MALANG POSCO MEDIA – Untuk menuju Indonesia maju dibutuhkan sumber daya manusia yang berkualitas. Kualitas manusia ditentukan oleh kondisi fisik, mental dan sosialnya. Oleh karena itu manusia Indonesia harus tumbuh dan berkembang secara optimal. Namun sampai saat ini pertumbuhan dan perkembangan manusia di Indonesia belum seperti yang diharapkan. Hal ini dapat dilihat dari angka stunting yang masih tinggi.
Data menunjukkan dalam skala Nasional menurut Riskesdas tahun 2018 angkanya adalah 30,8 persen. Sedangkan untuk Jawa Timur 32,81 persen atau lebih tinggi dari angka stunting nasional, dan untuk Kota Malang 23,4 persen, Kabupaten Malang, 31,7 persen, Kota Batu 28,3 persen. Pada tahun 2024 angka stunting diharapkan turun menjadi 14 persen.
Stunting dalam bahasa masyarakat disebut kerdil atau kuntet, sedangkan menurut pengertian WHO Stunting adalah kondisi gagal tumbuh pada anak balita (bayi di bawah lima tahun) akibat dari kekurangan gizi kronis, sehingga anak terlalu pendek untuk usianya. Kekurangan gizi terjadi sejak bayi dalam kandungan dan pada masa awal setelah bayi lahir akan tetapi, kondisi stunting baru nampak setelah bayi berusia 2 tahun. Balita pendek (stunted) dan sangat pendek (severely stunted) adalah balita dengan panjang badan (PB/U) atau tinggi badan (TB/U) menurut umurnya dibandingkan dengan standar baku WHO-MGRS (Multicentre Growth Reference Study) 2006.
Stunting disebabkan oleh faktor multi dimensi dan tidak hanya disebabkan oleh faktor gizi buruk yang dialami oleh ibu hamil maupun anak balita. Intervensi yang paling menentukan untuk dapat mengurangi prevalensi stunting oleh karenanya perlu dilakukan pada 1.000 Hari Pertama Kehidupan (HPK) dari anak balita.
Secara lebih detil, beberapa faktor yang menjadi penyebab stunting adalah: 1) Praktek pengasuhan yang kurang baik, 2) Masih terbatasnya layanan kesehatan termasuk layanan ANC-Ante Natal Care (pelayanan kesehatan untuk ibu selama masa kehamilan) Post Natal Care (pelayyanan kesehatan ibu dan anak setelah lahir) dan pembelajaran dini yang berkualitas, 3) Masih kurangnya akses rumah tangga/keluarga ke makanan bergizi, 4) Kurangnya akses ke air bersih dan sanitasi.
Seribu hari pertama kehidupan (HPK) bayi dinilai sangat penting dan harus menjadi perhatian utama para orang tua karena sangat menentukan kualitas kesehatan dan tumbuh kembang seorang anak. Usia sampai 3 tahun merupakan fase tumbuh kembang yang sangat penting. Proses perkembangan otak ini berlangsung sangat cepat hingga balita berusia 3 tahun. Setelah ini, proses akan berjalan melambat, yakni pada usia sekolah dan usia remaja. Mulai kehamilan 6 bulan, dibentuklah hubungan antar sel, sehingga membentuk rangkaian fungsi-fungsi. Kualitas dan kompleksitas rangkaian hubungan antar sel-sel otak ditentukan oleh stimulasi yang dilakukan oleh lingkungan kepada bayi-balita tersebut. Perkembangan sirkuit otak sangat bergantung pada kualitas nutrisi dan stimulasi yang didapat oleh balita sejak dalam kandungan, sampai tiga tahun setelah ia dilahirkan.
Kecerdasan dipengaruhi faktor keturunan atau genetik dan faktor lingkungan termasuk asupan gizi. Seorang anak dapat mengembangkan berbagai kecerdasan jika mempunyai faktor keturunan dan dirangsang oleh lingkungan terus menerus. Kebutuhan fisik dan biologis terutama gizi yang baik sejak di dalam kandungan sampai remaja terutama untuk perkembangan otak, pencegahan dan pengobatan penyakit-penyakit yang dapat mempengaruhi perkembangan kecerdasan dan ketrampilan fisik untuk melakukan aktivitas sehari-hari.
