dan pemulihan semua aspek pelayanan publik atau masyarakat sampai tingkat yang memadai pada wilayah pasca-bencana dengan sasaran utama untuk normalisasi atau berjalannya secara wajar semua aspek pemerintahan dan kehidupan masyarakat pada wilayah pascabencana. Rehabilitasi dilakukan melalui kegiatan: perbaikan lingkungan daerah bencana, perbaikan prasarana dan sarana umum, pemberian bantuan perbaikan rumah masyarakat, pemulihan sosial psikologis, pelayanan kesehatan, rekonsiliasi dan resolusi konflik, pemulihan sosial ekonomi budaya, pemulihan keamanan dan ketertiban, pemulihan fungsi pemerintahan, dan pemulihan fungsi pelayanan publik.
Sedangkan rekonstruksi adalah pembangunan kembali semua prasarana dan sarana, kelembagaan pada wilayah pascabencana, baik pada tingkat pemerintahan maupun masyarakat dengan sasaran utama tumbuh dan berkembangnya kegiatan perekonomian, sosial dan budaya, tegaknya hukum dan ketertiban, dan bangkitnya peran serta masyarakat dalam segala aspek kehidupan bermasyarakat pada wilayah pascabencana.
Rekonstruksi dilakukan melalui kegiatan pembangunan yang lebih baik, meliputi:pembangunan kembali prasarana dan sarana, pembangunan kembali sarana sosial masyarakat, pembangkitan kembali kehidupan sosial budaya masyarakat, penerapan rancang bangun yang tepat dan penggunaan peralatan yang lebih baik dan tahan bencana, partisipasi dan peran serta lembaga dan organisasi kemasyarakatan, dunia usaha, dan masyarakat, peningkatan kondisi sosial, ekonomi, dan budaya, peningkatan fungsi pelayanan publik; dan peningkatan pelayanan utama dalam masyarakat.
Sementara itu Kementerian Sosial memberikan pengertian bahwa rekonstruksi dimaksudkan berupa upaya dan kegiatan guna memperbaiki dan atau membangun kembali dalam rangka pemulihan sarana, prasarana, fasilitas umum/sosial, rumah penduduk dan lingkungan sesuai standar persyaratan teknis konstruksi bangunan yang diakibatkan oleh bencana.
Pengelolaan Donasi Masyarakat
Salah satu modal sosial masyarakat Indonesia adalah kuatnya spirit filantropi sosial. Secara umum filantropi dapat dikatakan sebagai tindakan seseorang yang mencintai sesama manusia serta nilai kemanusiaan, sehingga menyumbangkan waktu, uang, dan tenaganya untuk menolong orang lain.
Istilah ini umumnya diberikan pada orang-orang yang memberikan banyak dana untuk amal yang dalam bahasa sehari-hari kita menyebutnya dengan istilah donatur. Spirit filantropi sosial pada masyarakat Indonesia ini muncul dengan sangat kuat manakala terjadi peristiwa bencana, baik bencana alam maupun bencana sosial.
Demikian pula dalam konteks pascabencana sosial Kanjuruhan dimana masyarakat sudah mulai menujukkan aksi simpati baik dalam pengumplan donasi maupun dalam memberikan donasi. Lalu siapa dan bagaimana proses pengelolaan donasi masyarakat harus dilakukan?
Mengacu kepada Peraturan Menteri Sosial RI Nomor 8 Tahun 2021 Tentang Penyelenggaraan Pengumpulan Uang Atau Barang (PUB), dinyatakan bahwa Pengumpulan Uang atau Barang (PUB) adalah setiap usaha mendapatkan uang atau barang untuk pembangunan dalam bidang kesejahteraan sosial, mental/agama/kerohanian, kejasmanian, dan kebudayaan. Penyelenggaraan PUB dilaksanakan oleh masyarakat melalui Organisasi Kemasyarakatan yang berbadan hukum, baik berupa perkumpulan atau yayasan, serta harus mendapatkan izin dari pihak yang berwenang, yakni Menteri, gubernur, atau bupati/wali kota sesuai dengan kewenangan dan tingkatannya.
Namun dalam hal tertentu bisa saja penyelenggaraan PUB yang tidak perlu memerlukan izin dari pihak berweang (pemerintah). Kegiatan PUB yang tidak perlu mendapatkan izin seperti: pengumpulan zakat, pengumpulan di dalam tempat peribadatan, keadaan darurat di lingkungan terbatas, gotong royong di lingkungan terbatas di sekolah, kantor, rukun warga atau tetangga, kelurahan atau desa atau nama lain, dan/atau dalam pertemuan terbatas yang bersifat spontan.
PUB dapat dilakukan dengan cara: mengadakan pertunjukan, mengadakan bazar, penjualan barang secara lelang, penjualan kartu undangan menghadiri dan/atau mengikuti suatu pertunjukan, penjualan perangko amal, pengedaran daftar derma, penempatan kotak sumbangan di tempat umum, penjualan barang/bahan atau jasa dengan harga atau pembayaran yang melebihi harga yang sebenarnya, permintaan kepada masyarakat secara tertulis atau lisan, layanan pesan singkat donasi, pembulatan sisa nilai pembelanjaan konsumen, layanan melalui rekening bank, layanan dalam jaringan, aplikasi digital, layanan uang elektronik, media sosial, dan/atau PUB lainnya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Hasil PUB ditujukan untuk pembangunan dalam bidang kesejahteraan sosial, kebencanaan, mental/agama/kerohanian, kejasmanian, kesehatan, pendidikan, pelestarian lingkungan, perlindungan satwa, dan/atau kebudayaan. Pihak-pihak yang terlibat dalam penyelenggaraan PUB harus memberikan laporan mengenai penyelenggaraan PUB disertai bukti pertanggungjawaban laporan, yang memuat: rincian dan jumlah hasil pengumpulan, rincian penyaluran bantuan, surat pernyataan tanggung jawab mutlak, dokumen hasil audit akuntan publik untuk pengumpulan di atas Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah), dan dokumentasi pelaksanaan penyaluran.
Oleh karena itu dihimbau kepada masyarakat yang ingin memberikan donasi agar dapat menyalurkannya melalui lembaga yang bisa dipercaya dan telah mendapat izin dari pihak berwenang (pemerintah).(*)