Alasan Lainnya Beban Perusahaan Makin Besar
MALANG POSCO MEDIA– Kalangan pengusaha mengeluhkan usulan jumlah kenaikan Upah Minimum Kabupaten dan Kota (UMK) Malang tahun 2023. Mereka mempersoalkan landasan hukum yang digunakan saat penentuan UMK.
Apalagi di Kota Malang misalnya, UMK naik 7, 22 persen dianggap cukup besar. Jika dibanding tahun ini, naik sekitar Rp 200 ribu. UMK Kota Malang tahun 2023 diusulkan sebesar Rp 3.210.350. Sedangkan UMK tahun 2022 Rp 2.994.143.
Pengurus Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Kota Malang yang membidangi pengupahan Sandy Mario Lanza SE mengatakan pihaknya memegang teguh aturan yang lebih tinggi. Yakni PP No 36 tahun 2021. Sementara penentuan jumlah UMK 2023 yang diusulkan ke Pemprov Jatim menggunakan Peraturan Menteri Tenaga Kerja No 18 tahun 2022.
“Apindo selalu tunduk aturan. Permenaker No18 menurut kami tidak memiliki istilahnya konsiderat (cantolan) hukum karena aturan ini hanya ‘nyantol’ dari aspirasi. Harusnya nyantolnya ya di UU yang lebih tinggi,” jelas Sandy, Rabu (30/11) kemarin.
“Maka dengan adanya Permenaker No.18 tahun 2022 itu tidak mencabut PP No 36 tahun 2021. Jadi secara hukum, kami tidak melanggar Permenaker tapi kami mengacu aturan lebih tingginya,” sambungnya.
Lebih lanjut, terlepas dari aturan itu, menurut Sandy apabila mengacu pada PP No 36 tahun 2021, sebenarnya kenaikan UMK dinilai sudah cukup tinggi atau signifikan. Apabila lebih tinggi lagi, maka dikhawatirkan banyak perusahaan yang makin terbebani. Apindo sebelumnya mengusulkan kenaikan UMK sebesar 4,69 persen.
“Kalau dari nilai pengupahan Kota Malang ini kenaikannya itu sudah signifikan. Naik sekitar Rp 140 ribu,” sebutnya.
Padahal dengan naiknya UMK juga otomatis memengaruhi beban atau tanggungan perusahaan. Misalnya seperti untuk pembayaran asuransi hingga kompensasi karyawan.
“Jadi tidak hanya UMK saja, karena UMK berpengaruh terhadap beberapa aspek. Selain UMK, juga iuran BPJS Ketenagakerjaan, iuran BPJS Kesehatan, ada lagi pesangon, THR, lalu seperti untuk karyawan kontrak itu juga ada kompensasi,” sebutnya.
Sandy mengatakan pihaknya sudah mengajukan uji materi terhadap Permenaker No 18 tahun 2022 kepada Mahkamah Konstitusi. Sebab aturan ini dinilai masih tumpang tindih dan kurang memberi kepastian hukum terhadap iklim investasi perusahaan.
“Apindo jelas sikap yang diambil, kami telah melakukan uji materi. Kami tetap tunduk pakai PP 36 2021. Kemudian kami menunggu keputusan gubernur,kami harus pelajari dulu bagaimana keputusannya untuk kemudian mengambil sikap kembali,” jelasnya.
Sandy yang juga anggota Dewan Pengupahan di Kabupaten Malang pun mengingatkan kondisi dunia usaha saat ini. Karena iklim usaha yang terjadi saat ini, Apindo keberatan kenaikan UMK yang terlalu besar.
Dikhawatirkan memicu meningkatnya PHK. Apalagi dari tahun sebelumnya Sandy mengatakan bahwa sudah ada peningkatan klaim Jaminan Kehilangan Pekerjaan (JPK) dan jaminan lain yang terkait dengan indikator PHK.
“Bisa dilihat dari klaim JKP pada tahun 2022 mengalami peningkatan hampir seratus persen. Maka dikhawatirkan kedepan akan masih mengalami hal yang sama,” kata Sandy.