Pemberian nutrisi yang lengkap dan seimbang sejak di dalam kandungan sampai usia 3 tahun maka akan semakin banyak jumlah sel-sel otak bayi. Semakin bagus kualitas percabangan sel-sel otak, dan semakin bagus fungsi sinaps antara sel-sel otak bayi dan balita. Karena tumbuh kembang otak sejak kehamilan 6 bulan sampai umur 2 tahun sangat cepat dan penting, maka bayi membutuhkan banyak protein, karbohidrat dan lemak, karena sampai berumur 1 tahun 60 persen energi makanan bayi digunakan untuk pertumbuhan otak.
Selain itu, bayi dan balita membutuhkan vitamin B1, B6, asam folat, yodium, zat besi, seng, AA, DHA, sphyngomyelin, sialic acid, dan asam-asam amino seperti tyrosine dan tryptophan. ASI mengandung semua kebutuhan nutrisi tersebut, termasuk AA, DHA, sphyngomyelin dan sialic acid.
Pemenuhan nutrisi anak sangat penting karena gizi yang baik akan mengurangi resiko anak terkena penyakit. Kalaupun ada infeksi kuman atau virus, dengan daya tahan tubuh yang bagus, anak tidak akan mudah sakit, sehingga tidak mengganggu proses tumbuh kembang. Penuhi kebutuhan gizi anak dengan menu seimbang yang mengandung karbohidrat, lemak, protein, vitamin dan mineral yang sesuai untuk kebutuhannya.
Memang ada kalanya anak sulit makan, tapi jangan menyerah begitu saja. Berupayalah dengan selalu menyediakan kudapan sehat di rumah yang mengandung unsur-unsur gizi seimbang serta makanan tambahan yang dapat menutupi kekurangan asupan gizi tertentu. Salah satu bahan makanan lokal yang dapat dikembangkan untuk pemenuhan gizi pada bayi adalah kelor.
Bagian pohon kelor yang sering dimanfaatkan oleh masyarakat adalah daunnya. Daun kelor memiliki zat gizi berupa energi, protein, lemak, karbohidrat, serat pangan, beberapa vitamin dan mineral. Vitamin A yang terdapat pada serbuk daun kelor setara dengan 10 (sepuluh) kali vitamin A yang terdapat pada wortel, setara dengan 17 (tujuh belas) kali kalsium yang terdapat pada susu, setara dengan 15 (lima belas) kali kalium yang terdapat pada pisang dan setara dengan 9 (Sembilan) kali protein yang terdapat pada yogurt (Jonni, 2008).
Daun kelor dapat dikonsumsi langsung berupa olahan sayuran dan dapat pula dibuat menjadi tepung yang dapat dimanfaatkan untuk campuran dalam produk makanan. Setiap 100 gram tepung daun kelor memiliki nilai gizi berupa energi 358 kkal, protein 26,3 persen, lemak 6,57 persen, karbohidrat 48,4 persen, dan serat pangan 31,41 persen. Pangan dikatakan tinggi serat apabila mengandung serat pangan 3-6 persen, sehingga serat pangan yang terkandung pada daun kelor tergolong sangat tinggi.
Sehubungan dengan hal tersebut budidaya dan pemanfaatan daun kelor sebagai bahan makanan perlu terus dikembangkan dalam masyarakat. Ternyata tumbuhan kelor ini juga dapat tumbuh dengan baik dan subur di wilayah nusantara khususnya diwilayah JawaTimur dan Malang Raya. Pada sebagian masyarakat sudah dikonsumsi sebagai sayuran segar, namun sebagaian masyarakat masih menganggap sayuran ini tidak layak dikonsumsi karena biasanya digunakan untuk memandikan orang mati. Oleh karena itu kelor sebagai bahan untuk memenuhi zat gizi yang sangat bermanfaat maka harus terus disosialisasikan kepada masyarakat tentang banyaknya kandungan zat-zat gizi yang terkandung dalam daun kelor.
Tanaman kelor dapat tumbuh dengan baik yang bisa ditanam di kebun, di pekarangan, di pematang sawah bahkan juga bisa ditanam di dalam pot. Pembibitan bisa ditanam dengan stek dan bisa pula dengan menanam dari bijinya. Dalam rangka mengatasi stunting produk makanan berbahan dasar kelor bisa dikonsumsi oleh remaja sebagai calon ibu agar dapat memenuhi zat-zat gizi yang dibutuhkan, ibu hamil untuk meningkatkan pertumbuhan dan perkembangan bayi dalam rahim, ibu menyusui untuk meningkatkan produksi air susu ibu dan sebagai bahan makanan tambahan bagi bayi. (*)