Karena itu pula dia kembali menegaskan Apindo hanya mematuhi aturan mengenai pengupahan yang sudah ditentukan dan belum dicabut. “Kami tidak bisa keluar dari aturan. Sementara Permenaker hirarki perundangannya dibawah PP 36. Kami tidak melanggar Permen 18,” tambahnya.
Diberitakan sebelumnya UMK Kabupaten Malang pada tahun 2022 Rp 3.068.000. Kemudian diusulkan tahun 2023 naik menjadi Rp 3.293.179.
Menanggapi usulan yang sudah disampaikan Pemkab Malang ke Pemprov Jatim, menurutnya, itu merupakan kewenangan Pemkab Malang. Meskipun ia juga masih menyayangkan sebenarnya perlu ada pertimbangan lagi mengenai formula pengusulan.
“Soal usulan yang telah disampaikan itu memang wewenang mereka. Kami harap ke depan unsur pengusaha dan stakeholder dilibatkan lebih jauh untuk pengusulan UMK. Dan iklim investasi dan usaha akan lebih stabil,” imbuhnya.
Sementara itu seperti diberitakan sebelumnya, Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (SPSI) Kota Malang menilai besaran usulan UMK 2023 sedikit berbeda dari perkiraannya. Sebelumnya ia memperkirakan kenaikan UMK minimal sebesar delapan persen. Bahkan pihaknya mengusulkan naik 8,39 persen.
Meski angka yang diusulkan Pemkot Malang berbeda dengan perkiraannya, Suhirno yakin besaran UMK 2023 yang diputuskan tidak akan mungkin di bawah 7,22 persen. Sebab belakangan ini terjadi inflasi yang memengaruhi berbagai sektor.
Begitu juga Apindo Kota Batu menyatakan keberatan atas usulan UMK Kota Batu naik sebesar 7,6 persen. “Pastinya keberatan dengan kenaikan UMK. Harusnya disesuaikan kondisi global yang berdampak ke sektor usaha dalam negeri. Mengingat dunia usaha belum pulih dari dampak Covid-19 dan resesi global,” jelas Ketua Dewan Pimpinan Kota (DPK) Apindo Kota Batu Suryo Widodo kepada Malang Posco Media, Rabu (30/11) kemarin.
Dengan kenaikan UMK yang dinilai sangat dipaksakan tersebut akan berdampak buruk bagi pelaku usaha. Yakni ketika dipaksakan akan banyak pelaku usaha yang colaps.
Ia menambahkan sesungguhnya kenaikan UMK sebesar 5-7 persen bisa dianggap wajar jika dalam kondisi yang tepat. Namun, kondisi saat ini dinilai belum ideal.
Lebih lanjut, Suryo mengungkapkan jika UMK ini ada ketidak adilan. Pasalnya tidak ada jenjang ijazah. Bahkan juga harus dibedakan wilayah lebih kecil. Misalnya Lawang, Kasembon dan Sitiarjo harusnya berbeda.
“UMK ini ada ketidakadilan. Karena tidak ada jenjang ijazah. Ijazah SMP dan S1 kan harusnya beda. Begitu juga wilayah, misalnya Lawang, Kasembon dan Sitiarjo harusnya berbeda. Oleh karena itu Apindo Pusat menolak kenaikan UMK,” paparnya.
Selain beberapa alasan penolakan, diungkap Suryo adanya kenaikan UMK berkaitan erat dengan situasi ke depan di dalam negeri yang memasuki tahun politik. Sehingga berdampak pada kebijakan UMK. Oleh karena itu, dalam menentukan UMK harus dilakukan secara bijak dan cermat,” terangnya.
Sebelumnya telah disampaikan bahwa Wali Kota Batu memastikan kenaikan UMK di Kota Batu naik sebesar 7,6 persen mengacu Permenaker No 18 tahun 2022. Artinya UMK Kota Wisata Batu 2023 naik menjadi Rp 3.035.410 dari UMK tahun 2022 yang berada di angka Rp 2.830.367,64. (ian/tyo/eri/van)